Kerajaan Demak dahulu hanyalah sebuah kadipaten di bawah Kerajaan Majapahit. Ketika Majapahit mengalami krisis, kerajaan bawahan Majapahit satu per satu mulai melepaskan diri dan membentuk kerajaan baru, sedangkan Demak mendirikan pemerintahan sendiri dengan pusat kota di daerah Bintoro. Kerajaan Demak merupakan kerajaan dengan corak Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah beserta para Wali Songo.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah yang tak lain merupakan anak dari raja Majapahit, Brawijaya V dari putri Campa. Raden Patah memilih wilayah Demak karena Demak dianggap strategis berada di antara pelabuhan yaitu Pelabuhan Bergota Kerajaan Mataram Hindu (daerah Semarang, kira – kira antara Sam Poo Kong sampai sampai Karyadi) dan Pelabuhan Jepara. Demak dianggap sebagai kerajaan yang berpengaruh besar bagi Nusantara pada masanya. Kerajaan Demak mencakup Banjar, Palembang, Maluku dan sebagain besar wilayah utara Jawa.
Kehidupan Politik Kerajaan Demak
Raden Patah merupakan raja pertama Kerajaan Demak yang bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Raden Patah turun tahta pada tahun 1507 digantikan putranya yang bernama Pati Unus. Sebelum diangkat menjadi raja Kerajaan Demak, Pati Unus pernah memimpin penyerangan Portugis di Selat Malaka, namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Atas keberaniannya memimpin penyerangan Portugis di Malaka, Pati Unus kemudian dijuluki Pangeran Sabrang Lor.
Pati Unus wafat pada tahun 1522 dan digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan Trenggana. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana inilah Kerajaan Demak mengalami kejayaan. Sultan Trenggana sebagai raja Demak berusaha menahan pengaruh Portugis di Jawa. Pada saat itu Portugis berusaha melakukan kerjasama dengan Kerajaan Sunda atau disebut juga Kerajaan Pajajaran. Saat itu, Raja Samiam yang memerintah Kerajaan Sunda memberikan izin kepada Portugis untuk membuka kantor dagang di Sunda Kelapa. Sultan Trenggana yang terang – terangan memusuhi Portugis akhirnya mengutus Fatahillah atau Faletehan untuk mencegah upaya Portugis dalam menduduki wilayah Sunda Kelapa dan Banten.
Sunda Kelapa atau Jakarta yang kita kenal saat ini merupakan wilayah dari Kerajaan Sunda. Pada saat itu, Portugis telah mendirikan benteng untuk menahan serangan dari kerajaan – kerajaan lain. Demak tidak menyukai hal tersebut dan memutuskan untuk menyerang Sunda Kelapa. Fatahillah melakukan penyerangan dan berhasil mengalahkan Portugis. Banten dan Cirebon akhirnya dapat dikuasai oleh Fatahillah dan pasukannya.
Atas kemenangan ini, Sunda Kelapa kemudian diganti dengan nama Jayakarta pada 22 Juni tahun 1527. Kejadian ini membuat nama Trenggana menjadi raja terbesar di Kerajaan Demak. Selanjutnya kerajaan – kerajaan Hindu dan Buddha mulai dikuasai diantaranya Wirosari dan Tuban (1528), Madiun (1529), Lamongan, Blitar, Pasuruan dan Wirosobo (1541 sampai 1542).
Kerajaan Mataram, Madura dan Pajang akhirnya juga masuk ke dalam kekuasaan Kerajaan Demak. Strategi politik dilakukan oleh Sultan Trenggana dengan mengawinkan putrinya dengan Bupati Madura bernama Pangeran Langgar. Selanjutnya putra Bupati Pengging bernama Tingkir diambil menjadi menantu Sultan Trenggana dan dijadikan Bupati di Pajang.
Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam pertempuran di Pasuruan. Setelah wafatnya Sultan Trenggana, di internal Kerajaan Demak terjadi persengketaan perebutan kekuasaan. Sultan Trenggana kemudian digantikan oleh Pangeran Mukmin atau disebut juga Pangeran Prawoto yang merupakan putra tertua Sultan Trenggana. Namun, Prawoto dibunuh oleh Arya Penangsang, Bupati Jipang.
Kemudian tahta Kerajaan Demak diduduki oleh Arya Penangsang. Namun, keluarga kerajaan tidak menyetujui Arya Penangsang menjadi raja Kerajaan Demak. Pada akhirnya Arya Penangsang dibunuh anak angkat dari Jaka Tingkir bernama Sutawijaya. Sejak saat itu Kerajaan Demak dipindah ke Pajang.
Raja – Raja Kerajaan Demak
- Raden Patah (1478 – 1518)
Raden Patah merupakan pendiri Kerajaan Demak. Selama masa pemerintahannya, Demak berkembang pesat dengan dibantu para wali. Kekuasaan Demak diperluas hingga mencakup Jepara, Rembang, Pati, Rembang, Semarang, pulau – pulau di sekitar Selat Karimata dan beberapa daerah di Kalimantan. Peran Raden Patah dalam penyebaran Islam di Jawa sangatlah besar. Ia dibantu Wali Songo melakukan penyebaran agama Islam baik di pesisir Jawa maupun di pedalaman. - Pati Unus (1518 – 1521)
Pati Unus merupakan anak dari Raden Patah yang memiliki gelar Pangeran Sabrang Lor yang ia dapatkan sewaktu memimpin armada laut Demak ketika menyerang Malaka. Pati Unus memerintah Demak hanya selama 3 tahun. Pada tahun 1521 Pati Unus meninggal karena sakit dan meninggal tanpa anak. Sebagai gantinya, adiknya yang bernama Raden Trenggono kemudian menggantikan Pati Unus. - Sultan Trenggono (1521 – 1546)
Sultan Trenggono merupakan adik dari Pati Unus yang memerintah Demak hingga tahun 1546. Sewaktu memerintah Demak, Sultan Trenggono pernah melakukan penyerangan dari Banten, Sunda Kelapa, kemudian Cirebon pada tahun 1522 yang saat itu ketiganya dalam kekuasaan Kerajaan Padjajaran yang bekerjasama dengan Portugis. Selama pemerintahannya, Sultan Trenggono mampu memperluas wilayahnya hingga ke Jawa Barat.Sepeninggal Sultan Trenggono, Demak mengalami perebubutan kekuasaan antara anak sulung Sultan Trenggono bernama Sunan Prawoto dengan Pangeran Sekar, kakak Sultan Trenggono. Pangeran Sekar meninggal dan kemudian Sunan Prawoto menjadi Raja Demak.
Penguasa Kesultanan Demak
No | Nama | Jabatan | Tempat Makam |
1 | Raden Fatah (Sultan Syah Alam Akbar Al Fattah) | Sultan Demak ke I Th. 1478 – 1518 M Putra Brawijaya ke V Prabu Kertabhumi dari Majapahit | Komplek Masjid Demak |
2 | Raden Adipati Unus | Sultan Demak Ke II Th. 1518 – 1521 M Putra Mahkota R. Fattah | Komplek Masjid Demak |
3 | Raden Trenggono | Sultan Demak Ke III Th. 1521 – 1546 M Putra Mahkota R. Fattah | Komplek Masjid Demak |
4 | Raden Hadiwijoyo (R. Jaka Tingkir) | Sultan Demak Ke IV Th. 1560 – 1582 M Putra Mantu R. Trenggono (Istana pindah ke Pajang) | Pajang, Sukoharjo, Surakarta |
Peta Kerajaan Demak
Silsilah Kerajaan Demak
Kejayaan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggno (1521 – 5126). Pada masa tersebut, Kerajaan Demak mampu menguasai Sunda Kelapa (1527), Tuban (1527), Surabaya dan Pasuruan (1527), Madiun (1529),dan Blambangan yang merupakan kerajaan Hindu terakhir di ujung Jawa (1527, 1546). Namun, pada tahun 1546 Sultan Trenggana meninggal saat bertempur melawan Pasuruan.
Faktor pendorong majunya kerajaan demak diantaranya :
- Letak Kerajaan Demak yang strategis yaitu berada di pantai utara Jawa sebagai jalur perdagangan di Nusantara.
- Adanya pelabuhan Bergota di Semarang yang yang merupakan tempat ekspor – impor.
- Terdapat sungai di pedalaman sebagai penghubung sekaligus alat transportasi pengangkutan hasil pertanian seperti beras dari pedalaman.
- Runtuhnya Kerajaan Majapahit
- Dukungan dari Wali Sanga
Runtuhnya Kerajaan Demak
Kerajaan Demak mengalami keruntuhan setelah wafatnya Sultan Trenggono. Terjadi perebutan kekuasaan di antara internal Kerajaan Demak. Pada akhirnya, penerus tahta Kerajaan Demak dilanjutkan oleh saudara Sultan Trenggana yang bernama Pangeran Sedo Lapen, namun Pangeran Sedo Lapen dibunuh oleh Pangeran Prawoto yang merupakan anak tertua dari Sultan Trenggana.
Pangeran Prawoto akhirnya tewas di tangan Arya Penangsang yang tak lain adalah anak dari Pangeran Sedo Lapen. Arya Penangsang yang kemudian menjabat sebagai raja Demak tidak mendapat restu internal Kerajaan Demak dan pada akhirnya tewas di tangan anak dari Joko Tingkir bernama Sutawijaya. Akhirnya pada tahun 1568 M, tahta kerajaan Demak ditangan Joko Tingkir dan Kerajaan Demak dipindah ke Pajang.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Letaknya yang strategis berada di pantai utara Jawa menjadikan Demak sebagai salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara. Demak memegang peranan yang penting dalam perdagangan antar pulau. Selain dari wilayah perairan, Kerajaan Demak juga berkembang dalam bidang agraris yang merupakan penghasil bahan makanan seperti beras. Perdagangan di Demak juga semakin meningkat berupa komoditas seperti lilin, madu dan beras.
Barang – barang tersebut kemudian diperjualbelikan di Malaka melalui pelabuhan Jepara. Demak yang strategis sangat menguntungkan karena banyak kapal yang melewati laut Jawa dalam memasarkan dagangan serta mendapat pajak dari setiap kapal yang lewat. .
Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial dan budaya di Kerajaan Demak sudah teratur dengan hukum Islam dan Jawa yang menjadi dasar – dasar dalam melaksanakan segala hal. Kebudayaan di Kerajaan Demak berkembang dengan budaya Jawa yang masih kental dipadukan budaya Islam yang melebur berakulturasi menjadi satu dan membentuk budaya baru di Jawa.
Sisa – sisa peradaban Kerajaan Demak dapat dilihat pada Masjid Demak yang memiliki unsur Jawa dan unsur Arab. Masjid Demak menjadi simbol kebesaran Kerajaan Demak. Terdapat lambang Surya Majapahit yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Terdapat juga saka tatal yang menyangga Masjid Demak tetap berdiri kokoh.
Baca Juga : Sejarah Masjid Demak
Peninggalan Kerajaan Demak
Berikut ini adalah peninggalan – peninggalan dari Kerajaan Demak, diantaranya :
- Masjid Agung Demak
- Piring Campa dari Putri Campa (ibu dari Raden Patah)
- Makam Sunan Kalijaga
- Soko Tatal dan Soko Guru
- Pintu Bledeg
- Bedug dan Kentongan Wali Songo
Infografik Kerajaan Demak
Lampiran