Sejarah Lokal

Rahmad Ardiansyah

Sejarah lokal bisa diartikan sebagai sejarah daerah tertentu, maka banyak hal yang bisa kita hubungkan dengan sejarah tersebut yaitu babad, tambo, riwayat, hikayat, dan sebagainya. Tradisi menulis sejarah dengan dasar kecintaan terhadap sesuatu daerah secara berlebihan dianggap “amatir” oleh kalangan sejarawan profesional. Seperti halnya di Indonesia di Negara barat pun amaturis (sejarawan amatir) juga cukup banyak. Cara kerja para amaturis dalam penulisan sejarah di Negara barat juga dikritik kurang memenuhi standart sejarah kritis. Namun di Negara barat para karya para amaturis tidak serta merta dipinggirkan malah mereka didukung untuk ditingkatkan pada saat ini. Alasannya mereka bisa membantu usaha konservasi peninggalan – peninggalan sejarah atau sumber – sumber sejarah pada umumnya yang nantinya akan dimanfaatkan bagi penelitian sejarah lokal yang profesional.

Agar lebih menegaskan perlunya dukungan para sejarawan profesional terhadap para amaturis dalam penulisan sejarah lokal menurut Clark kenyataannya dimana – mana studi sejarah dimulai oleh studi sejarah lokal, yang pada dasarnya dilakukan mula – mula oleh para amaturis. Dengan demikian Clark menegaskan terlepas dari metodologis para amaturis, namun hasil – hasil mereka perlu dihargai terutama sebagai bahan dasar penelitian lebih lanjut. Sejarawan Soeri Soeroto mengemukakan bahwa dia menyarankan agar guru sejarah didorong untuk melaksanakan studi – studi sejarah lokal secara sederhana. Dia juga kurang setuju dengan sifat para sejarawan profesional yang selalu menuntut perfeksionisme dalam penulisan sejarah lokal.

Usaha untuk memberikan peran yang lebih besar bagi peminat sejarah lokal yang bukan profesional juga muncul dalam seminar sejarah lokal di Denpasar yang dikemukakan Sediono Tjondronegoro yaitu dalam hubungan dengan permasalahan siapakah yang dapat diserahi perekam sejarah lokal yang tidak mempunyai bias yang terlalu kuat pada penguasa semata – mata? Jadi menurut Sediono Tjondronegoro para guru sejarah pada sekolah tingkat lanjutanlah yang berhak diesrahi perekam sejarah lokal, karena para guru juga dekat dengan para masyarakat. Dengan demikian dilihat secara akademis kesejarahan maupun dari perspektif pendidikan kesejarahan. Sudah jelas peranan penting studi sejarah lokal, apakah dilakukan secara professional akademis, ataupun secara amatir edukatif.

Batasan Pengetian Serta Ruang Lingkup Sejarah Lokal

Nampaknya belum ada rumusan tentang pengertian sejarah lokal, sebenarnya banyak pendapat para sejarawan tentang sejarah lokal tetapi kalaupun ada pasti diperdebatkan lebih lanjut. Mungkin kita bisa dengan rumusan sederhana bahwa sejarah lokal bisa dikatakan sebagai suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas meliputi suatu lokalitas tertentu. Di Indonesia sejarah lokal dikenal dengan sejarah daerah, sering istilah sejarah lokal dan sejarah daerah ddigunakan secara berganti – ganti tanpa suatu penjelasan yang tegas bahwa keduanya berbeda.

Berkaitan dengan unsur etniskultural ada pula istilah “ethnohistory” yang terutama muncul dikalangan ahli antropologi. Menurut Budhi Santosa, Ethnohistory adalah sejarah suku bangsa atau sejarah etnis. Meskipun ada aspek dari sejarah etnis. Meskipun ada aspek dari sejarah etnis yang saling bertumpang tindih dengan pengertian sejarah lokal, terutama dalam hubungan aspek kesatuan etniskultural tapi tentu saja tidak ada dasar yang kuat untuk menjumbuhkan kedua istilah itu, kedua istilah itu pada dasarnya berakar pada dua disiplin ilmu yang berbeda, yang satu (sejarah lokal) adalah bagian dari sejarah, sedangkan yang lain (sejarah etnis) adalah hakekatnya termasuk disiplin ilmu antropologi. Ruang lingkup sejarah lokal atas dasar jalan pikiran Jordan adalah keseluruhan lingkunagn sekitar yang bisa berupa kesatuan wilayah seperti desa, kecamatan, kabupaten, kota kecil, dan lain lain.

Artian Penting Sejarah Lokal

Arti penting dari kajian sejarah lokal telah dikemukakan dengan baik oleh sejarawan L.B. Lapian yang inti – intinya bisa dikemukakan sebagai berikut. Pertama Lapian mengemukakan bahwa pengembangan penulisan sejarah yang bersifat nasional seperti sekarang ini sering kurang memberi makna bagi orang – orang tertentu, terutama yang menyangkut sejarah wilayahnya sendiri. Dengan demikian untuk mengenal berbagai peristiwa sejarah di wilayah di seluruh Indonesia dengan lebih baik dan lebih bermakna. Menurut Lapian juga kepentingan lebih lanjut dari kajian sejarah lokal yaitu untuk bisa mengadakan koreksi terhadap generalisasi – generalisasi yang sering dibuat dalam penulisan sejarah lokal yaitu memperluas pandangan tentang dunia Indonesia.

Penelitian dan Penulisan Sejarah Lokal

Empat langkah utama dalam kegiatan penelitian dan penulisan sejarah lokal.

  • Usaha mengumpulkan jejak atau sumber sejarah
  • Usaha untuk menyeleksi atau menyaring jejak atau sumber
  • Usaha menginterprestasikan hubungan fakta satu dengan fakta lainnya
  • Penulisan sejarah

Klasifikasi jejak atau sumber sejarah dibagi menjadi dua yaitu tidak sengaja (unpremeditated) oleh manusia dalam kegiatannya sehari – hari, selanjutnya yaitu dengan sengaja (intentional). Pengklasifikasian lain yaitu pembagian sejarah menjadi jejak “historis” dan “non historis”. Selanjutnya jejak historis dibedakan menjadi beberapa kategori lagi yaitu menurut Kyvig dan Marty misalnya membagi jejak historis menjadi 4 jenis yaitu

  1. Jejak non material
  2. Jejak material
  3. Jejak tertulis
  4. Dan jejak yang disebut representasional

Sebenarnya ada satu jenis lagi yang cukup penting dalam penulisan sejarah lokal yaitu jejak berupa informasi lisan dari pelaku atau saksi sejarah. Dari kelima jenis jejak diatas memang semuanya penting untuk penyusunan sejarah lokal. Yang menjadi fokus perhatian para sejarawan ialah sumber atau jejak tertulis. Yang tak kalah pentingnya yaitu surat kabar atau majalah yang berisi berbagai peristiwa sehari – hari dalam kehidupan masyarakat suatu jaman tertentu. Dokumen khusus yang sangat penting menurut Kyvig dan Marty adalah “ephemera” sebagai dokumen “gado-gado”. Hal ini dianggap kurang berarti bagi sebagian orang tetapi perannya sangat penting untuk mengetahui situasi sehari – hari masyarakat.

Dalam penelusuran jejak sejarah yang merupakan langkah awal penyusunan sejarah lokal yaitu kemampuan melihat maupun mendengar. Langkah kedua yaitu kritik sejarah. Kritik sejarah dibedakan menjadi dua yaitu (1) kritik ekstern dan (2) kritik intern. Langkah ketiga dalam prosedur kerja sejarawan yaitu membuat interpretasi terhadap fakta. Disinilah bisa timbul masalah khusus dalam prosedur kerja sejarawan yaitu kemungkinan subjektivitas yang berlebihan dari sejarawan. Namun, sebenarnya telah ada satu standart etis yang mestinya menghalanginya untuk berbuat seperti yang dikemukakan. Apabila sejarawan sudah bisa membangun ide – ide tentang hubungan fakta satu dengan fakta lainnya, maka kegiatan sejarawan sampai pada langkah terakhir dari prosedur kerjanya yaitu penulisan ceritera sejarah.

Dalam penyusunan ceritera sejarah ada cara – cara tertentu yang perlu diperhatikan yaitu seperti prinsip serialisasi (cara – cara membuat urutan peristiwa) yang mana memerlukan prinsip – prinsip lanjutan seperti kronologi (urut – urutan waktunya), prinsip kausasi (hubungan sebab akibatnya) dan sebagainya. Selain itu sejarawan juga dituntut untuk bisa mengarang atau membuat susunan ceritera yang menarik. Kesulitan sejarawan di Indonesia terutama ditingkat lokal agaknya mengalami kesulitan yaitu dari dokumen, arsip tentang masa lampau yang tersimpan sebagai arsip – arsip lokal. Terkadang di suatu daerah ada sumber – sumber sejarah lebih banyak dari pada daerah lain karena pada masa lampau pemerintah dikawaasan tersebut secara aktif mencatat kegiatan – kegiatan baik dari politik, ekonomi, budaya, serta situasi sosial pada umumnya

Kebanyakan sumber – sumber lebih ke tradisi –tradisia atau ceritera setempat, baik yang sudah tertulis maupun bersifat lisan. Atas dasar tersebut maka peneliti lebih mengutamakan ke jejak sejarah seperti tradisi tertulis dan tradisi lisan. Kendala dalam metode ini yaitu terkadang cerita satu dengan yang lain berbeda – beda, disini peran sejjarah harus mengkritisi agar bisa memilih yang fakta agar bisa dipertanggung jawabkan.

Oleh karena itu, mungkin tidak realistis jika para amaturis dituntut untuk memenuhi profesionalisme. Disamping itu untuk meningkatkan kualitas studi sejarawan perlu juga kegiatan seperti mencari sumber – sumber, misal pimpinan museum, para penanggung jawab arsip, petugas sensus dll untuk meningkatkan bidang yang menyangkut metodologi untuk para amaturis.

Dimensi Makro dan Mikro dalam Sejarah

Sejarawan perlu menentukan pembatasan – pembatasan ruang lingkup mereka untuk kegiatan sejarah antara lain bertolak dari tingkat signifikasi dari peristiwa dalam konteks tertentu. Salah satu cara lain yang juga bisa dijadikan dasar kategorisasi peristiwa sejarah yaitu melihat peristiwa – peristiwa dalam rangka apa yang disebut dengan “unit sejarah”. Menurut sartono kurtodirjo unit sejarah yaitu suatu bagian dari pengetahuan sejarah yang merupakan suatu kategori serta bidang yang dapat dipahami. Yang terpenting dalam kategorisasi adalah adanya pola – pola dari fakta – fakta dalam kerangka tersebut. Juga adanya aspek kesatuan temporal (waktu) serta kesatuan spatial (ruang / tempat) dari rangkaian peristiwa. Dengan demikian, unit – unit historis terwujud dari berbagai kategori yang menyebabkan adanya variasi lingkup sejarah, dari yang melebar / meluas sampai yang menyempit / terbatas. Lingkup historis yang luas sering disebut dimensi makro, sedangkan yang sempit disebut dimensi mikro.

Sejarah makro lebih disenangi oleh para filsafat sejarah dikarenakan dalam kesatuan makro seperti ini dianggap menjadikan kesatuan studi yang lebih bermakna dan lebih utuh. Sedangkan sejarah mikro disenangi oleh sejarawan praktis karena sejarawan secara langsung dating ke sumber – sumber sejarah yang berkaitan. Kelompok ini juga menyadari kepentingan sejarah untuk membuat pemahaman yang lebih komperhensif tentang arti sejarah. Dilain pihak, tidak mungkin mengabaikan gerak sejarah yang bersumber pada kesatuan etnis di lingkungan sejarah mikro ini yaitu pada realitas – realitas yang bersifat khusus (unik).
Dengan dasar ini, studi sejarah mikro juga punya dasar – dasar yang kuat untuk dikembangkan sebagai suatu studi sejarah ilmiah yang otonom.

Kedudukan Sejarah Lokal dalam Sejarah Nasional

Sebelumnya telah dijelaskan dasar – dasar bagi keberadaan sejarah lokal sebagai wujud dari bidang mikro, selanjutnya kita coba mencari kejelasan tentang kedudukan sejarah lokal tersebut. Hubungan erat antara dimensi mikro dan makro dalam sejarah bisa dilihat dalam hubungan studi sejarah di Indonesia. Dari kalimat diatas menunjukkan meskipun sejarah nasional dan sejarah lokal memiliki kategori unit historis sendiri – sendiri tapi tidak bisa dipungkiri adanya keterkaitan antara peristiwa dalam konteks nasional dan lokal. Masing – masing lokalitas memiliki realitas kesejarahannya sendiri yang hanya bisa dimengerti dalam rangka lokalitas itu. Menurut F.A. Soetjipto keterkaitan sejarah lokal dalam hubungan hubungan sejarah nasional juga berbeda – beda beberapa hal yang ikut menentukan keterkaitan keduanya seperti seberapa jauh daerah tertentu berperan dan berkorelasi dengan daerah lain dan seberapa tinggi prestasi daerah sehingga cukup memiliki gema di daerah – daerah lain. Dari pendapat diatas bisa disimpulkan tentang batas – batas ruang lingkup sejarah lokal dan nasional.

Secara umum sejarah nasional ditekankan pada gambaran yang lebih meluas serta menyeluruh dari suatu lingkungan bangsa tanpa mendekati peristiwa lokal. Sedangkan sejarah lokal ditekankan pada peristiwa – peristiwa di lingkungan sekitar suatu lokalitas sebagai suatu kebulatan dan menempatkan sejarah nasional sebagai latar belakang dari peristiwa – peristiwa khusus di lokalitas tersebut.

Tipe – Tipe Sejarah Lokal

Kriteria yang digunakan sebagai dasar pengelompokan antara lain :

  • Tujuan penulisan sejarah
  • Latar belakang pendidikan penyusunnya
  • Sifat pendekatan metodoligis khusus yang digunakan
  • Dan aspek – aspek kehidupan yang jadi sasaran utama studi sejarah lokal

Kepentingan kita menulis klasifikasi tipe – tipe sejarah lokal. Pertama disadari bahwa usaha untuk membuat tipologi sejarah lokal tidak perlu berarti menarik garis besar yang tegas diantara berbagai kelompok yang terlibat dalam penulisan sejarah lokal, karena mereka sama – sama memperkaya cerita – cerita mendetail yang ada di lokalitas tersebut. Namun juga perlu diadakannnya pembatasan wilayah yang ingin dijangkau oleh masing – masing pihak. Bertolak dari beberapa dasar penyusunan tipologi sejarah lokal, terutama dari dasar penulisan yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan penyusunnya bisa dibedakan menjadi :

  • Sejarah lokal tradisional
  • Sejarah lokal dilentatis
  • Sejarah lokal edukatif inspiratif
  • Sejarah lokal kolonial
  • Sejarah lokal kritis analitis

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang. Sejak menjadi pelajar saya hobi terkait IT terkhusus pengelolaan blog. Selain mengelola website Idsejarah.net, saya juga menjadi admin web mgmpsejarahsmg.or.id, admin web sma13smg.sch.id sekaligus menjadi salah satu penulis LKS di Modul Pembelajaran MGMP Sejarah SMA Kota Semarang. Saat ini saya sedang menjalankan program Calon Guru Penggerak angkatan 10. Projek web Idsejarah.net saya harapkan akan menjadi media untuk mempermudah guru sejarah dalam mengakses artikel, video, dan media pembelajaran terkait pembelajaran sejarah. Website ini akan terus dikelola dan dikembangkan agar semakin lengkap. Kedepannya besar harapan saya untuk mengembangkan aplikasi android untuk guru sejarah. Selain mengelola website, saya juga aktif mengelola channel Youtube Idsejarah sebagai media berekspresi platform video online.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah