A. Biografi Santo Agustinus
Agustinus adalah Bapa Gereja purba yang terkenal. Ia lahir di Tagaste (sekarang Soukh-Ahras), Afrika Utara pada tanggal 13 November 354. Ibunya, Monika, seorang yang beriman Kristen dari sebuah keluarga yang taat agama, sedangkan ayahnya Patrisius, seorang tuan tanah dan sesepuh kota yang masih kafir. Berkat semangat doa Monika yang tak kunjung padam, Patrisius bertobat dan dipermandikan menjelang saat kematiannya. Kekafiran Patrisius sungguh berpengaruh besar pada diri anaknya Agustinus. Karena itu Agustinus belum juga dipermandikan menjadi Kristen meskipun ia sudah besar. Usaha ibunya untuk menanamkan benih iman Kristen padanya seolah-olah tidak berdaya mematahkan pengaruh kekafiran ayahnya.
Kecerdasan Agustinus tampak sejak ia masih kecil. Karena itu, ayahnya berharap agar ia menjadi orang yang terkenal. Dan akhirnya memanglah demikian. Sampai hari ini, nama Agustinus menjadi buah bibir, ketika orang berbicara tentang filsafat dan teologi. Bahkan di dunia Barat, Agustinus disebut sebagai bapak Spiritualitas Dunia Barat. Pendidikan dan karier awal yang ditempuh Agustinus adalah filsafat, retorika, dan seni persuasi yang berhubungan dengan keterampilan berbicara di depan publik. Agustinus pernah mengajar di Tagaste dan Kartago. Namun, ia ingin kembali ke Roma karena ia yakin, banyak ahli retorika di sana. Maka, berangkatlah Agustinus bersama sahabatnya, Alypus, ke Italia. Waktu itu ia berumur 29 tahun. Agustinus menjadi mahaguru di Milan.Sementara itu, hatinya merasa gelisah. Sama seperti kebanyakan dari kita di jaman sekarang, ia mencari-cari sesuatu dalam berbagai aliran kepercayaan untuk mengisi kekosongan jiwanya. Sembilan tahun lamanya Agustinus menganut aliran Manikisme, yaitu bidaah yang menolak Allah dan mengutamakan rasionalisme. Tetapi tanpa kehadiranTuhan dalam hidupnya, jiwanya itu tetap kosong. Semua buku-buku ilmu pengetahuan telah dibacanya, tapi ia tidak menemukan kebenaran dan ketentraman jiwa.
Sejak awal tak bosan-bosannya ibunya menyarankan kepada Agustinus untuk membaca Kitab Suci dimana dapat ditemukan lebih banyak kebijaksanaan dan kebenaran daripada dalam ilmu pengetahuan. Tetapi, Agustinus meremehkan nasehat ibunya. Kitab Suci dianggapnya terlalu sederhana dan tidak akan menambah pengetahuannya sedikitpun. Pada usia 31 tahunAgustinus mulai tergerak hatinya untuk kembali kepada Tuhan berkat doa-doaibunya serta berkat ajaran St. Ambrosius, Uskup kota Milan. Namun demikian ia belum bersedia dibaptis karena belum siap untuk mengubah sikap hidupnya. Suatu hari, ia mendengar tentang dua orang yang serta-merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St. AntoniusPertapa. Agustinus merasa malu. “Apa iniyang kita lakukan?” teriaknya kepada Alypius. “Orang-orang yang tak terpelajar memilih surga dengan berani. Tetapi kita, dengan segala ilmu pengetahuan kita,demikian pengecut sehingga terus hidup bergelimang dosa!” Dengan hati yang sedih, Agustinus pergi ke taman dan berdoa, “Berapa lama lagi, ya Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?” Sekonyong-konyong ia mendengar seorang anak menyanyi, “Ambillah dan bacalah!” Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat;
“Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.”(Roma 13:13-14). Ini dia! Sejak saat itu, Agustinus memulai hidup baru.
Pada musim panas tahun 386, setelah membaca kitab Roma yang sangat memukaunya, Agustinus mengalami suatu krisis pribadi yang mendalam dan memutuskan untuk menjadi seorang Kristen. Ia meninggalkan kariernya dalam retorika, melepaskan jabatannya sebagai seorang profesor di Milano, dan gagasannya untuk menikah (hal ini menyebabkan ibunya sangat terperanjat), dan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk melayani Allah dan praktik imamat, termasuk selibat.
Pada tanggal 24 April 387 Agustinus dipermandikan oleh Uskup Ambrosius. Ia memutuskan untukmengabdikan diri pada Tuhan dan dengan beberapa teman dan saudara hidup bersama dalam doa dan meditasi. Pada tahun 388, setelah ibunya wafat, Agustinus tiba kembali di Afrika. Ia menjual segala harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada mereka yang miskin papa. Ia sendiri mendirikan sebuah komunitas religius. Atas desakan Uskup Valerius dan umat, maka Agustinus bersedia menjadi imam. Empat tahun kemudian Agustinus diangkat menjadi Uskup kota Hippo.
