A. Kehidupan Para Tokoh Pendidikan
1. K.H Ahmad Dahlan
Nama dahlan bukanlah orang asing dalam dunia pendidikan, ia lebih banyak sebagai seorang pendakwah atau pembaharu sosial budaya di Indonesia. Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri, ia telah memberikan nilai-nilai yang berharga pada pendidikan islam agar dapat selangkah lebih maju dengan orang-orang Eropa (Suwito,2003:324). Beliau adalah tokoh yang biasa dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah.
Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang Kiyai Haji Abubakar bin Kiyai Sulaiman, khatib di masjid Sultan di kota itu. Ibunya adalah anak Haji Ibrahim, penghulu. Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqih, dan tafsir di yogya dan sekitarnya, ia pergi ke Mekkah tahun 1890 dimana ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya ialah Syaikh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 ia mengunjungi kembali Tanah Suci dimana ia menetap selama dua tahun lamanya (Noer,1982:85).
Dalam buku Dasar-dasar Ilmu Pendidikan karya Hasbullah juga disebutkan, K.H Ahmad Dahlan merupakan salah seorang tokoh Islam yang sangat giat memperjuangkan kemajuan umat Islam melalui pendidikan. Ia mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912. Pendirian Muhammadiyah ini dilatarbelakangi oleh keadaan umat islam saat itu yang telah kehilangan pegangan terhadap Al-Qur’an sehingga kufarat dan bid’ah tersebar dimana-mana. Selain itu alasan-alasan lain didirikannya Muhammadiyah antara lain keadaan umat islam yang menyedihkan akibat dari penjajahan, gagalnya pendidikan islam akibat dari isolasi diri yang dilakukan oleh umat islam, turunnya persatuan umat islam akibat lemahnya organisasi islam, dan munculnya ancaman Zending yang dianggap mengancam masa depan umat islam.
Muhammadiyah aktif dalam hal pendidikan, hal ini dilihat dari penyelenggarakan lembaga pendidikan sekolah pada semua jenjang yang tersebar di pelosok tanah air. Tujuan pendidikannya adalah terwujudnya manusia muslim yang cakap, berakhlak, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat dan Negara. Djumhur dalam buku Sejarah Pendidikan juga menyebutkan alasan Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan adalah karena pendidikan yang diberikan dari pihak colonial saat itu tidak memuaskan rakyat.
Penyelenggaraan sekolah-sekolah Muhammadiyah:
a. Sebelum merdeka
- Sekolah umum: TK, Vervolg, Schoo, 2 taun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, MULO 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
- Sekolah agama: Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Muallimin/Muallimat 5 tahun Kulliatul Muballighin (SPG Islam) 5 tahun.
b. Setelah merdeka
- Sekolah-seekolah umum yang bernaung dibawah Departmen pendidikan dan Kebudayaan: SD, SMP, SMAT, SPG, SMEA, SMKK, dan lain sebagainya.
- Sekola-sekoalh agama: madrasah-madrasah yang bernaung dibawah Departmen agama, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, MTs, dan Madrasah Aliyah.
- Sekolah khusus Muhammadiyah yaitu Muallimat, Muallimin, sekolah-sekolah Tabligh, dan Pondok Pesantren Muhammadiyah.
- Perguruan Tinggi Muhammadiyah, ada yang umum, dan ada yang berciri khas agama (Hasbullah,2009:270)
Jasa-jasa di pendidikan Indonesia:
- Dahlan membawa pembaharuan dalam pembentukn lembaga pendidkan Islam dan dari system pesantren menjadi sekolah.
- Dahlan telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum kepada kepala-kepala sekolah atau madrasah.
- Ahmad Dahlan telah telah mengadakan perubahan dalam metode pengajaran dari sorogan menjadi pendidikan yang bervariasi.
- Ahmad Dahlan relah mengajarkan sikap hidup yang terbuka dan toleran.
- Dengan organisasi Muhammadiyah, Ahmad Dahlan mampu mengembangkan lembaga pendidikanmenjadi variatif, disamping itu juga dia memperkenalkan metode yang modern ke dalam system pendidkan (suwito,2009:127)
Organisasi wanita dari Muhammadiyah, bernama adalah Aisyiah, pada mulanya organisasi ini berdiri sendiri. Organisasi ini menekankan sekali pentingnya kedudukan wanita sebagai ibu (Noer,1982:80) Ahmad Dahlan menyelesaikan karena selamat tadi, beliau wafat saat berusaha 55 tahun pada 25 februari 1923.
2. K.H Hasyim Asyari
Seorang ssosok yang hidup antara tahun1871 dan 1947 ini melalui beberapa vase perubahan structural, sosial dan cukup fundamental. Ini berarti saat belajar tentang Hasyim ari juga memasabu Zaidi (Bashri,2009:353).
K.H Hasyim Asyari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim.
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin.. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Lalu melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.
Sementara nun jauh di Bangkalan sana, Kyai Khalil telah mengetahui apa yang dialami Kyai Hasyim. Kyai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As’ad Syamsul Arifin (kelak KH R As’ad Syamsul Arifin menjadi pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo), untuk menyampaikan sebuah tasbih kepada Kyai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kyai Hasyim.
Ketika Kyai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan airmata. Waktu terus berjalan, akan tetapi pendirian organisasi itu belum juga terealisasi. Agaknya Kyai Hasyim masih menunggu kemantapan hati.
K.H Asyari lebih dikenal dengan pendiri Nahdlatul ulama.dan berhasil merealisasikan cita-citanya yaitu mendirikan pesantren tebuireng di Jombang. NU hanya bertugas dalam bidang sosial masyarakat, tetapi sangat memperjuangkan masalah-masalah pendidikan. Dalam NU ada sebuah badan yang dari dulu memang khusus menangani masalah pendidikan yang disebut “Ma’arif”.
Gambaran lembaga pendidikan yang dilaksanakan NU selain pesantren adalah Roudlotul Athfal (TK) 3 tahun, SRI 6 tahun, SMP NU 3 tahun, SMA NU 3 tahun, SGA NU 3 tahun,Madrasah Menengah Pertama (MMP) NU 3 tahun, Madrasah Menengah Atas (MMA) NU 3 tahun, dan Muallimin/Muallimat NU 5 tahun. Selain itu juga NU memiliki beberapa Universitas (Hasbullah,2009:273)
Dalam perjalanan hidupnya K.H Hasyim Asyari memiliki pemikiran tersendiri yang tak dimiliki oleh tokoh lain, pemikiran tersebut ditulis oleh Suwitodalam buku Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan yang dikemukakan oleh K.H Hasyim Asyari mengenai adab pelajar terhadap pelajar terhadap dirinya sendiri cenderung subyektif, artinya bahwa adab tersebut tidak mesti cocok bagi setiap individu pelajar, karena sangat bergantung kepada pola hidup dan lingkungan yang mempengaruhinya.
3. Mohammad Syafei
Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan diangkat jadi anak oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah, kemudian dibawah pindah ke Sumatra Barat dan menetap Bukit Tinggi. Marah Sutan adalah seorang pendidik dan intelektual ternama. Dia sudah mengajar diberbagai daerah di nusantara, pindah ke Batavia pada tahun1912 dan disini aktif dalam kegiata penertiban dan Indische Partij.
Pendidikan yang ditempuh Moh. Syafei adalah sekolah raja di Bukit tinggi,dan kemudian belajar melukis di Batavia (kini Jakarta), sambil mengajar disekolah Kartini. Pada tahun 1922 Moh. Syafei menuntut ilmu di Negeri Belanda dengan biaya sendiri. Disini ia bergabung dengan “Perhimpunan Indonesia”, sebagai ketua seksi pendidikan.
Di negeri Belanda ini ia akrab dengan Moh. Hatta, yang memiliki banyak kesamaan dan karakteristik dan gagagasan dengannya, terutama tentang pendidikan bagi pengembangan nasionalisme di Indonesia. Dia berpendapat bahwa agar gerakan nasionalis dapat berhasil dalam menentang penjajahan Belanda, maka pendidikan raktyat haruslah diperluas dan diperdalam. Semasa di negeri Belanda ia pernah ditawari untuk mengajar dan menduduki jabatan disekolah pemerintah. Tapi Syafei menolak dan kembali ke Sumatara Barat pada tahun1925. Ia bertekad bertekad mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia, baik yang hidup dikota maupun dipedalaman. Kontribusi dan Karya.
Sekembalinya ke tanah air, maka pada tanggal 31 oktober 1926 ia diserahi tugas memimpin sekolah di Kayutaman. Kemudian sekolah itu diserahkan seluruhnya kepadanya, sehingga Moh. Syafei dapat merealisasikan cita-citanya dengan lebih leluasa lagi (Djumhur,1976:187).
Sekolah dari Moh. Syafei adalah sebagai reaksi dari sekolah-sekolah pemerintahan Hindia Belanda. Sekolah ini pada waktu itu bernama INS (Indonesische National School). Sekolah ini kurang terkenal dan tidak memiliki cabang dimana-mana seperti sekolah Muhammadiyah. Moh. Syafei juga memiliki dasar tersendiri dan rencana pembelajaran sendiri serta metode sendiri. Adapun rencana pembelajaran sekolah Moh. Syafei ini hampir mendekati rencana Dewey dan Korschenteiner (Agung,2012:43)
Sumber
Djumhur. Drs. H. danasuparta. 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV
Ilmu Bandung.
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Graffindo Persada.
Suwito. Fauzan. 2003. Sejarah Pemikiran para Tokoh Pendidikan. Bandung:Angkasa.
Noer, Delliar. 1982. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.
Jakarta: LP3ES.
Agung, Leo. T Suparman. 2013. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Ombak.
Bashri, yanto. Retno Suffatani. 2009. Sejarah Tokoh Bangsa. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta
Sumber Internet
http://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/05/28/biografi-kh-hasyim-asyari-pendiri-nu-tebuireng-jombang/ diakses pada 8 Mei 2014 08.30 WIB
http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/index.php?a=detilberita&id=4674 diakses pada 8 Mei 2014 08.30 WIB