Penjajahan Prancis di Indonesia (Republik Bataaf), Sejarah dan Kebijakannya

Rahmad Ardiansyah

Indonesia dibawah Pemerintahan Daendels

VOC di bubarkan pada tahun 1799 dengan segala permasalahan yang ada. Setelah VOC di bubarkan, tanggung jawab kongsi dagang di Indonesia diambil alih oleh Hindia Belanda (Nederlands Indies). Pengambilan kekuasaan ini bertujuan agar wilayah Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda. Pemerintahan Belanda hanya bertahan sampai 1806, saat itu Belanda yang menggantikan VOC harus menanggung hutang – hutang VOC. Pada akhir abad 18 dan awal abad 19, Belanda di Eropa mengalami peperangan melawan Perancis. Akhirnya pada tahun 1806 Perancis meguasai pemerintahan Belanda yang ada di Eropa dan berimbas kepada pemerintahan Hindia Belanda. Pemerintahan Hindia Belanda diambil alih oleh Perancis pada tahun 1808. Herman Willem Daendels diutus oleh Lodewijk (Louis) Napoleon untuk menjadi Gubernur yang menjabat di Batavia dengan tugas utama yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Tuntutan pemerintahan Belanda kepada Daendels hanyalah pada sektor pertahanan dan ketentaraan. 

Untuk menambah kekuatan militernya, Daendels melatih orang – orang pribumi menjadi tentaranya, sabab tidak mungkin Daendels merekrut orang – orang dari negara Belanda yang kemudian didatangkan ke Hindia Belanda. Kegiatan memperkuat militer Perancis juga sejalan dengan pembangunan tangsi – tangsi atau benteng – benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara. Selain itu, guna mempertahankan pemerintahan di pulau Jawa, Daendels mendirikan jalan Grote Postweg atau sekarang dikenal dengan Pantura dari Anyer, Jawa Barat hingga Panarukan, Jawa Timur.

Pembangunan jalan Grote Postweg menggunakan sistem kerja paksa atau kerja rodi yang dilakukan rakyat pribumi secara paksa dan tanpa upah. Keberhasilan pembangunan jalan pos ini merupakan pencapaian yang gemilang oleh pemerintahan  Daendels, namun disisi lain bagi orang – orang Indonesia setiap jengkal jalan pantura merupakan rintihan jiwa orang yang mati dari pribumi yang dipekerjakan secara paksa.

Setelah pembuatan Grote Post Weg selesai, Daendels memerintahkan untuk membuat perahu – perahu kecil dan kemudian membuat pelabuhan – pelabuhan untuk tempat bersandarnya kapal perang, rencana pembuatan pelabuhan ini akan dibangun di daerah Banten Selatan. Pembangunan pelabuhan juga memakan korban jiwa yang tidak sedikit bagi Banten yang diakibatkan dari penyakit malaria yang menyerang para pekerja paksa. Akhirnya pembangunan pelabuhan tidak terselesaikan. Meskipun demikian, Daendels bersikeras untuk tetap menyelesaikan pembangunan pelabuhan dan disisi lain Sultan Banten menentangnya. Daendels menganggap jiwa para pekerja paksa orang – orang Banten tidak ada harganya, sehingga mangakibatkan pecahnya perang antara pemerintahan Daendels melawan Kerajaan Banten.

Di samping itu, pembanguna pelabuhan yang ada di Merak juga mengalami kegagalan dan hanya usaha perluasan di Surabaya yang cukup memuaskan. Pada 1810, Kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Louis Napoleon dihapuskan oleh Napoleon menjadi kekuasaan Perancis. Otomatis Indonesia berganti dari pemerintahan Belanda beralih ke pemerintahan Perancis. Akibat tindakannya yang otoriter, pada 1811 Daendels di panggil kembali oleh Napoleon untuk kembali ke Eropa dan digantikan Gubernur Jansens.

Kebijakan – Kebijakan Daendels

Berikut ini adalah kebijakan – kebijakan yang dilakukan Daendels selama Dendels menjabat di Indonesia terutama di Jawa :

A. Dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan

  • Membangun benteng pertahanan
  • Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujung Kulon
  • Mengangkat pribumi sebagai tentara Daendels
  • Membangun Grote Postweg dari Anyer hingga Panarukan

B. Bidang Pemerintahan

  • Membatasi kekuasaan raja – raja di Jawa
  • Membagi Jawa menjadi 9 daerah prefectur yang masing – masing prefectur dipimpin oleh seorang Gubernur
  • Bupati sebagai penguasa diubah menjadi pegawai pemerintahan yang kemudian digaji
  • Wilayah Kerajaan Banten dan Cirebon di hapuskan dan dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial.

C. Bidang Sosial dan Ekonomi

  • Memaksakan perjanjian kepada penguasa Surakarta dan Yogyakarta untuk melebur ke dalam pemerintahan kolonial
  • Meningkatan pemasukan dari pajak
  • Meningkatkan kegiatan penanaman paksa
  • Penyerahan wajib hasil bumi
  • Melakukan penjualan tanah kepada pihak swasta

Daendels juga memberantas sistem feodal yang sebelumnya digunakan oleh VOC. Selain itu Daendels juga membatasi hak – hak bupati terutama dalam hal penguasaan tanag serta pemakaian tenaga rakyat. Pemerintahan Daendels dianggap sebagai pemerintahan bertangan besi atau otoriter. Ia menerapkan disiplin, kerja keras dan kejam. Bagi yang membangkang, Daendels tidak segan untuk memberi hukuman. Hal ini dapat dilihat ketika pembangunan jalan pantura yaitu dengan menerpakan kerja paksa tanpa upah atau makanan sehingga sebagian melarikan diri akan ditangkap dan sisiksa.

Jan Willem Jansens

Jan Willem Jansenn (1811)

Jansen merupakan seorang Gubernur yang menggantikan Daendels pada bulan Mei 1811, ia tiba di istana Bogor pada tanggal 15 Mei 1811. Pemerintahan Jansen tidak berlangsung lama yaitu hanya sampai 18 September 1811 yang kemudian menyerah kepada Raffles yang tertuang dalam Kapitulasi Tuntang.Isi Kapitulasi Tuntang diantaranya :

  1. Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkutta (India)
  2. Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris
  3. Orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris
  4. Hutang Belanda tidak menjadi tanggungan Inggris

Singkatnya pemerintahan Jansen hingga dianggap pada periode pemerintahannya tidak meninggalkan apa – apa dan seolah hanya ditugaskan mempertahankan bendera Perancis di Hindia Belanda selama enam bulan.

Sejarah Jalan Pantura

Jalan pantura atau bisa dinamakan Jalan Daendels dan Grote Postweg merupakan jalan yang dibangun oleh pemerintahan Daendels yang berkuasa di Hindia Belanda dari tahun 1808 sampai 1811. Jalan ini membentang dengan jarak 1000 km dari Jawa Barat hingga Jawa Timur menyusuri pantai utara Jawa. Karena itulah jalan ini juga disebut dengan nama Pantura atau jalan pantai utara. Jalur ini menjadi urat nadi perekonomian Jawa hingga saat ini dan dianggap sangat penting. Jalur ini menjadi jalur terpendek apabila ingin mengitari pulau Jawa serta menjadikan jalur ini favorit bagi lalu lintas barang maupun manusia di Jawa. Letaknya yang ada di pantai utara Jawa menambah nilai strategis yang tidak sedikit pelabuhan – pelabuhan besar pada zaman dahulu berada tak jauh dari pantura dari Tanjung Priok, Tanjung Perak, hingga pelauhan kecil seperti yang ada di Tuban dan Panarukan.

Tujuan awal dibangunnya Jalan Daendels ini adalah untuk mobilisasi tentara antara Batavia dan Surabaya dalam rangka pertahanan terhadap serangan laut Inggris. Selain itu jalur ini juga digunakan sebagai jalur pos dan penumpang. Ada catatan yang menyebutkan bahwa pada 1810 Daendels memerintahkan untuk membeli kuda sebanyak 200 ekor untuk keperluan pos dan penumpang sepanjang jalur pantura. Namun keberhasilan Daendels dalam membangun jalur pantura juga mendapat kecaman terutama oleh para aktivis intelektual yang menganggap pembangunan jalur ini tidak manusiawi karena mengorbankan rakyat Jawa.

Daendels memaksa penguasa Jawa untuk membangun serta memperlebar jalan yang sudah ada dalam kurun waktu setahun harus sudah selesai. Apabila gagal memenuhi target tersebut, penguasa serta pekerjanya akan dibunuh serta kepalanya di gantung di tepian pantura. Akibatnya, para penguasa lokal mengerahkan rakyatnya untuk bekerja keras tanpa adanya imbalan hingga terjadi kelaparan. Selain itu, pekerja paksa juga terserang penyakit malaria yang menjadi faktor kedua kematian pribumi selain kelaparan. Data dari Inggris mencatat sebanyak 12.000 orang tewas dalam proyek ini.

Mulai 1809 jalur ini sudah beroprasi menjadi jalur utama yang strategis dan tidak tergantikan.Pada pelaksanaan pembangunan jalan pantura ini tidak sepenuhnya membuat jalan baru, melainkan melakukan pelebaran jalan yang sudah ada di kota – kota pesisir utara pulau Jawa serta membuat jalan penghubung antar satu kota dengan kota lain. Tak jarang candi – candi baik Buddha maupun Hindu dikorbankan untuk “nguruk” jalan Grote Postweg ini.

 

 

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang. Sejak menjadi pelajar saya hobi terkait IT terkhusus pengelolaan blog. Selain mengelola website Idsejarah.net, saya juga menjadi admin web mgmpsejarahsmg.or.id, admin web sma13smg.sch.id sekaligus menjadi salah satu penulis LKS di Modul Pembelajaran MGMP Sejarah SMA Kota Semarang. Saat ini saya sedang menjalankan program Calon Guru Penggerak angkatan 10. Projek web Idsejarah.net saya harapkan akan menjadi media untuk mempermudah guru sejarah dalam mengakses artikel, video, dan media pembelajaran terkait pembelajaran sejarah. Website ini akan terus dikelola dan dikembangkan agar semakin lengkap. Kedepannya besar harapan saya untuk mengembangkan aplikasi android untuk guru sejarah. Selain mengelola website, saya juga aktif mengelola channel Youtube Idsejarah sebagai media berekspresi platform video online.

4 thoughts on “Penjajahan Prancis di Indonesia (Republik Bataaf), Sejarah dan Kebijakannya”

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah