Syekh Jumadil Kubro bernama lengkap Syekh Jamaluddin Al – Husain Al – Akbar merupakan salah satu tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa yang hidup sebelum zaman Wali Songo. Ia mampu menembus kebesaran dinding Kerajaan Majapahit. Beliau juga merupakan cucu ke – 18 Nabi Muhammad SAW dari garis Sayyidah Fatimah Az Zahrah al-Battul. Ayahnya bernama Syekh Jalal yang terkenal atas akhlaknya yang mampu meredam pertikaian Raja Champa dengan rakyatnya. Berkat jasanya, Syekh Jalal diangkat menjadi raja dan penguasa dari Champa.
Menurut cerita, sebagian besar Walisongo memiliki hubungan darah atau berasal dari keturunan Syekh Maulanan Akbar. Tiga puteranya disebutkan meneruskan dakhwah di Asia Tenggara, diantaranya;
- Ibrahim Akbar (atau Ibrahim as-Samarkandi) ayah Sunan Ampel yang berdakwah di Champa dan Gresik
- Ali Nuralam Akbar datuk Sunan Gunung Jati yang berdakwah di Pasai
- Zainal Alam Barakat
Syekh Jamaluddin besar dibawah asuhan ayahnya sendiri. Ketika beliau dewasa, beliau mengembara ke negeri datuknya yaitu ke Hadramaut. Di tempat tersebut beliau belajar dan mendalami berbagai ilmu dari beberapa ulama yang terkenal pada zamannya. Bahkan keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan Tasawwuf di samping ilmu – ilmu lain.
Selanjutnya, beliau melanjutkan pengembaraannya dalam mencari ilmu dan beribadah hingga ke Mekkah dan Madinah. Tujuannya adalah mendalami berbagai ilmu, terutama ilmu Islam yang sangat variatif. Setelah sekian lama, beliau kemudian pergi ke Gujarat guna berdakwah dengan jalur perdagangan. Melalui perdagangan inilah beliau bisa mengenal ulama lain ketika menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Beliau berdakwah bersama para ulama beserta putera – puterinya dan santrinya ke tanah Jawa. Mereka menggunakan tiga kendaraan laut sekaligus yang terbagi menjadi tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama dipimpin oleh Syekh Jumadil Kubro yang memasuki pulau Jawa melalui Semarang dan singgah sesaat di Demak. Selanjutnya rombongan Syekh Jumadil Kubro melanjutkan ke Majapahit dan menetap dan membangun padepokan serta mengajarkan berbagai ilmu yang hendak mendalami ilmu keislaman.
Kelompok kedua terdapat cucu dari Syeikh Jumadil Kubro yang bernama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin yang dibantu saudaranya yang bernama Malik Ibrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok terakhir adalah jamaah yang dipimpin putranya bernama al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju tuban. Namanya kemudian termasyur dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserba jelasan ilmu atau ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya).
Syekh Jumadil Kubro wafat pada tahun 1376 M tepatnya pada tanggal 15 Muharram 797 H di Trowulan yang diperkirakan hidup pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk. Bermula dari usul Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di Turki (Sultan Muhammad I) untuk melakukan dakwah Islamiyah di Kerajaan Majapahit. Ketika itu Kerajaan Majapahit sangatlah kuat dibawah mahapatih Gajah Mada dan keyakinan masyarakat atas arwah leluhur serta agama Hindu Buddha pun masih kuat. Keberadaannya di Kerajaan Majapahit memperlihatkan perjuangan Syeikh Jumadil Kubro sangat besar dalam menegakkan agama Islam di Majapahit.
Karena pengaruhnya dalam memberikan pencerahan berkehidupan yang berperadaban, maka Syekh Jumadil Kubro dekat dan disegani para pejabat Kerajaan Majapahit. Tak heran makam dari Syeikh Jumadil Kubro berada diantara makam pejabat kerajaan seperti Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunan Ngudung (ayah dari Sunan Kudus) dan beberapa patih serta senopati.
Makam Syeikh Jumadil Kubro berada di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Makam Syeikh Jumadil Kubro sering diadakan acara manaqib pada malam Jum’at Pahing jam 19.00 dan pada acara Maulud Nabi Muhammad, sedangkan setiap Jum’at Legi diadakan acara Mujahadah Kubro dan pengajian. Khol Akbar diadakan setahun sekali pada bulan Dulkaidah Jumat tekahir. Makam Syeikh Jumadil Kubro dibuka untuk umum setiap hari dan setiap saat.