Kerajaan Kediri atau disebut juga Kerajaan Panjalu merupakan kerajaan yang bercorak Hindu – Buddha. Kerajaan Kediri berdiri pada tahun 1042 yang sebelumnya menjadi satu dengan Kerajaan Mataram Kuno (Medang) dan memiliki pusat di tepi Sungai Brantas yang merupakan jalur perdagangan pada masa itu. Sebelumnya, Airlangga naik tahta menjadi raja dari Kerajaan Kahuripan setelah Mataram Kuno mengalami kemunduran dengan adanya serangan dari Kerajaan Wurawari. Airlangga mendirikan Kahuripan sebagai penerus dari Kerajaan Mataram Kuno. Airlangga mempunyai putri namun ia menolak ketika diserahi tanggung jawab untuk menjadi raja Kahuripan. Perebutan kekuasaan terjadi antara dua anak Airlangga dari selirnya.
Pada tahun 1041, Airlangga membagi dua wilayah Kahuripan dengan bantuan Mpu Bharada, seorang Brahmana yang dikenal memiliki kesaktian. Wilayah Kahuripan kemudian terbagi menjadi dua yaitu Jenggala dan Panjalu dengan pemisah Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Pembelahan Kerajaan Kahuripan ini kemudian diceritakan dalam Prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang serta kitab Negarakertagama. Kerajaan Panjalu kemudian bertransformasi menjadi Kerajaan Kediri, sedangkan Kerajaan Jenggala tidak diketahui perkembangannya.
Sumber yang menyebutkan adanya Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala disebutkan dalam bentuk prasasti serta karya sastra. Sumber prasasti yang menyebutkan kedua kerajaan tersebut diantaranya Prasasti Tulungagung dan Prasasti Kertasasna. Sedangkan untuk karya sastra pada zaman Jayabaya diantaranya Kitab Bharatayuda (Empu Sedah dan Panuluh), Kitab Gatotkacasraya (Empu Panuluh). Untuk karya sastra pada masa pemerintahan Kameswara diantaranya Kitab Smaradahana (Empu Darmaja), Kitab Ludbaka (Empu Tan Akung) Kitab Westansancaya (Empu Tan Akung). Sumber dari luar negeri diantaranya Kitab Ling Waitaita (1178) Karya Cuk Ik Pei serta Kronik Chu Fan Chi (1220) oleh Chu Ju Kun.
Sumber Sejarah Kerajaan Kediri
1. Sumber Prasasti
- Prasasti Sirah Keting (1104) menceritakan pemberian tanah oleh Raja Jayawarsa kepada rakyatnya.
- Prasasti Ngantang (1135) menceritakan tentang Raja Jayabaya yang memberikan tanah perdikan kepada rakyat Desa Ngantang yang bebas dari pajak.
- Prasasti Jaring (1181) menceritakan nama – nama hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Finada dalam strata pemerintahan.
- Prasasti Kemulan (1194) menceritakan tentang masa pemerintahan Kertajaya yang berhasil mengalahkan musuh yang telah lama memusuhi Kediri di Katang – Katang.
2. Berita Asing
Sebagian berita asing yang memuat tentang Kerajaan Kediri berasal dari Cina. Pada umumnya, berita dari Cina ini merupakan cerita dari para pedagang yang pernah singgah dan berdagang di Kediri. Berita asing tersebut diantaranya Kronik Cina bernama Chu Fan Chi yang dikarang oleh Chu Ju Kua (1220). Buku ini merujuk pada cerita dari buku Ling Wai Tai Ta (1178) yang dikarang oleh Chuik Fei yang lebih dulu melakukan pelayaran hingga ke Kediri. Kedua buku tersebut menceritakan tentang keadaan Kediri pada abad ke 12 dan ke 13 M.
Silsilah Raja – Raja Kerajaan Kediri
Terdapat 8 raja yang memerintah Kediri, diantaranya :
1. Sri Jayawarsa
Sejarah pemerintahan Jayawasa diketahui dari Prasasti Sirah Keting (1104). Ketika memerintah, Jayawarsa memberikan penghargaan kepada rakyatnya yang telah berjasa kepada raja. Dari Prasasti Sirah Keting dapat diketahui bahwa Jayawarsa ingin meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta memberikan perhatian lebih kepada masyarakatnya.
2. Sri Bameswara
Raja Bameswara meninggalkan beberapa prasasti seperti yang ditemukan di Tulungangung dan Kertosono. Prasasti – prasasti tersebut lebih banyak membahas tentang masalah – masalah keagamaan yang ada di Kediri.
3. Prabu Jayabaya
Pemerintahan Jayabaya berlangsung dari tahun 1130 hingga 1157 M. Prabu Jayabaya membawa Kediri ke puncak masa keemasan, hal ini ditandai dengan berjalannya roda pemerintahan dan ekonomi secara penuh di Kerajaan Kediri. Kerajaan Kediri beribukota di Dahono Puro di kaki Gunung Kelud yang dikenal dengan tanahnya yang subur sehingga mampu menumbuhkan berbagai tanaman. Dari hasil pertanian serta perkebunan ini kemudian diperjual belikan di sepanjang aliran Sungai Brantas. Airnya yang jernih dimanfaatkan rakyat kediri sebagai tempat perikanan. Hasil bumi dari Kediri diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya.
4. Sri Sarwaswera
Pemerintahan raja Sri Sarwaswera didapatkan dari Padelegan II (1159) dan Kahyunan (1161). Raja Sri Sarwaswera dikenal taat beragama dan berbudaya serta memegang teguh prinsip tat wam asi yang memiliki arti dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau.
5. Sri Aryeswara
Prasasti Angin (1171) menyebutkan bahwa Sri Aryeswara yang merupakan raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171 M. Sri Aryeswara memiliki gelar abhisekanya yaitu Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Pemerintahan Sri Aryeswara tidak diketahui kapan naik tahta dan masa pemerintahannya berakhir. Peninggalan masa pemerintahan Sri Aryeswara yaitu berupa Prasasti Angin (1171).
6. Sri Gandra
Pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Jaring (1181) yang menceritakan tentang nama hewan dalam kepangkatan diantaranya seperti gajah, kebo serta tikus. Nama – nama tersebut menunjukkan seberapa tinggi posisinya di istana.
7. Sri Kameswara
Masa peerintahan Sri Kameswara disebutkan pada prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Masa pemerintahannya yaitu dari tahun 1182 hingga 1185 M. Seni sastra pada masa pemerintahan Sri Kameswara mengalami perkembangan yang sangat pesat salah satunya adanya Kitab Smaradhana yang dikarang oleh Empu Dharmaja. Pemerintahan Sri Kameswara juga dikenal dengan adanya cerita – cerita panji seperti Cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung dari tahun 1190 hingga 1222 M, hal ini didasarkan oleh Prasasti Gulunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prassti Wates Kulon (1205), Negarakertagama dan Pararaton. Raja Kertajaya dikenal juga sebagai Dandang Gendis. Pada masa pemerintahan Kertajaya, kestabilan kerajaan Kediri mengalami penurunan karena adanya pengurangan hak – hak kaum Brahmana. Hal ini membuat kaum Brahmana tidak aman. Pada saat tersebut muncullah tokoh Ken Arok yang mengambil hati para Brahmana. Ken Arok dengan wilayah Tumapel kemudian menyerang Kerajaan Kediri. Pada akhirnya Kediri harus menyerah pada Tumapel kemudian lahirlah Kerajaan Singasari dibawah raja Ken Arok.
Wilayah Kekuasaan Kerajaan Kediri
Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya Kerajaan Kediri
A. Kehidupan Politik
Kadaan politik Kerajaan Kediri dapat diketahui dari berita – berita Cina dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang ditulis oleh Chou K’u-Fei pada tahun 1178 M serta kitab Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chaujukua pada tahun 1225 M. Kedua sumber dari Cina ini memberitahukan keadaan masyarakat dan pemerintahan di Kerajaan Kediri. Kitab tersebut menyebutkan bahwa Kerajaan Kediri termasuk stabil dan tidak pernah terjadi konflik saudara dalam pergantian tahta.
Raja dibantu oleh empat pejabat kerajaan yang disebut rakryan, 300 pejabat sipil untuk mengurusi administrasi serta 1.000 pegawai rendahan. Raja Kediri digambarkan berpakaian sutera, menggunakan sepatu kulit, perhiasan emas, dengan rambut yang disanggul keatas. Raja menggunakan gajah untuk bepergian atau kereta yang dikawal 500 hingga 700 prajurit. Pemerintahan Kediri sangat memperhatikan sektor pertanian, peternakan serta perdagangan. Kriminalisme juga sering terjadi, berupa pencurian dan perampokan dan apabila tertangkap akan dihukum mati.
Selama 58 tahun di awal berdirinya Kerajaan Panjalu, pada tahun 1116 M Kerajaan Panjalu (Kediri) bangkit dengan raja – raja diantaranya sebagai sebagai berikut :
1. Rakai Sirikan Sri Bameswara
Raja Sri Bameswara dengan gelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Sakalabhuwana Sarwwaniwaryya Wiryya Parakrama Digjayattunggadewa yang disebutkan pada prasasti Pandlegan I (1116). Prasasti lain yang dikeluarkan raja Sri Bameswara adalah :
- Prasasasti Panumbangan yang berangka tahun 1042 Saka (1120 M)
- Prasasti Geneng yang berangka tahun 1050 Saka (1128 M)
- Prasasti Candi Tuban berangka tahun 1052 Saka (1130 M)
- Prasasti Tangkilan yang berangka tahun 1052 Saka (1130 M)
2. Raja Jayabaya
Jayabaya yang bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudana Wataranindita Parakrama Digjayotunggadewanama Jayabhayalancana memerintah pada tahun 1057 Saka atau 1135 M. Salah satu prasasti pada masa pemerintahan Jayabaya yaitu Prasasti Talan (1136) yang menyebutkan adanya pemindahan Prasasti Ripta menjadi Prasasti Dinggopala oleh Raja Jayabaya. Prasasti tersebut menyebutkan bahwa Jayabaya adalah penjelmaan dari Dewa Wisnu. Lencana yang digunakan oleh Jayabaya adalah Narasingha. Namun disisi lain, Prasasti Talan menyebutkan bahwa lencana yang dipakai Jayabaya adalah lencana Garuda Mukha. Prasasti Hantang (1135 M) menyebutkan bahwa Panjalu menang atas Jenggala sehingga praktis Kediri di bawah raja Jayabaya lah yang kemudian menjadi pewaris tahta dari Kerajaan Kahuripan.
3. Raja Sarweswara
Raja Sarweswara bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardhanawatara Wijayagrajasama Singhadaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatunggadewanama. Pemerintahan Sarweswara berlangsung dari tahun 1159 hingga 1169 M. Lencana yang digunakan Raja Sarweswara adalah Ganesha.
4. Sri Aryyeswara
Sri Aryyeswara dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Aryyeswara Madhusudanawatararijamukha menggantikan raja Sarweswara yang menjabat hingga tahun 1181 M.
5. Sri Gandra
Sri Gandra yang bergelar Sri Maharaja Sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayatunggadewanama Sri Gandra dikenal dengan jabatan sarwajala atau laksamana laut. Dari jabatan tersebut diperkirakan bahwa dahulu Kediri memiliki armada laut yang kuat. Selain itu, pada masa pemerintahan Sri Gandra dikenal adanya strata pejabat yang menggunakan nama binatang dantaranya, Kebo Salawah, Lembu Agra, Gajah Kuning serta Macan Putih.
6. Kameswara
Kameswara yang bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Tri Wikramawatara Aniwaryyawiryya Parakrama Digjayatunggadewanama memerintah Kediri pada tahun 1182 hingga 1185 M. Pada masa Sri Gandra inilah seni sastra berkembang pesat.
7. Kertajaya
Kertajaya yang bergelar Sri Maharaja Sarweswara Triwikramataranindita Srenggalancana Digjayatunggadewanama memerintah pada tahun 1185 – 1222 M dan sekaligus menjadi raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Pada masa pemerintahan Kertajaya banyak konflik yang terjadi antara pihak pemerintahan dengan para Brahmana. Para Brahmana kemudian meminta perlindungan Ken Arok. Kesempatan emas ini digunakan Ken Arok untuk melakukan pemberontakan dan melakukan penggulingan kekuasaan. Kediri kalah dan berakhirlah masa Dinasti Isana yang didirikan Empu Sindok.
B. Kehidupan Ekonomi
Kediri adalah kerajaan bercorak agraris dan maritim. Mata pencaharian dari rakyat Kediri adalah sebagai petani hal ini didukung oleh tanahnya yang subur. Hasil pertanian inilah yang kemudian mengantarkan Kediri kepada masa kemakmuran. Sedangkan yang berada di daerah pesisir bermata pencaharian sebagai pedagang dan pelayaran. Diketahui bahwa Kediri pernah melakukan perdagangan dengan Maluku dan Sriwijaya. Mata uang yang digunakan pada waktu itu adalah logam yang terbuat dari emas serta campuran antara perak, timah, dan tembaga. Sungai Brantas menjadi salah satu titik nadi perdagangan yang menghubungkan antara pesisir dan pedalaman dalam rangka kegiatan perekonomian.
C. Kehidupan Sosial Budaya
Pada zaman pemerintahan Jayabaya perkembangan karya sastra berkembang dengan pesatnya. Jayabaya pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa. Pekerjaan tersebut ternyata tidak selesai, kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab tersebut, Jayabaya mendapat banyak sanjungan. Kitab itu berangka candra sengkala Sangakuda Suddha Candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan Hariwangsa.
Pada masa pemerintahan raja Kameswara juga menghasilkan beberapa karya sastra diantaranya :
- Kitab Wertasancaya yang berisi tentang petunjuk cara membuat syair yang baik oleh Empu Tan Akung.
- Kitab Smaradhahana berupa kakawin yang kemudian digubah oleh Empu Dharmaja yang berisi pujian kepada raja yang dianggap titisan dari Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa ibu kota kerajaannya berada di Dahana.
- Kitab Lubdaka yang ditulis Empu Tan Akung. Kitab ini berisi pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia kemudian ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Selain karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain diantaranya :
- Kitab Kresnayana yang ditulis oleh Empu Triguana yang erisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, namun dikasihi banyak orang karena suka menolong dan juga sakti. Krena akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
- Kitab Samanasantaka yang ditulis oleh Empu Managuna yang mengisahkan tentang Bidadari Harini yang mendapat kutukan dari Begawan Trenawindu.
Peninggalan Kerajaan Kediri
- Candi Penataran
- Candi Tondowongso
- Candi Gurah
- Candi Mirigambar
- Candi Tuban
- Prasasti Kamulan
- Prasasti Galunggung
- Prasasti Jaring
- Prasasti Panumbangan
- Prasasti Talan
- Kitab Kakawin Bharatayudha
- Kitab Kresnayana
- Kitab Sumarasantaka
- Kitab Gatotkacasraya
- Kitab Smaradhana