Evaluasi Pembelajaran IPS Melalui Teknik Penilaian Tes, Non Tes, Dan Otentik

Rahmad Ardiansyah

Pengertian Evaluasi

Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes. Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.[1]

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa evaluasi merupakan penilaian yang sistematik tentang manfaat dan kegunaan atau pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu objek. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta untuk mengetahui keefektifan pengajaran yang telah dilaksanakan guru.

Karakteristik Evaluasi Pembelajaran IPS

Karekteristik dari pendidikan IPS adalah upaya untuk mengembangkan kompetensi sebagai warga negara yang baik. Hal ini dapat dibangun apabila dalam diri setiap orang terbentuk perasaan yang menghargai terhadap segala perbedaan, baik berupa pendapat, etnik agama, kelompok, budaya dan sebagainya. Oleh karena itu pendidikan IPS memiliki tanggung jawab untuk dapat melatih siswa dalam membangun sikap yang demikian. Dalam pembelajaran IPS evaluasi emiliki pengertian penilaian progam, proses dan hasil pembelajaran IPS. Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus menerus sesuai dengan keterlaksanaan pembelajarannya. Evaluasi seperti ini merupakan baro meter atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh peserta didik, serta seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik. Evaluasi pembelajaran IPS pada setiap jenjang meniliki karakteristik tersendiri yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.[2]

Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara terpadu/ fusi. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat perkembangan usia siswa SD yang masih pada
taraf berpikir abstrak. Materi pendidikan IPS di Sekolah Dasar disajikan secara tematik dengan mengambil tema-tema sosial yang terjadi di sekitar siswa. Demikian juga halnya tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena fenomena serta aktivitas sosial yang terjadi di sekitar siswa. Dengan demikian seorang guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran IPS harus dibekali dengan sejumlah pemahaman tentang karakteristik pendidikan IPS yang meliputi pengertian dan tujuan pendidikan IPS, landasan filosofis pengembangan kurikulum pendidikan IPS serta disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS.[3]

Evaluasi Dengan Penilaian Tes

Tes dapat didefinisikan sebagai sejumlah tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang yang akan diuji. Hasil tugas ini biasanya dilukiskan dalam bentuk angka-angka yang dalam istilah teknisnya dinamakan scores, aspek kepribadian tersebut bisa berupa prestasi akademik, bakat, sikap, minat penyesuaian sosial dan lain-lain. Tujuan dari evaluasi melalui penilaian tes adalah untuk mengetahui apakah seseorang siswa telah menguasai atau belum menguasai bahan pelajaran yang bersangkutan. Dengan evaluai tes ini juga dapat melihat perbedaan kemampuan, bakat, sikap, minat atau aspek-aspek kepribadaian lainnya.

Agar tes dapat menunaikan fungsinya sebagai alat pengukur yang baik, maka guru harus memperhatikan hal berikut dalam menyusun soal :
a.      Validitas
Syarat ini menuntut keabsahan tes, dalam arti soal-soal yang diberikan benar-benar sesuai untuk mengukur dan mengungkapkan kemampuan yang menjadi tujuan instruksional.
b.     Reliabilitas
Tes memberikan hasil yang konsisten dan mantap, hasilnya tidak menunjukkan perubahan atau penyimpangan seandainya diterapkan untuk mengukur kemampuan seseorang.
c.      Objektivitas
Soal-soal tes seharusnya memberikan hasil sebagaimana adanya, tidak dipengaruhi oleh pemberi tes (guru) yang melakukan penukuran atau faktor pengganggu lainnya.
d.     Efisiensi
Tes dapat dilaksanakan secarah mudah, tidak memerlukan banyak waktu, tenaga, dan biaya, tetapi bisa memenuhi tujuan sebaik-baiknya.[4]

Evaluasi Dengan Penilaian Non Tes

Salah satu ciri pembaharuan pengajaran ilmu pengetahuan sosial bersangkutan dengan lingkup tujuan yang hendak dicapainya, yang tidak terbatas pada aspek kognitif, tetapi mencangkup aspek ketrampilan (intelectual skill and social skill) dan juga mencangkup aspek afektif. Sebagai konsekuensinya tujuan program pengajaran IPS harus mencangkup ketiga aspek tujuan tersebut dan guru IPS harus mampu melaksanakan ketiga penilaian yaitu :

a.      Penilaian
Ketrampilan Untuk mengetahi ketrampilan seseorang mengetahui
sesuatu diperlukan tes perbuatan (performance tes). Dalam melaksanakan tes ini perlu diperhatikan dan dibedakan antara hasil perbuatan dan proses pelaksanaan perbuatan itu sendiri.

b.     Penilaian dengan Membuat Karangan (Laporan)
Dari hasil karangan siswa dapat diketahui seberapa jauh kemampuan menerakan kemampuan siswa tersebut karena untuk membuat karangan
diperlukan pengetahuan dan pemahaman terhadap materi karangan. Dalam mengevaluasi karangan terdapat beberpa kriteria yang dapat digunakan sebagai patokan, seperti : materi dan sitematika karangan, data penunjang dan cara pengambilan keputusan.

c.      Penilaian dari Segi Afektif Aspek ini bersangkutan dengan perasaan dan sikap sesorang terhadap suatu stimulus. Aspek tujuan afektif mempunyai kedudukan penting dalam pengajaran IPS. Karena sering kali cara dan alasan seseorang melakukan suatu perbuatan lebih perlu diperhatikan dari pada jenis perbuatan itu sendiri.

