Lasem merupakan kota dengan sejarah besar yang belum terekspose media. Keberadaannya seolah kalah dengan sejarah dari kota – kota lain. Padahal jika kita mau sejenak mempelajari sejarah kota ini, kita akan tau bagaimana keunikan kota Lasem dengan kota kolonial lainnya. Lasem merupakan kota besar pada zaman kerajaan Majapahit serta zaman kolonialisme. Kabupaten Rembang sebagai pusat pemerintahan pada saat ini bahkan kalah dengan keberadaan Lasem bila dilihat dari sejarahnya. Baru ketika Belanda masuk ke Rembang, kota Rembang mulai berkembang sebagai kota regency (buatan kolonial Belanda) dan mulai menggantikan Lasem sebagai kadipaten. Keberadaan Lasem sebagai kota yang strategis memiliki ketertarikan tersendiri bagi etnis Tionghoa serta orang – orang Belanda.
Banyak peninggalan yang masih tersisa di Lasem dari zaman prasejarah, Hindu Buddha, Islam dan koonialisme. Keberadaannya pun sebagian masih utuh dan terawat. Salah satu bangunan pada zaman kolonialisme yang tersisa adalah bangunan Lawang Ombo. Lawang Ombo terletak di Jalan Dasun, Desa Soditan, Kecamatan Lasem. Lawang Ombo dibangun pada 1860an. Bangunan ini dipergunakan sebagai gudang candu yang dimiliki seorang Tionghoa. Candu didapatkan dari pesisir pantai Lasem dan diselundupkan melalui sungai Lasem. Karena Sungai Lasem sangat penting sebagai transportasi serta masuknya barang – barang dari luar, maka pada saat itu Belanda sebagai pihak yang menguasai Lasem, menjaga ketat sungai tersebut. Untuk mengelabui penjaga Belanda, orang – orang pekerja pribumi suruhan Tionghoa menggunakan kapal kecil dan memasukkan candu ke dalam peti mati untuk kemudian di selundupkan di lubang di bibir sungai dekat dengan Lawang Ombo yang terintegrasi dengan lubang yang ada di bangunan Lawang Ombo. Lawang ombo sangat penting pada waktu itu, karena dari sinilah candu di simpan untuk selanjutnya di sebarkan ke daerah selatan pulau Jawa seperti Magelang.
Bangunan ini mempunyai perpaduan arsitektur, bangunan Lawang Ombo bercirikan bangunan Cina yang terlihat pada genteng Lawang Ombo yang berbentuk melengkung, sedangkan sakanya lebih mirip dengan saka bangunan – bangunan berarsitektur Eropa. Ciri khas Tiongkok yang ada di bangunan Lawang Ombo adalah paviliun yang digunakan untuk menginap tamu. Selain itu, di dalam Lawang Ombo terdapat sebuah lubang dengan diameter 50cm yang terintegrasi dengan lubang yang berada di sungai Lasem yang berjarak 100m dari lubang ersebut. Posisinya yang strategis menjadikan Lawang Ombo menjadi bagian yang sangat penting bagi kelanjutan bisnis candu. Lawang Obo dianggap strategis karena dapat di akses dari manapun baik Surabaya maupun Semarang. Lawang Ombo dibangun sekitar tahun 1860-an oleh Liem Kok Sing. Ia adalah seorang pedagang candu yang dengan candu yang didapatkannya langsung dari Tiongkok. Pemilik sekarang adalah Subagyo, seorang keturunan pengusaha Tionghoa. Hingga sekarang bangunan Lawang Ombo sangat terawat dan masih terjaga keasliannya.