Semasa hidupnya Agustinus adalah seorang pengkhotbah yang ulung. Banyak orang tak percaya kembali ke gereja Katolik sementara orang-orang Katolik semakin diperteguh imannya. Agustinus menulis surat-surat, khotbah-khotbah serta buku-buku dan mendirikan biara di Hippo untuk mendidik biarawan-biarawan agar dapat mewartakan injil ke daerah-daerah lain, bahkan ke luar negeri. Gereja Katolik di Afrika mulai tumbuh dan berkembang pesat.
Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya terletak di Basilik Santo Petrus. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah “Pengakuan-Pengakuan” (di Indonesia diterbitkan bersama oleh Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia) dan “KotaTuhan”. Santo Agustinus dikenang sebagai Uskup dan Pujangga Gereja serta dijadikan Santo pelindung para seminaris. Pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus.
Agustinus tetap merupakan seorang figur pusat, baik dalam Kristen maupun dalam sejarah pemikiran Barat. Dalam argumen filsafat dan teologinya, dia banyak dipengaruhi oleh Platonisme dan Neoplatonisme, terutama oleh karya Plotinus, penulis Enneads, kemungkinan melalui perantaraan Porfiri dan Victorinus (seperti dalam argumen Pierre Hadot). Pandangannya yang umumnya positif terhadap pemikiran Neoplatonik ikut menolong “dibaptiskannya” pemikiran Yunani dan masuknya ke dalam tradisi Kristen dan kemudian tradisi intelektual Eropa. Tulisan awalnya yang berpengaruh tentang kehendak manusia, sebuah topik sentral dalam etika, kelak menjadi fokus bagi para filsuf berikutnya seperti Arthur Schopenhauer dan Friedrich Nietzsche.
Berdasarkan argumen Agustinus melawan Pelagius, yang tidak percaya akan dosa asal, Kekristenan Barat telah mengembangkan doktrin tentang dosa asal tersebut. Namun, para teolog OrtodoksTimur, meskipun mereka percaya bahwa semua umat manusia telah irusakkan oleh dosa asal Adam dan Hawa, berbeda pendapat dengan Agustinus dalam doktrin ini, dan karena itu memandang ajarannya ini sebagai salah satu penyebab perpecahan antara Timur dan Barat.
Tulisan-tulisan Agustinus ikut merumuskan Doktrin tentang Perang yang Sah (Just War). Dia juga menganjurkan penggunaan kekerasan dalam melawan kaum Donatis, sambil bertanya,”Mengapa.Gereja tidak boleh menggunakan kekerasan dalam memaksa anak-anaknya untuk kembali, bila anak-anaknya yang tersesat itu memaksa orang-orang lain sehingga menyebabkan kehancuran mereka?” (The Correction of the Donatists, 22–24).
Karya Agustinus, Kota Allah (The City of God), sangat memengaruhi karya Wincenty Kadlubek dan Stanislaw of Skarbimierz mengenai hubungan antara penguasa dan warganya yang menyebabkan penciptaan Demokrasi Nobel dan “De optimo senatore” oleh Wawrzyniec Grzymala Goslicki.
B. Teori Gerak Sejarah Menurut Santo Augustinus
Menurut Rustam (1999: 52) mengatakan bahwa: Hakikat teori sejarah adalah suatu gerak yang tumbuh dan berkembang secara revolusi, karena menggambarkan peristiwa sejarah masa lampau secara kronologis. Urutan secara kronologis merupakan pokok teori untuk menggambarkan gerak sejarah.
Sejarah menurut Santo Augustinus adalah epos perjuangan antara dua unsur yang saling bertentangan, yang baik dan yang buruk. Teori gerak sejarah menurut Santo Augustinus ditentukan oleh kehendak tuhan. Hukum alam menjadi hukum Tuhan, kodrat alam menjadi kodrat Tuhan, Tuhan menentukan takdir, manusia menerima nasib. Gerak manusia bersifat pasif karena segala sesuatunya ditentukan oleh Tuhan.
Santo Augustinus dalam kitabnya juga menerangkan bahwa tujuan gerak sejarah ialah terwujudnya kehendak tuhan dalam civitas dei atau kerajaan tuhan. Civitas dei merupakan tempat manusia pilihan Tuhan yang menerima ajaran Tuhan dan yang menolaknya akan ditampung didalam civitas diaboli (kerajaan setan) atau neraka. Selanjutnya ia mengajarkan bahwa hakikat sesungguhnya kehidupan adalah penembusan dosa. Seperti yang ia singgung dalam bukunya “The City of God” bahwasannya Adam sebelum kejatuhannya pernah memilki kehendak bebas dan bisa terbebas dari dosa. Namun karena dia dan hawa memakan buah apel maka kerusakan pun merasuki mereka dan terwariskan kepada seluruh anak keturunannya, sehingga tak seorang pun dari mereka yang bisa terbebas dari dosa, kecuali berdasarkan upaya mereka sendiri. Oleh karena itu Santo Augustinus mengatakan bahwa hakikat kehidupan manusia di bumi ini hanyalah sebuah penebusan dosa yang dilakukan oleh adam dan hawa terdahulu.
Hakikat teori sejarah adalah suatu gerak yang tumbuh dan berkembang secara revolusi, karena menggambarkan peristiwa sejarah masa lampau secara kronologis. Urutan secara kronologis merupakan pokok teori untuk menggambarkan gerak sejarah.
Sejarah menurut Santo Augustinus adalah perjuangan antara dua unsur yang saling bertentangan, yang baik dan yang buruk hal ini tidak terlepas dari pengalaman hidup yang terurai dari biografi Santo Agustinus yang saya jelaskan di biografi di atas. Teori gerak sejarah menurut Santo Augustinus ditentukan oleh kehendak Tuhan. Hukum alam menjadi hukum Tuhan, kodrat alam menjadi kodrat Tuhan, Tuhan menentukan takdir, manusia menerima nasib. Gerak manusia bersifat pasif karena segala sesuatunya ditentukan oleh Tuhan.
Agustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus. Sejarah lebih dari itu ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi, sejarah sebenarnya mempunyai suatu permulaan dan mempunyai akhir.
Sejarah sebagai wujud kehendak Tuhan ialah bahwa manusia tidak bebas menentukan nasibnya sendiri. Ia menerima nasib dari Tuhan, apa yang diterima sebagai kehendak Tuhan. Tuhan sudah menentukan perjalanan hidup yang sudah ditentukan Tuhan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tuhan sudah menentukan perjalanan hidup manusia dan alam, manusia tidak dapat mengubah garis hidup yang sudah ditentukan. Bagi alam fikiran Yunani manusia menerima segala sesuatu dengan amor fati (gembira), bagi alam kodrat ilahi pemberian Tuhan diterima dengan fiat voluntas tua (kehendak Tuhan terlaksanalah).
Santo Agustinus menghimpun suatu teori sejarah berdasarkan fiat voluntas tua itu. Gerak sejarah dunia diibaratkan riwayat hidup manusia, babakan waktu disusun menurut tingkatan-tingkatan hidup manusia:
No | Santo Agustinus | Artinya | Zaman |
1 | Intifia | Bayi | Adam sampai Nuh |
2 | Pueritia | Kanak-kanak | Sem, Jafet |
3 | Adulescentia | Pemuda | Ibrahim sampai Daud |
4 | Inventus | Kejantanan | Daud |
5 | Gravitas | Dewasa, dewasa bijaksana | Babilonia |
6 | Kiamat | Tua | Pemilihan antara baik-jahat |
Santo Augustinus menerangkan bahwa tujuan gerak sejarah ialah terwujudnya kehendak Tuhan dalam civitas dei atau kerajaan tuhan. Civitas dei merupakan tempat manusia pilihan Tuhan yang menerima ajaran Tuhan dan yang menolaknya akan ditampung didalam civitas diaboli (kerajaan setan) atau neraka. Selanjutnya ia mengajarkan bahwa hakikat sesungguhnya kehidupan adalah penembusan dosa.
C. Pandangan Santo Agustinus, Filsafat Tentang Sejarah dalam Bukunya The City Of God (kota Allah atau Tuhan)
Santo Agustinus adalah seorang penulis yang produktif dan banyak menghasilkan karya-karya dan karya-karyanya banyak yang membahas tentang teologi (teori tentang ke-Tuhanan), dalam beberapa karya Santo Agustinus adalah membahas tentang tiga hal:
- Filsafat murni, terutama teorinya tentang waktu.
- Filsafat tentang sejarah, seperti dalam karyanya, The City Of God (kota Allah/Tuhan).
- Teorinya tentang penebusan, terutamayang berkaitan dengan kaum pelagian.
Namun dari tiga perkara diatas kami hanya akan dibahas poin yang kedua yaitu, filsafat tentang sejarah, karya Santo Agustinus yang berjudul The City Of God.
Pada tahun 410 M, Roma dijatuhkan oleh kaum Visigoth. Kaum pagan menghubungkan peristiwa itu dengan Roma telah menelantarkan Dewa-Dewa kuno. Karena pada saat Roma tidak memuja Jupiter(dewa), Roma mengalami malapetaka diatas. Dan ketika Roma memuja para dewa (Jupiter), Roma terlindungi dan tetap berkuasa. Karena. Dalam pagan memandang bahwasemua itu sudah menjadi kehendak dewa-dewa. Argumen diatas adalah argumennya kaum pagan tentang The City Of God.The City Of God. Yang ditulis oleh Santo Agustinus pada tahun 412 hingga 427 yang berisikan tentang jawaban terhadap pertanyaan sekitar kehancuran Roma, dan berisi dua peristiwa besar yakni kejatuhan Roma ke tangan bangsa Visigoth dan Alarik pada tahun 410 M dan diterimanya agama keristen melalui dekrit politik kaisar Theodosius menjadi agama resmi imperium Romawi pada tahun 393 M.
Buku The City Of God diawali dengan renungan yang berawal dari penyerbuan atas Roma dan dizaman pra-kristen kejadian yang lebih buruk . kaum pagan mengaitkan kejadian itu dengan agama Kristen karena, selama terjadinya kejadian itu orang-orang Roma berlindung gereja-gereja yang dimulyakan oleh orang-orang Goth dan sebab mereka beragama Kristen.
Selanjutnya, buku ini membahas persoalan tentang para perawan yang saleh yang diperkosa selama penyerbuan atas Roma. Pandangan Santo Agustinus tentang perempuan diperkosa dia berpendapat “syahwat orang lain tidak bisa mencemari kalian”. Kesucian adalah keutamaan batin dan tidak hilang karena, pemerkosaan. Melainkan, kesucian akan hilang karena karena niat dosa.
Ada satu kesatuan bagi kaum perempuan saleh yang diperkosa untuk bisa dinilai tak berdosa, mereka tidak boleh menikmatinya jika mereka menikmatinya maka mereka berdosa. Santo Agustinus menyangga kamu stoa tentang mengutuk segala macam nafsu, Santo Agustinus mengatakan bahwa nafsu para pemeluk Kristen bisa menjadi sumber keutamaan kemarahan, atau kasih-sayang nafsu tidak harus dikutuk namun, kita selidiki tujuannya.
Buku XI mengawali pembahasan tentang hakekat kota Allah. Kota Allah adalah masyarakat dan kaum terpilih. Pengetahuan tentang Allah hanya bisa di peroleh melalui kristus, karena mengenai semua pengetahuan agama harus pecaya pada kitab suci (suci). Selain itu, dia juga berpendapat bahwa segala yang diberkati bersifat kekal. Akan tetapi, tidak semua yang kekal diberkati,misalnya, neraka dan setan.
Selanjutnya Santo Agustinus juga membahas tentang perihal dosa. Menurutnya, dosa bersumber dari jiwa bukan dari tubuh. Dan perkara ini berhubungan dengan nafsu seksual. Walaupun, pada hakikatnya hubungan seksualdalam sebuah perkawinan tidak berdosa karena, niatnya adalah untuk memperoleh keturunan. Akan tetapi, bagi seorang saleh ingin melakukannya tanpa disertai syahwat. Karena, yang demikian walaupun dalam perkawinan orang-orang merasa dengan hubungan seksual yang disertai syahwat/nafsu. Hal ini berhubungan dengan hukuman tentang dosa Adam yang menimpa kita (umat manusia). Karena, dahulu Adam dan Hawa dapat melakukan hubungan seksual tanpa disertai dengan syahwat. Namun, karena Adam tidak dapat menjauhkan dirinya dari pohon apel maka, kebutuhan syahwat dalam hubungan seksual adalah hukuman bagi dosa Adam.
Kemudian pembahasan selanjutnya, Santo Agustinus menyebutkan bahwa ada dua kebangkitan yaitu kebangkitan jiwa pada saat kematian dan kebangkitan tubuh pada hari penghakiman. Dimana, setelah kebangkitan tubuh maka, tubuh-tubuh yang terhukum akan terbakar selamanya tanpa bisa musnah (karena, pada hakikatnya neraka bersifat kekal). Dan para iblis misalnya, walaupun pada hakikatnya mereka tidak berjasad namun, dapat terbakar oleh api biasa. Selain itu, dia juga berpendapat bahwa siksa neraka tidak mensucikan dan tidak akan bisa dikurangi sekalipun oleh campur tangan para Santo. Dan diakhir pembahasan buku The City Of God ini menguraikan tentang visi Santo Agustinus mengenai Allah disurga dan tentang kebahagiaan kekal dikota Allah. ·
Hubungan Manusia dan Tuhan
Terpisah dari Tuhan tidak ada realitas, ungkapan ini tidak sulit dipahami bila kita menganggap bahwa esensi hanya milik Tuhan, hanya tuhan yang memilikinya. Tidak sulit dipahami bila kita berpendapat bahwa hakikat yang sebenarnya (realitas yang sebenarnya) adalah sebab awal; hanya Tuhanlah yang merupakan sebab awal. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan Plato, jelas pendapat ini berbeda dengan Plato. Bagi Plato, idea-idea yang tidak hanya satu itu adalah realitas yang sesungguhnya.
Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool: Tuhan dan manusia. Akan tetapi, dapat juga dikatakan seluruh ajaran Augustinus berpusat pada Tuhan. Kesimpulan terakhir ini diambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan, tidak lebih dari itu. Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran, setelah ia yakin bahwa ia ada, setelah ia yakin bahwa ia mampu mengenal Tuhan, maka mulailah mempelajari Tuhan. Bagimana kita bisa tahu tentanmg Tuhan ? menurut Augustinus, dalam kita mencari kebenaran, keindahan, kebaikan, kita sebenarnya dibimbing oleh konsep ada kebenaran, ada keindahan, dan ada kebaikan, yang absolut . maksud argumen ini adalah bahwa banyak kebenaran tentang benar, banyak kebenaran tentang indah, banyak kebenaran tentang baik. Menghadapi keadaan ini manusia didesak pada harus adanya yang absolut serta abadi itulah Tuhan. Jadi, ada semacam desakan kebutuhan yang ada dalam diri manusia, kebutuhan pada ukuran absolut tertinggi tatkala ia dihadapkan pada keanekaan objek. Menurut Augustinus, keesaan itu adalah Tuhan. Jadi, Tuhan itu ditemukan dengan rasa, bukan dengan proses pemikiran.
Ia juga berargumen lain tentang adanya Tuhan. Ia mengambil susunan alam semesta. Alam semesta ini menurut pendapatnya memerlukan pencipta. Fisik alam yang tidak teratur ini, tidak berketentuan ini, memerlukan pencipta dan pengatur. Yang dimaksud tidak berketentuan ialah tidak tentu asalnya, keadaanya sekarang, riwayat alam ini selanjutnya. Keadaan alam seperti ini menurut Augustinus memerlukan pencipta dan pengatur. Ia sependapat dengan Plotinus yang mengatakan bahwa Tuhan itu di atas segala jenis. Sifat Tuhan yang paling penting ialah kekal, bijaksana, mahakuasa, tidak terbatas, maha tahu, maha sempurna, dan tidak dapat diubah. Tuhan itu kuno, tetapi selalu baru; Tuhan adalah suatu kebenaran yang abadi.
D. Kontribusi Santo Augustinus terhadap Sejarah
Salah satu karya Agustinus yang berpengaruh, dan menampakkan pikirannya tentang sejarah, adalah De Civitate Dei atau The City of God. Buku ini ditulis dengan latar belakang kegaduhan suasana masyarakat waktu itu, di mana Roma diserbu oleh bangsa-bangsa Barbar. Banyak orang saat itu menganggap bahwa apa yang terjadi pada Roma dikarenakan orang-orang Roma telah meninggalkan agama mereka (pagan) dan beralih ke agama baru, yakni Kristen. Mereka menganggap bahwa terjadi suatu hukuman atau kutukan.
Agustinus menjawab dengan membantah pendapat tersebut melalui buku The City of God yang terdiri dari duapuluh dua buku. Ia membutuhkan sekitar tiga belas tahun untuk menyelesaikan karya tersebut. Bukan hanya bantahan atau jawaban atas persoalan masyarakat waktu itu, buku tersebut juga memuat suatu uraian filsafat sejarah yang sistematis (Mayer, 1960: 363-364).
Buku The City of God dapat dibagi menjadi dua bagian utama. Pertama, buku 1 hingga 10, berkaitan dengan keyakinan pagan bangsa Roma dan kekejaman yang telah dilakukan oleh Roma selama ini terhadap musuh-musuhnya. Peristiwa runtuhnya Roma akibat serangan bangsa Barbar adalah sama dengan apa yang dilakukan Roma terhadap musuh-musuhnya. Bagian kedua, buku 11 hingga 22, menerangkan tentang kemunculan dua kota, yakni Kota Tuhan dan Kota Iblis. Agustinus menerangkan bagaimana kedua kota ini berproses hingga akhir (Mayer, 1960: 364).
Agustinus berpendapat bahwa jalannya sejarah memiliki pola linear. Hal ini berbeda dengan para pemikir sejarah pada masa kuno dalam hal ini Yunani kuno yang menganggap bahwa sejarah berpola siklis. Sejarah, menurut Agustinus, adalah proses linear. Pemikiran filsafat sejarah Agustinus dituntun oleh suatu pandangan dunia yang bersifat teleologis atau bertujuan (Mayer, 1960: 364) Sejarah berjalan dengan suatu tujuan tertentu.
Sejarah manusia telah dirancang oleh Tuhan. Ia memerintahkan dan menguji manusia. Agustinus juga mengatakan bahwa masa lalu manusia menentukan apa yang akan terjadi di masa depan. Seluruh kejadian di dalam sejarah manusia merupakan pelajaran, dan dari sana dapat diambil pelajaran tentang apa yang dibutuhkan bagi keselamatan di masa yang akan datang (Jones, 1969: 133-134).