d.     Skala Pilihan
Skala Pilihan (rating scales) menyediakan daftar sebanyak 3-5 pilihan. Skala Pilihan dapat digunakan untuk: observasi,wawancara, angket, juaga mengukur sikap, kebiasaan ataupun nikmat. Skala pilihan dapat digunakan untuk : observasi, wawancara, angket, sikap, kebiasan, atau minat.

e.      Studi Kasus
Studi Kasus diperlukan untuk mempelajari peserta didik yag bertingkah laku ekstrim. Disekolah menengah, studi kasus dilakukan terhadap siswa yang bertingkahlaku ekstrim, mengganggu dan perlu bantuan khusus.

f.      Portofolio
Pendekatan portofolio adalah suatu penilaian yang bertujuan mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam mengkontruksi merefleksi suatu pekerjaan/ tugas dengan mengumpulkan bahan yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang diktroksuksi oleh siswa dan selanjutnya dapat dinilai oleh guru. Dengan kata lain penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilian kinerja siswa. Sistem penilaian ini bermanfaat bagi guru untuk mengevaluasi kebutuhan, minat, kemampuan akademik dan karekteristik siswa secara individiual.[5] Penililaian Ranah Ranah/dimensi keterampilan (skill) dan nilai-nilai (values) secara eksplisit tidak tertuang dalam SK-KD. Mengajarkan keterampilan (skill) dan nilai-nilai (values) dilakukan dengan cara mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran. Caranya adalah dengan menerapkan model-model inovatif” yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan (skill) dan nilai-nilai (values) yang akan diintegrasikan. Pembelajaran yang demikian menurut Joyce dan Weil (1996) mempunyai dua efek, yaitu efek pembelajaran (instructional effect) dan efek pengiring (nurturant effect). Efek pembelajaran mungkin dapat dilihat hasilnya dalam jangka waktu singkat. Sebaliknya efek pengiring membutuhkan waktu yang cukup lama. Teknik penilaian yang lebih cocok adalah non tes. Acuan untuk menyusun
prosedur pengintegrasian dan penilaian ranah keterampilan dan nilai-nilai
sebagai berikut:
a.      menentukan aspek keterampilan atau nilai-nilai yang akan diintegrasikan;
b.     merancang metode pembelajaran dengan mengintegrasikan keterampilan atau nilai-nilai tersebut;
c.     merumuskan indikator pencapaian aspek keterampilan atau nilai-nilai yang diintegrasikan;
d.     menetapkan tingkat pencapaian setiap indikator.
e.     menetapkan skor tiap-tiap tingkatan;
f.      menyusun rubrik.[6]

Evaluasi Dengan Penilaian Otentik

Penilaian Otentik (Authentic Assessment) adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Penilaian Otentik ini merupakan implikasi pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi terhadap penilaian hasil pembelajaran di sekolah. Selohah, dalam hal ini guru dan kepala sekolah menjadi pengambil keputusan dalam perencanaan dan pelaksanaan kurikulumdan proses pembelajaran. Sekolah menyusun silabus yang menjamin terlaksananya proses pembelajaran yang terarah. selain itu sekolah melakukan continous-authentic assessment yang menjamin ketuntasan belajar dan pencapaian kompetensi oleh siswa. Prinsip dari penilaian otentik adalah sebagai berikut:
a.    Keeping Track Prinsip Keeping Track menekankan pada penelusuran dan pelacakan kemajuan siswa sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
b.    Checking Up Prinsip Checking Up yaitu tahap dalam pengecekan ketercapaian kemampuan peserta didik dalam prosespembelajaran.
c.    Finding Out Prinsip Finding Out yaitu penilaia harus mampu mencari dan menemukan dan mendeteksi kesalahan-kesalahan yang menyebabkan terjadinya kelemahan dala proses pembelajaran.
d.   Sumning Up Prinsip Sumning Up yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.

Tujuan penilaian otentik adalah sebagai berikut :
a.    Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu.
b.    Membantu dan mendirong guru untuk mengajar yang lebih baik
c.    Meningkatakan kualitas pendidikan.
d.   Menentukan strategi pembelajaran.

Beberapa karakteristik penilaian otentik adalah sebagai berikut :
a.    Penilaian merupakan dari proses pembelajaran, bukan terpisah dariproses pembelajaran.
b.    Penilaian mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata, tidak berdasarkan pada kondisi yang ada disekolah.
c.    Menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengaman belajar.

Penilaian harus bersifat komperhensif dan holistik yang mencangkup semua aspek dari tujuan pembelajaran.

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang. Sejak menjadi pelajar saya hobi terkait IT terkhusus pengelolaan blog. Selain mengelola website Idsejarah.net, saya juga menjadi admin web mgmpsejarahsmg.or.id, admin web sma13smg.sch.id sekaligus menjadi salah satu penulis LKS di Modul Pembelajaran MGMP Sejarah SMA Kota Semarang. Saat ini saya sedang menjalankan program Calon Guru Penggerak angkatan 10. Projek web Idsejarah.net saya harapkan akan menjadi media untuk mempermudah guru sejarah dalam mengakses artikel, video, dan media pembelajaran terkait pembelajaran sejarah. Website ini akan terus dikelola dan dikembangkan agar semakin lengkap. Kedepannya besar harapan saya untuk mengembangkan aplikasi android untuk guru sejarah. Selain mengelola website, saya juga aktif mengelola channel Youtube Idsejarah sebagai media berekspresi platform video online.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah