Sejarah Berdirinya
Kerajaan Kahuripan merupakan penerus dari Kerajaan Medang / Mataram Kuno. Diceritakan bahwa pada masa keruntuhan Medang yang diserang oleh Aji Wuwari yang telah bersekutu dengan Kerajaan Sriwijaya. Penyerangan terjadi pada tahun 1006 M, ketika kerajaan Medang tengah melakukan prosesi perkawinan, Darmawangsa Teguh raja Medang yang pada masa itu menjabat, tewas dalam serangan ini. Sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga berhasil meloloskan diri dari penyerangan tersebut yang dibantu oleh pembantunya yang bernama Narotama. Saat itu usia Airlangga sendiri baru berumur 16 tahun. Semenjak penyerangan tersebut, Airlangga menjalani hidupnya dengan melakukan pertapaan di hutan (daerah Wonogiri).
Menurut Prasasti Pucangan, pada tahun 1009 M, ketika Airlangga bertapa, datanglah utusan dari rakyat untuk meminta Airlangga membangun lagi Kerajaan Medang. Karena kota Watan sebagai basis dari Kerajaan Medang hancur, Airlangga memilih untuk membangun ibu kota baru yang bernama Watan Mas di sekitar Gunung Penanggungan. Nama Watan Mas tercatat dalam prasasti Cane yang berangka tahun 1021 M. Airlangga menjadi raja pertama di kahuripan dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramotunggadewa.
Menurut Prasasti Terep yang berangka tahun 1032 M, ibu kota Watan Mas pernah direbut musuh, Airlangga melarikan diri ke sebuah desa bernama Patakan. Prasasti Kamalagyan (1037 M) menyebutkan pemindahan ibu kota kerajaan yang dipindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang). Prasasti Pamwatan (1042 M) menyebutkan adanya pemindahan pusat kerajaan ke Daha yang sekarang menjadi Kediri. Berita ini cocok dengan yang ada di naskah Serat Calon Arang yang menyebutkan bahwa Airlangga yang menjabat sebagai raja Daha. Sedangkan Negarakertagama menyebut bahwa Airlangga sebagai raja Panjalu yang beribukota di Daha.
Masa Peperangan
Selepas Dharmawangsa Teguh sebagai raja terakhir Medang runtuh, banyak diantara kerajaan bawahan melepaskan diri. Selepas Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan pada 1009 M, Airlangga berusaha mempersatukan kembali kekuasaan Wangsa Isyana Kerajaan Medang di pulau Jawa. Tercatat pada 1023, Kerajaan Sriwijaya diserang oleh Kerajaan Colomandala dari India. Dengan adanya kekalahan tersebut, Airlangga merasa leluasa untuk menaklukkan wilayah – wilayah di Jawa. Tercatat pada 1030 M, Kahuripan mampu mengalahkan kerajaan Wuratan, Wengker dan Lewa. Selanjutnya pada 1031 M putra Panuda raja Lewa mencoba membalas dendam namun dapat dipukul mundur dan ibu kota Lewa dihancurkan oleh Airlangga.
Pada tahun 1032 M, seorang raja wanita yang berasal dari Tulungagung berhasil mengalahkan Airlangga. Ibu kota Watan Mas dihancurkan dan Airlangga melarikan diri ke desa Patakan yang ditemani Mapanji Tumanggala. Airlangga membangun pusat kerajaan di Kahuripan. Pada 1032 M, Kahuripan yang dipimpin oleh Airlangga bersama Mpu Narotama menyerang Aji Wuwari untuk membalaskan dendam kerajaan Medang dan mengalahkannya.
Peta Wilayah Kerajaan Kahuripan
Masa Pembangunan
Setelah merasa aman, Airlangga kemudian mulai membangun kerajaan demi kesejahteraan rakyatnya. Berikut ini adalah pembangunan yang dilakukan Airlangga yang tercatat dalam prasasti – prasasti :
- Pembangunan Sri Wijaya Asrama pada tahun 1036 M
- Pembangunan bendungan Waringin Sapta pada tahun 1037 M untuk mencegah adanya banjir musiman
- Memperbaiki pelabuhan Ujung Galuh yang terletak di Muara Sungai Brantas
- Pembangunan jalan yang menghubungkan antara daerah pesisir dengan pusat kerajaan.
- Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan pada tahun 1041 M
- Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha
Selain dalam hal pembangunan fisik, Airlangga juga memperhatikan seni sastra. Tercatat pada 1035 M, Mpu Kanwa menuliskan naskah Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabarata. Kitab ini menceritakan tentang perjuangan Arjuna dalam mengalahkan Niwatakawaca sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Aji Wuwari.
Silsilah Airlangga
Pembelahan Kerajaan Kahuripan
Airlangga turun tahta dari kerajaan Kahuripan pada 1042 M dan memutuskan menjadi pendeta. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bergelar Erlangga Jatiningrat, dalam Babad Tanah Jawi, Airlangga bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah Prasasti Gandhakuti yang berangka tahun 1042 M yang menyebutkan gelar kepandetaan Airlangga yaitu Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.
Menurut cerita rakyat, Airlangga memiliki putri, namun putinya tersebut menolak untuk menjadi penerus raja di Kerajaan Kahuripan dan memilih hidup sebagai pertapa dengan nama Dewi Kili Suci. Nama asli puteri Airlangga tertera dalam prasasti Cane (1021) namun prasasti Turun Hyang (1035) menyebutkan namanya yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi. Serat Calon Arang menceritakan bahwa Airlangga bingung dalam memilih pengganti dirinya karena kedua putranya saling bersaing memperebutkan tahta sebagai raja Kahuripan. Mengingat bahwa Airlangga juga merupakan putra dari raja Bali, kemudian terfikir untuk menempatkan salah satu dari kedua anaknya untuk ditempatkan di Bali. Diutuslah gurunya Mpu Bharada untuk mengajukan niat Airlangga, namun niat tersebut gagal.
Fakta sejarah menyebutkan, sepeninggal Airlangga ke Jawa, Kerajaan Udayana yang seharusnya diteruskan oleh Airlangga sebagai anak pertama dilanjutkan oleh Marakata adik dari Airlangga, dan kemudian Marakata digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu. Airlangga kemudian membagi kerajaan Kahuripan menjadi dua. Mpu Bharada ditugasi untuk membagi dua wilayah Kahuripan di bagian barat dan timur. Pembagian wilayah oleh Mpu Bharada ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Negarakertagama serta Prasasti Turun Hyang II. Kerajaan barat yang beribukota di kota baru yaitu Daha yang selanjutnya menjadi kerajaan Kediri diperintah oleh Sri Samarawijaya dan kerajaan timur yang berpusat di kota lama Kahuripan diperintah oleh Mapanji Garasakan. Pemecahan dua wilayah Kerajaan Kahuripan ini didasarkan pada trah asal pihak ibunya, istri pertama Airlangga berasal dari Daha dan istri kedua Airlangga berasal dari Jenggala.
Akhir Pemerintahan Airlangga
Setelah Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua, ia lalu menghabiskan masa hidupnya dengan menjadi pertapa dan meninggal pada 1049 M. Semasa hidupnya Airlangga dianggap sebagai titisan Wisnu dengan lencana kerajaan Garudamukha. Sebuah arca digambarkan sebagai Airlangga titisan Wisnu yang menaiki garuda di musium Mojokerto. Prasasti Sumengka (1059) menyebutkan bahwa Resi Aji Paduka Mpungku nama lain Airlangga dimakamkan di tritha atau pemandian.
Penyebutan kolam pemandian tersebut paling sesuai disebutkan pada petirtaan Candi Belahan yang ada di Gunung Penanggungan. Di pemandian tersebut terdapat arca Dewa Wisnu yang disertai dua dewi. Sedangkan dari prasasti Pucangan (1041 M) menyebutkan bahwa Airlangga merupakan penganut Hindu Wisnu yang taat. Ketiga arca tersebut diduga merupakan penjelmaan dari Airlangga dengan dua istrinya yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Pada Candi Belahan terdapat angka tahun 1049 M, belum diketahui secara pasti mengenai angka tersebut apakah menunjukkan tahun kematian Airlangga atau tahun pembangunan candi petirtaan ini. Kehidupan Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan.
Kahuripan sebagai Ibu Kota Jenggala
Pada akhir pemerintahan Airlangga, kerajaan Kahuripan dibagi menjadi dua. Calon pemegang tampuk raja sebenarnya adalah putrinya yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi, namun ia lebih memilih menjadi pendeta dari pada memerintah kerajaan. Pada akhir November 1042, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua yaitu pada bagian barat yaitu Kediri yang beribukota di Daha diberikan kepada Sri Samarawijaya, dan di timur yaitu Jenggala yang beribukota di Kahuripan diberikan kepada Mahapanji Gasarakan. Setelah menyerahkan kekuasaannya kepda kedua puteranya, Airlangga memilih untuk melakukan pertapaan hingga akhir hayatnya yaitu 1049.