Seluruh sejarah yang dituntun oleh Tuhan memiliki awal dan akhir (Mayer, 1960: 364). Sejarah memiliki arah dan merupakan drama yang ditentukan Tuhan. Setiap fase di dalam sejarah merupakan susunan menuju suatu puncak sejarah. Segala peristiwa yang mengikuti setiap fase akan menguatkan puncak sejarah (Jones, 1969: 135). Awal sejarah manusia, menurut Agustinus, adalah peristiwa jatuhnya Adam-Hawa, atau dosa pertama manusia. Sedangkan akhir dari sejarah adalah kemenangan Tuhan atas kekuatan jahat (Mayer, 1960: 364).
Menurut Agustinus, puncak dari sejarah manusia adalah riwayat Yesus. Segala peristiwa yang terjadi sebelum kelahiran Yesus dirancang oleh Tuhan untuk menuju peristiwa besar tersebut. Sedangkan segala peristiwa setelah kebangkitan Yesus adalah dirancang untuk menambah dampak peristiwa besar Yesus (Jones, 1969: 135).
Meski demikian, Agustinus tetap memiliki sumbangan besar di dalam bidang sejarah. Sumbangan Agustinus akan terlihat jelas jika ia dibandingkan dengan para sejarawan Yunani terdahulu yang pernah ada, misal Herodotos dan Thucydides. Meski kedua sejarawan tersebut bersifat lebih saintifik, namun konsepsi sejarah mereka lebih sempit daripada Agustinus. Mereka hanya berurusan dengan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi. Para sejarawan Yunani kuno membatasi diri untuk menulis peristiwa yang terjadi sebagaimana mereka alami sendiri, atau setidaknya yang terjadi di masa mereka. Namun, meski peristiwa-peristiwa sejarah tersebut sedang terjadi, para pemikir Yunani banyak yang tidak bisa mengemukakan penjelasan sejarah tentangnya. Penjelasannya sering bersifat irasional, seperti faktor kebetulan (Jones, 1969: 135).
Bagi Agustinus, segala peristiwa yang terjadi bukan lah kebetulan. Sebagaimana telah disinggung di atas, Tuhan melakukan pemeliharaan terhadap sejarah manusia. Baginya, terdapat kesatuan dan arah bagi berjalannya sejarah. Sejarah manusia adalah suatu drama yang mengungkapkan akhir yang penuh makna, dan bukan sesuatu yang tidak bermakna. Tidak ada sesuatu yang irasional. Jika manusia tidak dapat mengerti peristiwa di dalam sejarah, maka sesungguhnya hal ini karena manusia belum bisa memahami maksud dari kehendak Tuhan membuat peristiwa tersebut. Ketika manusia telah memahami maksud Tuhan, maka mereka akan memahami alasan terjadinya suatu peristiwa di dalam sejarah yang hal ini berkaitan dengan tujuan akhir dari maksud Tuhan (Jones, 1969: 135).
Pemikiran Agustinus tentang filsafat sejarah memiliki pengaruh bukan hanya di kalangan pemikiran keagamaan saja, namun juga terhadap filsafat sekular (Mayer, 1960: 364). Pada intinya, pemikiran Agustinus tentang Filsafat Sejarah adalah sejarah ide, yakni berasal dari ide dan digerakkan oleh ide. Ide di sini merupakan ide tertinggi, yakni Tuhan. Sejarah digerakkan oleh ide. Materi adalah kendaraan. Sementara itu, gerak sejarah berpola linear. Jalannya sejarah bersifat teratur. Sejarah bersifat teleologis-religius.
E. Contoh Pemikiran Santo Agustinus dalam Sejarah
1. Perang Salib Perang Salib terjadi pada masa abad pertengahan, perang salib sendi mempunyai dua versi yaitu versi Kristen dan versi Islam. Ada enam periode dalam perang salib yaitu:
a. Perang Salib Satu
Perang Salib pada awalnya adalah perang defensif bukan ofensif. Selama lima abad lamanya Timur Tengah merupakan bagian dari Israel-Palestina, Yordan, Mesir, Lebanon dan Syria yang adalah wilayah Kristen. Hal itu terjadi karena pemberitaan Injil yang menyebabkan pertobatan penduduk dan para penguasa. Oleh karena itu, setelah Kaisar Konstantin menjadi Kristen, maka agama Kristen berubah menjadi kekuatan politik, sehingga makin lama semakin kehilangan kuasa rohaninya. Dalam situasi ini tentara jihad dari Arab Saudi mengubah peta politik dan agama utama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara. Perubahan ini terjadi melalui penumpahan darah dan pembantaian terhadap banyak sekali orang Kristen. Ada beberapa alasan menenai terjadinya perang salib yaitu: 1. Alasan pertama Perang Salib adalah untuk membela dan membebaskan orang-orang Kristen yang dijajah oleh orang-orang Islam. Sebagaimana sudah kita selidiki dan ketahui bahwa dalam waktu kurang dari satu abad Islam berhasil merebut dua pertiga dari dunia Kristen: Palestina, Syria, Mesir, Turki, Spanyol, Portugal dll. Di bawah Khalifah Fatimid Kalif al-Hakim, dua ribu gereja dihancurkan termasuk Gereja Makam Kudus pada tahun 1009. Jadi, Paus Innocent III menulis: “Apakah kamu tidak tahu bahwa ribuan orang Kristen diperbudak dan ditawan oleh orang Islam, disiksa dengan siksaan yang tak dapat terhitung?” Itulah sebabnya, Perang Salib dianggap sebagai kewajiban umat Kristen untuk mengungkapkan kasih mereka kepada saudara-saudaranya yang menderita dan untuk mengungkapkan kasih kepada Kristus. Pada waktu itu, Islam dipandang sebagai musuh Kristus dan Gereja. Tujuan dari Perang Salib adalah untuk mengalahkan Islam dan membebaskan umat Kristen dari jajahannya. Berdasarkan pada pandangan itu, maka Gereja membuat sumpah kudus sehingga banyak orang yang rela berangkat ke Israel untuk memerdekakan Tanah Kudus dari tangan orang Islam. Sebab kedua terjadi Perang Salib, adalah supaya umat Kristen merebut kembali Yerusalem, kota kudus, dari tangan dan kuasa orang Islam. Sejak Konstantin, banyak orang Kristen berziarah ke Tanah Suci. Walaupun daerah itu dikuasai oleh Islam sejak tahun 638, mereka masih bisa mengunjunginya. Tetapi pada abad kesebelas, orang Seljuk dari Turki menguasi Yerusalem dan melarang kunjungan Umat Kristen ke sana. Jadi, pada tahun 1095, Paus Urban II menyerukan adanya Perang Salib untuk menghentikan serangan Islam terhadap wilayah-wilayah Kristen. Dalam pidatonya di Musyawarah Clermont di Perancis pada November 27, 1095, ia memanggil orang Kristen dari semua Negara Kristen untuk berziarah ke Tanah Suci dan mengadakan Perang Salib.
Ø Tujuh Perang Salib
- Yang pertama, 1095-1099, dicanangkan oleh Paus Urban II
- Yang kedua: 1147-1149, dipimpin oleh Raja Louis VII yang gagal, dan yang mengakibatkan kehilangan salah satu dari empat Kerajaan Latin, yaitu, Edessa.
- Yang ketiga: 1188-1192, dicanangkan oleh Paus Gregory VIII sesudah kegagalan perang salib yang kedua. Dipimpin oleh Emperor Frederick Barbarossa, Raja Philip Augustus dari Perancis dan Raja Richard “Coeur-de-Lion” dari Inggris.
- Yang keempat: di mana Konstantinopel dihancurkan, 1202-1204
- Yang kelima: termasuk yang direbutnya Damietta, 1217-1221.
- Yang keenam: di mana Frederick II ikut berperang (1228-1229); juga Thibaud de Champagne dan Richard dari Cornwall (1239).
- Yang ketujuh: dipimpin oleh St. Louis (Raja Louis IX dari Perancis), 1248-1250.
Ø Kerajaan Perang Salib (1099 sampai 1187)
Pada tahun 1099, Yerusalem diduduki oleh para Laskar Salib. Banyak orang Yahudi yang dibunuh dan hampir semua diusir. Ada empat “Kerajaan Krusader” yang didirikan di Israel pada waktu itu. Salah satu Kerajaan Krusader didirikan di Yerusalem dan Baldwin I diangkat sebagai Raja Yerusalem. Selama adanya kerajaan itu, banyak sekali perubahan yang terjadi di Yerusalem dan sekitarnya. Orang-orang Yahudi diusir, sehingga mayoritas penduduk Yerusalem menjadi orang Kristen. Yerusalem menjadi kota besar, ibu kota kerajaan, bahkan menjadi kota penting bagi orang Kristen. Jadi, terjadilah perubahan besar dari yang sebelumnya hanya merupakan sebuah kota kecil di pedalaman.
Banyak pembangunan terjadi pada masa itu yang menghasilkan gedung-gedung besar dan membentuk tata kota yang masih bertahan bentuknya sampai sekarang. Yang paling utama dibangun adalah gereja, biara dan asrama bagi peziarah. Dome of the Rock diubah fungsinya dari mesjid menjadi gereja, mesjid al-Aqsa, diberi nama baru, Bait Salomo, dan menjadi tempat tinggal raja. Harus diakui bahwa walaupun awalnya Perang Salib bersifat defensif, makin lama semakin jahatlah perbuatan yang dilakukan oleh Tentara Salib, termasuk pembunuhan atas banyak orang Yahudi dan Muslim. Karena itu, tanggapan umum yang terjadi di hampir semua kalangan terhadap Perang Salib sampai masa kini adalah sangat negatif.
Ø Dampaknya atas orang Yahudi
Walaupun banyak orang Yahudi yang dibunuh dan diusir dari Yerusalem, tetapi masih ada yang tetap tinggal di daerah Palestina dan sekitarnya. Pada 1165, Benjamin dari Tudela, seorang Spanyol yang terkenal, melaporkan bahwa “Akademi Yerusalem” sudah didirikan di Damsyik. Meskipun banyak orang Yahudi yang diusir dari Jerusalem, Acre, Kaisaria dan Haifa, tetapi masih ada yang tetap tinggal di desa-desa di Galilea.
Pada abad ketigabelas, Acre juga memiliki suatu akademi Yahudi. Dilaporkan bahwa selama abad keduabelas dan ketigabelas, masih ada orang-orang Yahudi yang tetap masuk daerah Palestina dari daerah Islam lain, khususnya dari Afrika Utara.
Ø 1187 -1291 Zaman Islam di bawah Khalifah Ayyoubite
Pada tahun 1187, Salah al-Din (Saladin) seorang Kurdi, sesudah mendirikan pemerintahan Abbasid atas Fatimid Mesir, ia merebut kota Yerusalem dalam Perang Hattin. Tentaranya mengalahkan tentara Kristen dan kota-kota Kristen lain pun mulai menyerah. Benteng Krusader terakhir, yakni Acre pun jatuh pada tahun 1291. Pada waktu itu, tidak ada lagi sisa-sisa kerajaan dari Perang Salib karena semuanya dibunuh atau pun diusir. Walaupun ada berbagai usaha dan rencana lagi, namun orang Kristen tidak pernah lagi berkuasa di daerah itu sampai abad kesembilanbelas.
Akhirnya, orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam diizinkan untuk kembali tinggal di Yerusalem. Pada tahun 1192, Richard “the Lion Heart” berusaha merebut kembali Yerusalem, namun tetap gagal. Jadi, diadakanlah perjanjian dengan Salah al-Din (Saladin) yang mengizinkan orang Kristen mengunjungi dan beribadah di tempat-tempat kudus mereka. Sesudah Yerusalem direbut kembali, Salah al-Din tidak mau membunuh penduduknya dan juga tidak menghancurkan gedung-gedungnya. Ada usaha besar dari orang Kristen selama Perang Salib untuk menghapuskan tanda penguasaan Islam di sana, tetapi tidak bisa. Di dalam pemerintahan baru Islam, gedung seperti Dome of the Rock, dijadikan mesjid lagi dan banyak gedung lain dijadikan sebagai institusi Islam.
Ketika Salah al-Din diancam dengan Perang Salib ketiga, ia membangun kembali tembok Yerusalem. Namun pada tahun 1219, al-Malik al Mu’azzam ‘Isa, memerintahkan agar tembok tersebut dihancurkan kembali. Pada waktu itulah hampir semua penduduk Yerusalem meninggalkan kota tersebut. Sampai zaman Ottoman, 320 tahun kemudian, kota Yerusalem tetap tidak memiliki tembok.
Ø 1244, Orang Turki Khawariz merebut Yerusalem.
Waktu orang Turki Khawariz merebut Yerusalem, sekitar 7.000 orang Kristen yang tinggal di Yerusalem dibunuh selain 300 orang yang lari ke Yafa. Bukan hanya itu, serentetan serangan di seluruh daerah itu dari orang Mongol yang menyebabkan banyak penduduk mengungsi untuk mencari ke tempat yang aman. Pada tahun 1260, orang-orang Mamluk mengalahkan orang-orang Mongol pada Perang Ein Jalut di Lembah Yizril di depan Lembah Harmagedon. Setelah terjadinya serangan Khawariz dan Mongol, maka kota Yerusalem hampir kosong dan tidak berpenduduk. Hanya sesudah orang Mamluk menetapkan pemerintahan, maka kota itu dapat diduduki lagi. Tapi, karena pemerintahan Mamluk tidak mengembangkan ekonomi Yerusalem, maka kota itu tidak berkembang. Ia hanya membangun institusi agamawi, seperti mesjid, madrasah, zawia (biara), khanakah (pusat mistik Sufi) dan rumah sakit.
Setelah semua peristiwa itu terjadi, maka Yerusalem bukan lagi menjadi ibu kota kerajaan. Karena itulah, Yerusalem kembali menjadi kota kecil di pedalaman yang tanpa tembok dengan penduduknya sangat sedikit. Keadaan seperti inilah yang terus-menerus terjadi di Yerusalem sampai awal abad ke-20.
Sumber :
Russel, Bertrand. 2002. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka pelajar offset.
Tamburaka, Rustam E. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah,Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
http://rukun-suratpaulus.blogspot.com/2011/10/perang-salib-versi-rukun-hutagalung-sth.html