Sejarah Singkat Candi Borobudur

Rahmad Ardiansyah

Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang, berjarak 15 km dari Yogyakarta. Borobudur terletak di bukit Menoreh serta dikelilingi oleh gunung – gunung besar seperti Merbabu, Merapi, Sindoro dan Sumbing. Candi ini pun dekat dengan Candi Mendut yaitu berjarak 3 km. Borobudur merupakan peninggalan Dinasti Syailendra dari abad ke – 9 M. Selain nama Borobudur juga disebut Barabudhur dalam sejarahnya. 

Berdasarkan perbandingan analisa antara aksara yang ada di Karmawibhangga dan jenis aksara yang lazim digunakan pada abad ke 8 hingga ke 9 Masehi, diperkirakan candi ini dibangun pada sekitar tahun 800 masehi. Hal ini termasuk dalam kurun waktu kejayaan pemerintahan wangsa Syailendra yaitu pada 760 M hingga 830 Masehi. Pembangunan Candi Borobudur baru terselesaikan pada masa pemerintahan Raja Samaratungga yaitu sekitar tahun 825 Masehi. Belum terlalu jelas mengenai bukti peninggalan sejarah dari Borobudur dan hanya beberapa prasasti saja yang menyinggung mengenai keberadaan Candi Borobudur. Borobudur diduga dirancang oleh seorang arsitek terkenal pada masa lalu yaitu yang bernama Gunadharma. Dan diperkirakan pembangunan Candi Borobudur selesai saat Dinasti Syailendra dengan raja pada masa pemerintahan Raja Samaratungga.

Sejarah Candi Borobudur

Ada prasasti yang berkaitan erat dengan keberadaan Borobudur yaitu Prasasti Sri  Kahulunan yang berangka tahun 842 M. Dalam prasasti itu menyebutkan : “Kawulan i Bhumi Sambhara“. Kata Bhumi Sambhara dianggap sebagai nama lain dari Borobudur dan di Borobudur lah digunakan untuk tempat pemujaan. Poerbatjaraka menganggap bahwa Borobudur memiliki arti Biara Budur dan Sir Thomas Stamford Raffles berpendapat bahwa Borobudur dari kata Bara yang artinya besar dan Budhur yang artinya Buddha. Dan ada juga yang berpendapat Borobudur berasal dari kata bara yang berarti candi atau biara dan beduhur yang berarti perbukitan atau tempat yang tinggi. Jadi Borobudur dapat disebut juga biara di perbukitan. Sedangkan pada kitab Negarakertagama hanya menyebutkan kata Budur saja.

Keruntuhan Candi Borobudur

Tidak ada sumber yang menjelaskan kapan candi ini runtuh dan ditinggalkan. Para ahli berpendapat bahwa pada periode 950 M terjadi letusan dahsyat Gunung Merapi yang mengakibatkan Candi Borobudur tertimbun tanah dan selanjutnya diikuti oleh runtuhnya Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Kemudian Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Hindu pada masa pemerintahan Mpu Sindok atau Sri Isyana Vikramadhammatunggadeva memindahkan pemerintahannya ke Jawa Timur pada tahun 928 – 1006 Masehi akibat dari berkuasanya kerajaan Mataram Islam di Jawa tengah.

Penemuan Kembali Candi Borobudur

Candi Borobudur ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada saat di Magelang pada 1814, ia melaporkan ke pemerintahan Inggris bahwa di wilayah Kedu tepatnya di desa Bumisegoro dekat dengan desa Boro ditemukan bangunan berupa monumen besar dan bongkahan – bongkahan batu yang terdapat relief – relief. Kemudian ia mengutus seorang berkebangsaan Belanda untuk mencari tau apa sebenarnya reruntuhan tersebut. Raffles dan pasukannya membabat bukit yang merupakan Candi Borobudur serta membersihkan sisa – sisa vulkanik di bukit tersebut. Hasilnya ditemukan batu – batu pahatan yang berbentuk aneh. Karena besarnya bebatuan Candi Borobudur misi dari Raffles tidak terselesaikan sepenuhnya.

Pekerjaan Cornelius dilanjutkan oleh penguasa Residen Kedu pada masa itu yaitu Hartmann. Penggalian Candi Borobudur selesai pada tahun 1835. Kemudian pada 1842 Hartmann melakukan penelitian pribadi namun tidak ditemukan catatan sejarahnya karena penelitian ini bersifat pribadi. Penggambaran sketsa candi ini dilakukan oleh beberapa ahli diantaranya adalah insinyur Belanda bernama F.C. Wilsen dan juga penelitian pada tahun 1859 oleh J.F.G. Brumund. Kemudian penelitian ini dilanjutkan oleh C. Leemans. Pada akhirnya dilakukan penelitian lengkap pada 1873 dan pada tahun itu pula dibuat sebuah foto oleh van Kinsbergen.

Pemugaran dan Restorasi Candi Borobudur

Candi Borobudur memiliki sejarah yang panjang setelah ditemukannya candi ini, terjadi pencurian, penjarahan oleh penguasa, pemburu harta karun, kolektor barang antik dan pencuri. Pada akhirnya seorang arkeolog bernama Yzerman pada 1885 menemukan bagian kaki – kaki dari Candi Boroburur. Tahap restorasi dimulai pada 1900 sampai dengan 1911 dipimpin oleh Theodor van Erp. Pada tahap awal ini dilakukan pengalian pada sekitar candi dengan tujuan mengumpulkan artefak dan juga puing – puing bangunan dari Candi Borobudur. Sayangnya roses pemugaran terhenti karena adanya Perang Dunia ke – 2 dan juga peralihan kekuasaan Indonesia pada tahun 1942 sampai 1949 dan akibatnya candi ini semakin rusak.

Pada 1956 pemerintahan Indonesia mulai memperhatikan Borobudur bekerjasama dengan UNESCO meneliti penyebab kerusakan candi dan menyempurnakannya yang dipimpin oleh Prof. Dr. C. Coremans dari Belgia. Pada 1963 dilakukan pemugaran terbesar pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNESCO dengan tujuan memperbaiki seluruh area Candi Borobudur. Pemugaran dikerjakan pada area kaki candi dengan memperkokoh area tersebut,  membersihkan sebanyak 1460 panel candi, membongkar lima teras bujur sangkar, dan memperbaiki sistem drainase candi.

Pemugaran ini menelan biaya US$ 6,901,243 dan melibatkan kurang lebih 600 pekerja.Pada 26 Oktober 2010 terjadi erupsi Gunung Merapi yang menyebabkan tertutupnya candi oleh belerang dari kegiatan erupsi Gunung Berapi yang berpotensi merusak batu andesit sebagai batu Candi Borobudur. Belerang dapat mempercepat pelapukan batu dengan kadar keasamannya yang tinggi. Pemerintah berupaya mengembalikan keadaan semula dengan bekerjasama dengan Balai Konservas. Selain itu pemerintah juga bekerjasama dengan UNESCO guna meminimalisir dampak abu vulkanik.

Warisan Budaya Dunia

Borobudur sebagai salah satu wisata dunia di Indonesia tidak lepas dari peran UNESCO dalam kegiatan restorasi candi. UNESCO juga menetapkan Borobudur sebagai cagar budaya warisan dunia pada 1991. Sampai sat ini Candi Borobudur menjadi salah satu tujuan wisata di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Apalagi setelah Borobudur dijadikan salah satu dari tujuh keajabian dunia, Borobudur menjadi tempat yang tidak pernah sepi akan wisatawan. Selain wisatawan, Candi Borobudur juga dianggap penting bagi umat Budha. Tempat ini seringkali digunakn untuk penyelenggaraan upacara keagamaan seperti Hari Raya Waisyak baik di Candi Borobudur maupun Candi Mendut.

Struktur Candi Borbudur

Candi Borobudur terletak di sebuah bukit yang memanjang ke arah timur ke barat. Candi ini terbuat dari batu – batu andesit sebanyak 47.500 m3, yang disusun dengan cara saling mengunci antara satu batu dan batu lain serta dengan dilapisi putuh vajralepa layaknya candi – candi seperti Candi Kalasan dan Candi Sari. Terdapat empat tangga dari empat mata angin yang menghantarkan ke atas candi.

Tingkatan Candi Borbudur

Terdapat hiasan naga yang menganga dengan seekor singa berada di mulut naga tersebut pada bagian paling bawah tangga candi. Ada yang berpendapat bahwa Candi Borobudur menghadap timur dengan bukti yaitu adanya relief pradiksana serta arca singa yang terbesar terdapat di timur. Terdapat kalamakara tanpa rahang di pintu masuk Candi Borobudur. Semula tinggi Borobudur adalah 42 m, namun setelah adanya pemugaran tinggi Borobudur berubah menjadi 34,5 m. Denah dasar dari candi ini adalah bujur sangkar dengan ukuran 123 x 123 m, yang dilengkapi dengan denah penampil dari sisi – sisi candi. Jumlah keseluruhan lantai di Borobudur adalah 11 lantai, lantai 1 sampai lantai 7 berbentuk persegi dan lantai 8 sampai terakhir memiliki bentuk lingkaran.

Candi ini tidak memiliki ruangan pada tubuh candi karena candi ini merupakan candi tempat berziarah dan memperdalam pengetahuan tentang Buddha. Jumlah keseluruhan dari dinding adalah 1500 m2 dengan panil sebanyak 1460 dan lebar panil 2 m. Candi Borobudur merupakan candi Buddha yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Kamadhatu, Ruphadatu dan Arupadhatu. Berikut adalah penjelasan dari ketiga tingkatan candi tersebut : 

  1. Kamamadhatu
    Kamadhatu merupakan bagian terbawah dari Candi Borobudur. Tingkatan paling bawah melambangkan kehidupan manusia yang penuh hawa nafsu. Hawa nafsu ini merupakan hal yang bertentangan dengan ajaran agama Buddha. Selain itu juga dapat disebut tigkatan kamadhatu merupakan perlambang dari kehidupan anak manusia yang masih dimanjakan dengan hawa nafsu, hedonis dan egois.
  2. Rupadhatu
    Rupadhatu merupakan tingkatan kedua di candi buddha. Rupadhatu melambangkan manusia yang terbebas dari hawa nafsu namun masih memiliki bentuk atau rupa. Rupadhatu merupakan tingkatan yang menjembatani tingkatan dasar (Kamadhatu) dan tingkatan paling tinggi (Aruadhatu) di Candi Borobudur. Pada rupadhatu terdapat relief yang menggambarkan sang Budha Sidarta Gautama yang mengajarkan ajarannya.
  3. Arupadhatu
    Arupadhatu merupakan tingkatan teratas dari Candi Borobudur. Arupadhatu memiliki arti tanpa wujud. Pada tingkatan ini melambangkan seorang manusia yang sudah tidak memiliki nafsu da tidak berwujud namun belum mencapai nirwana. Bagian arupadhatu pada candi ini berupa stupa dengan rongga serta arca di dalam stupa tersebut. Pada Candi Borobudur terdapat satu stupa besar dan sepuluh stupa yang mengelilingi stupa besar.

Sistem Kontruksi Candi Borobudur

Dibalik megahnya Borobudur terdapat sistem penyusunan batu yang unik agar bangunan Borobudur tetap berdiri kokoh walaupun terjadi gempa sekalipun. Penyusunan batu Candi Borobudur disusun secara asimetris serta disusun saling mengunci. Sistem ini lebih dikenal dengan nama interlock. Patut diketahui bahwa candi Borobudur tidak menggunakan perekat apapun untuk mengaitkan satu batu dengan batu lain.

Relief Cerita Perjalanan Rohani / Meditasi 

Terdapat empat buah cerita tentang perjalanan Rohani dan Meditasi di Candi Borobudur, yaitu Jataka / Awadana, Lalitawistara, Gandawyuha serta Karmawinbangga. Cerita – cerita ini dipahatkan di bagian kaki candi (Kamadhatu) dan bagian tubuh candi (Rupadatu), sedangkan pada puncak candi (Arupadhatu) tidak ditemukan relief sama sekali.   

  • Jataka adalah relief candi borobudur yang menceritakan kisah dari Buddha Sidartha pada kehidupan sebelumnya. Cerita yang dimuat adalah kebaikan yang dilakukan oleh Jataka. Pada beberapa panel, jataka dikisahkan dalam bentuk cerita binatang atau fabel. Sedangkan Awadana adalah cerita yang mempunyai initi sama dengan jataka, namun dengan tokoh yang berbeda. Walaupun begitu, kisah jataka dan awadana tetap sama.Relief ini terletak di lorong 1 tingkat 2 yang berjumlah 620 panil dan di lorong 2 tingkat 3 yang berjumlah 100 panil.
  • Gandawyuha adalah relief yang menceritakan Sudhana yang melakukan perjalanan mencari pengetahuan tinggi serta kebenaran sejati. Sumber cerita ini berasal dari kitab Gandawyuha yang merupakan bagian dari kitab Buddha aliran Mahayana atau kendaraan besar dan kitab yang berjudul Bhadracari. Relief Gandawyuha terdapat di dinding lorong 2 tingkat 3 (Rupadathu) yang berjumlah 128 panil, serta di seluruh lorong candi (dinding dan pagar langkan candi) pada tingkat tiga dan empat.
  • Karmawibangga adalah relief yang menceritakan sebab dan akibat apa yang diperbuat manusia serta balasan yang akan didapat ketika manusia tersebut meninggal. Relief ini dipahat di bagian kaki candi atau kamadhatu. Relief Karmawibangga digambarkan sangat vulgar. Mungkin alasan inilah yang menyebabkan beberapa relief dari Karmawibangga ditutup oleh pihak candi. Namun ada juga pendapat bahwa penutupan tersebut dengan alasan penguatan pondasi Candi Borobudur.  Relief ini berjumlah 160 panil yang berada di kaki candi tertutup (dinding).Karma merupakan perbuatan, sedangkan Wibhangga berarti gelombang atau alur.

    Cara membaca relief karmawibhangga yaitu dengan pradaksina (berjalan searah jarum jam). Karmawibhanggamerupakan alur atau gelombang kehidupan manusia, baik semasa hidup maupun mati. Karmawibangga merupakan sebuah ajaran dari aliran Mahayana yang berlandaskan hukum sebab akibat. Relief Karmawibangga pada Borobudur bersumber dari naskah Maha Karmavibhangga namun disesuaikan dengan penggambaran kehidupan masyarakat Jawa Kuno pada abad ke – 9 hingga ke – 10 Masehi. Dalam relief karmawibhangga tersebut dapat ditemukan bagaimana kehidupan masa lampau diantaranya perilaku keagaan, pelapisan sosial, mata pencaharian, tata busana, peralatan hidup, dan flora fauna.  
  • Lalitawistara adalah relief candi yang bercerita tentang perjalanan Buddha pada masa sekarang hingga menjadi Manusia Budha Sakyamuni. Awal cerita dimulai saat turunnya Budha sampai berakhir di Taman Rusa Banares, ketika sang Budha menerima pencerahan ajaran agama Buddha pertama. Relief ini dipahat di Rupadhatu berjumlah 120 panil yang terletak di lorong 1 tingkat 2.
  • Bhadracari adalah relief yang menceritakan akhir cerita Gandayuha yang bercerita tentang sumpah Sudhana untuk menjadikan Bodhisattwa Samantabhadra sebagai contoh hidupnya. Relief ini terletak di lorong 4 tingkat 5.

Relief yang menerangkan tentang perjalanan rohani serta meditasi yang ada di candi ini diduga berkaitan erat dengan penggunaan Candi Borobudur. Candi ini diperkirakan bukan candi devosional ataupun pemujaan seperti candi buddha lain. Candi ini diperkirakan candi yang dikhususkan untuk para biksu untuk kegiatan meditasi.

Arca Buddha tanpa kepala

Arca Borobudur

Arca di candi Borobudur di letakkan pada tingkatan Rupadhatu dan Arupadhatu. Arca – arca tersebut digambarkan Dhyani Buddha pada posisi sedang duduk bersila diatas bunga teratai dan menghadap keluar. Pada bagian rupadhatu arca Dhyani Budha diletakkan di dalam relung – relung pagar langkan yang berada di sisi luar tersusun berjajan pada tingkatan 2-6. Arca pada arupadhatu ditempatkan didalam stupa yang berlubang – lubang. Bila dilihat dengan sekilas, arca di Candi Borobudur terlihat sama, namun sebenarnya berbeda. Perbedaan tersebut adalah pada sikap tangan arca Buddha (mudra).

 Arca Buddha yang terletak di relung pada tingkat rupadhatu berada di luar langkan. Jumlah arca tersebut semakin naik semakin berkurang. Pada langkan pertama terdapat 104 relung, pada baris kedua terdapat 104 relung, pada baris ke tiga terdapat 88 relung, baris ke empat 72 relung, dan terakhir pada baris ke lima 64 relung. Total arca di Borobudur adalah 432 arca di tingkatan rupadhatu. Pada tingkatan arupadhatu, arca budha terdapat di dalam stupa berlubang. Pada pelataran tingkat pertama arupadhatu terdapat 32 stupa, pada pelataran tingkat ke dua terdapat 24 stupa dan terakhir pada pelataran tingkat ke tiga terdapat 16 stupa, jumlah total ada 72 stupa. Jumlah asli arca Candi Borobudur adalah 502 arca buddha dan lebih dari 300 arca mengalami kerusakan dengan hilangnya kepala arca. Pencurian ini dilakukan dengan dasar koleksi museum di luar negeri.

Gunadarma Sang Arsitek Borobudur

Gunadharma merupakan tokoh dibalik kemegahan Candi Borobudur. Dalam beberpa literatur menyebutkan bahwa sebelum membangun Candi Borobudur sekelompok Brahmana membuat sebuah tempat pemujaan dan sebuah proyek raksasa yang diketuai oleh arsitek bernma Gunadarma. Tidak ada catatan resmi mengenai siapa itu Gunadarma, apabila benar Gunadarma yang ada dibalik mega proyek Candi Borobudur maka layak diacungi jempol dengan kondisi teknologi yang belum canggih bisa membangun bangunan yang sangat megah dan presisi. Namun hingga saat ini nama Gunadarma sendiri masih menjadi misteri dan belum ada yang bisa mengungkap siapa itu Gunadarma.

Perawatan Candi Borobudur

Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan kerusakan bagian – bagian Candi Borobudur yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam adalah besarnya tekanan antar batuan penyusun candi. Kita ketahui sendiri bahwa Candi Borobudur terdiri dari ribuan batu yang menumpuk satu dengan yang lain.

Bagian paling atas akan menekan bagian bawahnya, dan bagian paling bawah mendapat tekanan paling besar. Sedikit demi sedikit batuan – batuan tersebut akan mengalami keretakan dan menyebabkan pecah. Sedangkan faktor dari luar adalah adanya iklim, lumut, jamur dan ganggang serta faktor manusia. Faktor iklim yang sangat berpengaruh pada kekuatan candi adalah suhu dan curah hujan. Perubahan suhu yang signifikan menyebabkan batu mudah retak pada permukaan. Namun faktor suhu hanya berlaku pada bagian terluar batu candi yang terkena sinar matahari.

Curah hujan yang tinggi juga dapat mempengaruhi kondisi batuan candi. Sebenarnya candi sudah dirancang oleh para pendahulu dengan memberikan jaladwara atau jalur air pada candi, namun pada saat ini sudah tidak berfungsi. Batuan yang lembap akan menumbuhkan lumut, ganggang serta jamur kerak. Tumbuhan – tumbuhan tersebut akan menimbulkan pelapukan dan mengurangi kekuatan batuan candi. Faktor dari luar yang terakhir adalah faktor manusia.

Tangan – tangan jahil yang mengunjungi candi seperti mengambil bagian batu dari candi akan mengurangi kekuatan candi itu sendiri. Candi hanya menggunakan sistem dry masonry (tanpa perekat) berbeda dengan bangunan sekarang yang menggunakan semen, maka dari itu satu bagian saja sangat penting bagi keutuhan sebuah candi. Apalagi adanya penjarahan bagian – bagian candi pada masa lampau seperti arca patung yang sangat disayangkan.

Usaha perawatan Candi Borobudur

  • Memperbaiki batuan yang retak dengan menggunakan campuran pasir dan semen serta mengganti batuan yang pecah dengan batu andesit yang telah disesuaikan dengan bentuk dan ukuran batuan asli batu candi tersebut 
  • Melakukan pembersihan batu dari lumut menggunakan bahan kimiawi (menggunakan cairan kimia Hivar XL) dan mekanis. Pembersihna kimiawi menggunakan bahan kimia dengan konsentrasi 1% dengan digosok ke permukaan batu candi yang ditumbuhi lumut, ganggang dan jamur. 
  • Melakukan penggosokan permukaan candi untuk menghindarkan dari lumut, ganggang dan jamur. Sistem ini memiliki kelemahan yaitu dapat merontokkan bagian permukaan candi.
  • Mencegah adanya tangan jahil manusia dengan memberi peringatan kepada pengunjung tentang larangan apa saja yang harus dihindari di Candi Borobudur. Cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan baik ketika masuk maupun keluar candi.

Harga Tiket Masuk Candi Borobudur

Sejak postingan ini diterbitkan (25 Agustus 2016) harga tiket masuk Candi Borobudur terbagi menjadi dua yaitu untuk wisatawan nusantara (domestik) dan wisata mancanegara

  1. Wisatawan Nusantara yaitu dengan umur 6 tahun ke atas per orang dikenakan biaya Rp 30.000 setiap kali  masuk, sedangkan untuk wisatawan dibawah 6 tahun, rombongan pelajar, dan mahasiswa dikenakan biaya Rp 12.500
  2. Untuk wisatawan mancanegara, umur 6 tahun ke atas dikenakan $20 sedangkan wisatawan negara dengan umur 6 tahun ke bawah dikenakan $10

Sumber Artikel :
http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/02/e-journal%20Cucum%20Herlinawati%20(02-27-14-09-21-53).pdf

Peta Candi Borobudur

Bagikan:

Tags

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah