OKI (Organisasi Konferensi Islam) merupakan organisasi negara – negara Islam atau negara – negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Organisasi ini bersifat nonmiliter. OKI didirikan di Kota Rabat, Maroko, pada tanggal 25 September 1969. Pembentukan OKI merupakan reaksi negara – negara beragama Islam atas pembakaran Masjid Al Aqsa di Israel pada tanggal 21 Agustus 1969. Masjid Al Aqsa merupakan salah satu tempat suci selain Mekkah dan Madinah.
Latar Belakang Beridirinya OKI
Berikut ini adalah latar belakang berdirinya OKI :
- Adanya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu pada tahun 1964 yang menimbulkan ide untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional.
- Diselenggarakannya sidang Liga Arab sedunia pada tahun 1964 di Jeddah, Saudi Arabia yang mencetuskan ide untuk menggalang solidaritas islamiyah dalam usaha melindungi umat Islam.
- Pecahnya Perang Timur Tengah melawan Israel pada tahun 1967. Hal ini mengakibatkan solidaritas penganut Islam di Timur Tengah meningkat.
- Pada tahun 1968, Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke negara – negara Islam dalam rangka penjajakan lebih lanjut untuk membentuk Organisasi Islam Internasional.
- Solidaritas Islam mencapai puncaknya setelah terjadi perusakan Masjid Al Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969. Hal ini merupakan puncak kemarahan dari umat Islam terhadap Zionis Israel.
Tujuan Berdirinya OKI
- Memajukan solidaritas diantara negara – negara OKI dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan pertahanan keamanan.
- Mengoordinasi usaha – usaha dalam melindungi tempat – tempat suci agama Islam.
- Berusaha melenyapkan diskriminasi, perbedaan rasial, dan segala bentuk kolonialisme.
- Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat dan hak masing – masing negara Islam.
- Menciptakan hubungan yang harmonis antar anggota OKI maupun dengan negara lain.
Prinsip Organisasi Konferensi Islam
Guna mencapai tujuannya, OKI menetapkan lima prinsip, diantaranya :
- Adanya persamaan mutlak antara negara – negara anggota OKI
- Menghormati hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri tanpa adanya campur tangan atas urusan dalam negeri suatu bangsa.
- Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas wilayah di setiap negara.
- Proses penyelesaian masalah maupun konflik antarnegara diselesaikan melalui cara damai seperti diplomasi, arbitrasi, rekonsiliasi, maupun mediasi.
- Menghindari penggunaan kekerasaan terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional, maupun kemerdekaan politik suatu negara.
Peran Indonesia dalam OKI
Pada tahun 1993, Indonesia menerima mandat sebagai ketua Committee of Six yang bertugas memfasilitasi perundingan damai antara Moro National Liberation Front (MNLF) dengan pemerintah Filipina. Selanjutnya, pada tahun 1996 Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri (KTM-OKI) ke 24 di Jakarta. Pada penyelenggaraan KTT OKI ke 14 di Dakar Senegal, Indonesia mendukung pendirian OIC’s Ten-Year Plan of Action. Dengan diadopsinya piagam ini, Indonesia memiliki ruang untuk lebih berperan dalam memastikan implementasi reformasi OKI tersebut.