Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah) – Peninggalan dan Kehidupannya

Rahmad Ardiansyah

Mesolitikum dapat diartikan sebagai zaman batu tengah. Zaman ini terjadi sekitar 10.000 tahun yang lalu pada masa holocen. Bila dibandingkan dengan masa sebelumnya, pada masa mesolitikum manusia mengalami perkembangan dari segi budaya. Perkembangan ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :

  • Keadaan alam pada masa mesolitikum relatif lebih stabil sehingga manusia dapat hidup dengan suasana lebih tenang. Karena hidupnya yang tenang maka mereka dapat mengembangkan keudayaan mereka.
  • Manusia pendukung kebudayaan mesolithikum yaitu homo sapiens lebih cerdas dari pendahulunya.

Zaman mesolithikum terjadi antara zaman batu tua dan zaman batu muda. Pola kehidupan pada masa mesolithikum tidak begitu berbeda dengan masa sebelumnya yaitu berburu dan mengumpulkan makanan. Manusia pada masa ini sudah mulai memiliki tempat tinggal semi menetap serta melakukan kegiatan bercocok tanam namun masih sangat sederhana. Tempat tinggal manusia pada masa ini adalah di tepi pantai dan di goa – goa. Pernyataan tersebut didasarkan pada penemuan bekas – bekas kebudayaan di lokasi – lokasi tersebut.

Pada masa mengumpulkan makanan tingkat awal (paleolitikum) dan tingkat lanjut (mesolithikum) alat – alat yang digunakan berasal dari tulang dan tanduk hewan yang digunakan untuk keperluan kehidupan mereka seperti memukul, menggali tanah, jarum, pisau dan lain – lain. Peralatan yang terbuat dari tulang banyak ditemukan di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur.
Manusia pada masa ini sudah memiliki kemampuan membuat gerabah dari tanah liat. Hasil kebudayaan pada masa ini antara lain kapak genggam Sumatera (Sumatralith pebble culture), alat dari bahan tulang (bone culture) dan beberapa flake yang ditemukan didaerah Toala (flakes culture).

Manusia Pendukung Zaman Mesolitikum

Manusia purba pada masa mesolitikum memiliki peningkatan kecerdasan dibandingkan dengan masa sebelumnya. Mereka memiliki kebudayaan yang lebih maju dan tatanan sosial yang lebih tertata. Abris sous roche adalah manusia purba yang tinggal di gua – gua di tebing pantai, dimana banyak ditemukan sampah dapur pada zaman batu tengah yang menggunung hingga ketinggian 7 meter yang disebut kjokkenmoddinger.

Ciri Zaman Mesolitikum

  • Tempat tinggal semi menetap
  • Memiliki kemampuan bercocok tanam sederhana
  • Bertempat tinggal di pantai dan di goa – goa
  • Manusia pada zaman ini sudah bisa membuat kerajinan gerabah

Hasil Kebudayaan Zaman Mesolitikum

  1. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Istilah Kjokkenmoddinger diambil dari bahasa Denmark yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding yang berarti sampah. Kjokkenmoddinger dapat diartikan sebagai sampah dapur. Kjokkenmoddinger adalah fosil berupa timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian kurang lebih 7 meter. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera yaitu di daerah Langsa hingga Medan. Penemuan ini menunjukkan bahwa manusia pada saat itu sudah tinggal menetap.

Pada tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian kjokkenmoddinger. Kemudian, ia menumukan kapak genggam yang berbeda dengan kapak genggam pada zaman paleolitikum.

  1. Kapak Genggam Sumatera (Sumateralith)

Pada tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian pada kjokkenmoddinger. Pada penelitian tersebut Van Stein Callenfels juga menemukan kapak genggam. Sesuai lokasi penemuannya, pebble atau kapak genggam tersebut kemudian dinamakan Sumateralith. Kapak ini terbuat dari batu yang dipecah sehingga menjadi tajam.

  1. Kapak Pendek (Hachecourt)

Selain pebble / kapak genggam, Dr. P.V. Van Stein Callenfels juga menemukan kapak pendek (Hachecourt) di dalam bukit kerang. Kapak ini berbentuk pendek (setengah lingkaran) sehingga dinamakan kapak pendek atau hachecourt.

  1. Pipisan

Didalam kjokkenmoddinger atau tumpukan kerang ternyata juga ditemukan pipisan. Batu pipisan adalah batu penggiling beserta landasannya. Batu pipisan digunakan untuk menggiling makanan dan penghalus cat merah yang berasal dari tanah merah. Cat merah ini diperkirakan berfungsi sebagai keperluan keagamaan dan untuk ilmu sihir.

Di daerah Sampung ditemukan alat – alat yang terbuat dari tulang. Van Stein Callenfels menemukan fosil ras Austromelanosoid yang dianggap merupakan nenek moyang dari bangsa Papua saat ini.
Hasil kebudayaan pada masa Mesolitikum adalah lukisan gua. Lukisan gua ini ditemukan di Papua dan pernah diteliti oleh dua orang bersaudara yaitu Roder dan Galis. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa tujuan lukisan tersebut adalah sebagai ritual kepercayaan untuk menghormati nenek moyang, upacara inisiasi, upacara meminta kesuburan dan upacara meminta hujan.

Corak Masyarakat Zaman Mesolitikum

Manusia pada masa mesolitikum tinggal di gua – gua yang letaknya tidak jauh dari sumber air seperti sungai maupun danau yang kaya akan ikan, siput, dan kerang. Selain itu mereka juga tinggal di pantai atau muara. Dugaan tersebut disimpulkan berdasarkan temuan kjokkenmoddinger atau bukit remis di Aceh dan Sumatera Utara. Mereka sudah mulai mengenal kepercayaan tentang kehidupan setelah mati dan kesenian. Hal tersebut terlihat pada aktivitas berikut ini :

  1. Mengubur Mayat

Pada umumnya kubur yang dilakukan pada masa mesolitikum adalah dengan posisi berjongkok, tangan dilipat kebawah dagu / di depan perut, disertai dengan bekal kubur berupa perhiasan dari kulit kerang. Bahkan ada beberapa kerangka tulang yang menunjukkan penguburan yang diberi hemamit atau pewarna dari oker. Cara ini dikenal sebagai penguburan sekunder atau dua kali.

  1. Membuat Lukisan pada Dinding Gua Tempat Tinggalnya

Lukisan pada dinding gua ditemukan di gua Pattae, Sulawesi Selatan yang ditemukan menggunakan cap tangan (terkait perkabungan) dan lukisan babi rusa (keberhasilan perburuan). Pada gua Leang – Leang di Sulawesi Selatan terdapat gambar berwarna seekor babi hutan sedang berlari dan lukisan dari cap tangan. Di gua Jarie dan gua Burung juga ditemukan lukisan cap tangan. Sedangkan pada dinding gua Seram, Papua Barat dilukiskan perahu (lambang alat transportasi ke dunia roh) dan manusia bertopeng (pelindung dari gangguan roh jahat). Lukisan ini serupa dengan yang ditemukan di Pulau Muna (Sulawesi Selatan).

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah