Penemuan Manusia Purba di Indonesia

Rahmad Ardiansyah

Penelitian mengenai manusia purba baru dimulai pada abad ke 19. Penelitian paleoantropologi terbagi dalam tiga tahap yaitu 1889 – 1909; 1931 – 1941; dan 1952 hingga sekarang. Penelitian paleoantropologi baru dimulai oleh Eugine Dubois tepatnya pada tahun 1889. Ia menemukan adanya tengkorak manusia di Wajak, Tulungagung, Kediri dan diakhiri dengan penemuan manusia purba di Kedungbrubus dan Trinil. Temuan pertama Dubois yaitu berupa fosil atap tengkorak Pithecantropus Erectus dari Trinil pada tahun 1891. Temuan ini dianggap sangat penting dalam sejarah palaeoantropologi. Kemudian dilakukan lagi penggalian beregu yang dipimpin oleh Selenka di Trinil pada tahun 1907 sampai 1908 namun hanya menemukan fosil hewan saja.

Penemuan fosil manusia purba ditemukan oleh ter Haar, Oppenoorth serta von Koeningswald antara tahun 1931 hingga 1933 dengan hasil ditemukannya tengkorak serta tulang kering Pithecanthropus Soloensis di daerah Ngandong, Blora. Penemuan ini dianggap penting karena menghasilkan satu seri tengkorak dengan jumlah besar di satu tempat yang tidak luas.

Pada tahun 1926, Tjokrohandoyo dibawah pimpinan Duyfjes menemukan fosil anak – anak di Perning, utara Mojokerto. Penemuan ini juga dianggap penting karena pada penemuan inilah ditemukan fosil tengkorak anak – anak yang berada pada lapisan pleistosen bawah.

Pada tahun 1936 hingga 1941, von Koeningswald menemukan in-situ fosil rahang, gigi serta tengkorak manusia, disamping banyak fosil hewan di daerah Sangiran, Surakarta. Pentingnya temuan ini adalah bahwa penemuan fosil manusia purba ini ditemukan di lapisan pleistosen tengah maupun pleistosen bawah di satu tempat, serta memperlihatkan variasi morfologis yang menurut banyak ahli berbeda tingkat rasial, spesies ataupun genus, varian – varian itu berasal dari suatu masa. Fragmen rahang serta gigi manusia purba ini ditemukan dengan ukuran besar. von Koeningswald kemudian menggolongkan temuan manusia purba ini ke dalam Meganthropus palaeojavanicus.

Semua penelitian tahap pertama tersimpan di Leiden dan sebagian temuan dari tahapan kedua tersimpan di Frankfurt, Jerman Barat. Tahapan ketiga bersamaan dengan perang dunia yang mengendurkan penelitian paleoantropologi. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan ketika Indonesia merdeka, sehingga temuan – temuan fosil tetap tersimpan di Indonesia.

Penemuan tahap akhir sebagian besar ditemukan di Sangiran. Penemuan ini dianggap penting karena fosil yang ditemukan adalah bagian tubuh Pithecanthropus yang tidak ditemukan sebelumnya, seperti tulang muka, dasar tengkorak, serta pinggul. Pada tahap akhir juga ditemukan fosil tengkorak di tempat baru yaitu Sambungmacan, Sragen. Pada tahap ini terdapat kemajuan di bidang paleoantropologi berupa penanggalan radiometrik. Penelitian pada tahap akhir dilakukan dengan pendekatan interdisipliner atau dengan berbagai pendekatan sehingga dapat menyingkap hal – hal baru walaupun memerlukan waktu panjang. Untuk pertama kali tenaga – tenaga dari Indonesia dipekerjakan dalam penelitian.

Sumber : Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 

Bagikan:

Tags

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah