Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim lahir pada tahun 1419 M atau 882 H. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim meskipun telah disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Magribi kepada dirinya kemungkinan diberikan karena dia keturunan Maghrib atau Maroko di Afrika Utara. Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutkan Makhdum Ibrahim as-Samarqandy yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi. Beliau diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh abad ke 14.
Dalam buku History of Java menyebutkan bahwa menurut penuturan lokal, “Maulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal dari Arabia, keturunan dari Jaenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans artinya di Desa Leran Jeng’gala”. Namun terdapat pendapat lain yaitu dari J.P. Moquett didasarkan pada prasasti makam di Desa Gapura Wetan, Gresik yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.
Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Pada umumnya, ia dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Husan bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats – Tsani, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik.
Penyebaran Agama
Maulana Malik Ibrahim dianggap orang pertama yang melakukan penyebaran agama di tanah Jawa, dan merupakan wali senior diantara Walisongo. Kedatangannya ke pulau Jawa ditujukan ke Desa Sembalo, sekarang bernama Leran, Kecamatan Manyar, berada 9 kilometer ke utara Kota Gresik. Ia kemudian menyebarkan agama Islam ke Jawa bagian timur dengan mendirikan masjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Yang beliau lakukan pertama kali adalah mendekatkan diri kepada masyarakat setempat. Perilakunya yang ramah serta berbudi bahas yang santun membuat penduduk asli tertarik masuk Islam dan mengenalnya.
Seperti yang dilakukan para wali lain, Maulana Ibrahim juga melakukan aktivitas perdagangan. Belia melakukan perdagangan di tempat pelabuhan terbuka yang sekarang dikenal dengan nama Desa Roomo, Manyar. Dengan berdagang, ia berinteraksi dengan masyarakat luas, selain itu para bangsawan juga dapat berdagang dengan memperjualbelikan kapal atau menjadi pemodal.
Setelah dianggap cukup mapan di masyarakat, beliau kemudian pergi ke Trowulan, Majapahit. Raja menerimanya dengan baik walaupun saat itu raja Majapahit tidak masuk Islam, bahkan Raja Majapahit waktu itu memberikan sebidang tanah di daerah Gresik kepadanya yang kini dikenal dengan nama Desa Gapura. Selanjutnya Maulana Malik Ibrahim membuat pesantren – pesantren guna mempersiapkan kader – kader perjuangan dakwah Islam di pulau Jawa.
Maulana Malik Ibrahi dimakamkan di Desa Gapura, Kota Gresik, Jawa Timur. Hingga saat ini makamnya banyak diziarahi orang – orang. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Haul Sunan Gresik diadakan setiap tanggal 12 Rabiul Awwal yang merupakan hari wafatnya Sunan Gresik sesuai prasasti yang ada di makamnya. Pada acara tersebut diadakan khataman Al-Quran, Mauludan, dan menghidangkan makanan khas bubur harisah.
Legenda Rakyat
Legenda rakyat mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia. Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq dianggap sebagai anak dari Maulana Jumadil Kubro atau Syekh Jumadil Kubro. Maulana Ishaq dianggap sebagai ulama terkenal di Samudera Pasai dan sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syekh Jumadi Kubro datang ke tanah Jawa bersama dua anaknya. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Kubro tetap di Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, sedangkan adiknya mengislamkan di Samudera Pasai.
Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa selama tiga belas tahun. Beliau menikah dengan putri raja dan memiliki dua keturunan yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup dengan misinya di Champa, beliau kemudian pergi ke Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah kedua anaknya dewasa, mereka mengikuti jejak ayahnya ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.
Dalam legenda rakyat, Maulana Malik Ibrahim disebut sebagai Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara – cara bercocok tanam. Ia mudah bergaul dengan masyarakat bawah dan berhasil mendapatkan hati mereka meskipun saat itu sedang dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selain itu, belia juga dikenal sebagai tabib yang sering mengobati tanpa memungut biaya. Beliau pernah diundang untuk mengobati istri raja Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Setelah selesai membangun dan menata pondok tempat belajar agama di Leran, pada tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat di Desa Gapura, Gresik, Jawa Timur. Saat ini jalan menuju makam diberi nama Jalan Malik Ibrahim.