Sayuti Melik dilahirkan di Kadisono, Rejodani, Sleman Yogyakarta pada 25 November 1908. Beliau meninggal di Jakarta 2 Maret 1989. Sayuti Melik adalah putra dari Abdul Muin atau Partoprawito dan Sumilah. Pendidikan Sayuti Melik diawali dari Sekolah Ongko Loro setingkat SD di desa Srowulan sampai kelas IV kemudian melanjutkan sampai mendapat ijazah di Yogyakarta. Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikannya pada tahun 1920 sampai 1924 di Solo dengan mengambl pendidikan sekolah guru. Di sekolah ini Sayuti Melik belajar tentang nasionalisme dari gurunya yang berasal dari Belanda, H.A. Zurink. Dari sinilah beliau yang masih belasan tahun sudah tertarik dengan majalah Islam Bergerak dari K.H. Misbach di Kauman, Solo, ulama yang berhaluan kiri. Dari majalah ini ia memahami bahwa Marxisme sebagai ideologi perjuangan melawan penjajah. Dari K.H Misbach inilah ia belajar Marxisme. Kemudian ia berkenalan dengan Bung Karno pada 1926 di Bandung.
Pada tahun – tahun berikutnya Sayuti Melik lebih banyak melanjutkan hidupnya di penjara. Pada tahun 1926 beliau ditangkap belanda dengan tuduhan bahwa Sayuti Melik membantu PKI dan kemudian diasingkan ke Boven Digul (1927 – 1933). Selanjutnya pada 1936 ia ditangkap oleh Inggris dan dipenjara di Singapura selama satu tahun. Stelah mendapat pengusiran dari wilayah Inggris Sayuti Melik kemudian ditangkap lagi oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta dan dimasukkan sel di Gang Tengah pada 1937 sampai 1938. Di tahun berikutnya ia dimasukkan ke penjara pada tahun 1939-1941 di Sukamiskin Bandung dan terlibat “Pers Delict”. Pada masa pemerintahan Jepang yaitu 1942 ia kembali dipenjara lagi karena dianggap ikut menyebarkan pamflet PKI, akhirnya dipenjara lagi dan dibebaskan menjelang Proklamasi kemerdekaan. Sayuti Melik menjadi salah satu anggota PPKI dan menghandiri perumusan naskah Proklamasi. Teks Proklamasi hasil tulisan tangan Bung Karno diketik ulang oleh Sayuti Melik dengan beberapa perubahan – perubahan kata.
Pasca kemerdekaan Sayuti Melik aktif di organisasi sebagai anggota KNIP. Pada 1946 Sauti Melik kembali dipenjara oleh pemerintah RI karena dianggap memiliki hubungan dengan organisasi Persatuan Perjuangan dan dianggap terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946 namun ketika di pengadilan ia tidak terbukti bersalah. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II ia juga kembali ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Ambarawa dan dibebaskan setelah selesai KMB. Pada 1950 Sayuti Melik diangkat menjadi anggota MPRS dan DPR-GR sebagai wakil dari angkatan 45 dan menjadi Wakil Cendekiawan. Selanjutnya pada 1961 ia mendapat Bintang Maha Putera Tingkat V. Syuti Melik menulis sebuah artikel tentang “Belajar Memahami Soekarnoisme” yang isinya yaitu mempelajari perbedaan pandangan Soekarno tentang Marhaenisme dan Marxisme Leninisme PKI. Sayuti Melik melihat bahwa PKI ingin membonceng kharisma Soekarno dengan memadu padankan paham Marhaenisme dan Marxisme. Akhirnya pada 1965 ia ditangkap dan diperiksa oleh Kejaksaan Agung.
Pada pemerintahan Soeharto, beliau diangkat sebagai anggota MPR dan DPR (1971-1977), sebagai Wakil dari Golkar. Sayuti Melik meninggal pada 2 maret 1989 karena penyakitnya dan kemudian dikebumikan di Kalibata.