Periode Yunani Klasik ditandai tiga peristiwa penting, yaitu Perang Yunani-Persia, Perang Sparta-Athena yang menimbulkan Perang Peloponnesia, dan bangkitnya negara kota Macedonia dibawah Philippos II.
1. Perang Yunani-Persia (492-449 SM)
Perang ini dipicu oleh invasi Persia ke negara – negara kota di wilayah Ionia – wilayah Turki sekarang- sekitar 547 SM dibawah rajanya Cyrus Agung atau Koresh Agung. Ionia berhasil ditundukkan oleh Persia kemudian mengangkat semacam penguasa boneka di Ionia yang bernama Aristagoras, dengan pusat pemerintahan di Miletos yang teretak di pesisir barat Anatolia atau sekarang dikenal sebagai Provinsi Aydin Turki.
Namun, dengan mendukung negara kota Athena dan Eritrea yang merasa terancam dengan kehadiran Persia di wilayah Yunani, Aristagoras balik menyerang Persia dan mengobarkan apa yang disebut Pertempuran Ionia, yang berlangsung tahun 499-493 SM. Persia menang, dan pada tahun 492 SM Darius Agung menyerang Yunani daratan, yaitu Athena dan Eritrea dengan maksud menghukum kedua negara kota ini atas dukungan mereka atas Ionia sebelumnya. Pasukan Persia kalah melawan Athena dalam Pertempuran Marathon (492 SM). Putra Darius Xerxes I berusaha membalas kekalahan dengan mengirim pasukan yang lebih besar. Sadar akan kekuatan Persia, dua negara kota yang semula bersaing, Athena dan Sparta, membangun persekutuan. Gabungan kekuatan Athena- Sparta, dengan Athena mengerahkan pasukan maritimnya dan Sparta mengerahkan pasukan infantrinya, membuat Persia takluk dalam Pertempuran Pataia pada tahun 479 SM.
Kendati menang, Athena bertekad membersihkan semua sisa pasukan dan pengaruh Persia di Yunani. Untuk itu, Athena membentuk persekutuan bersama diantara 150-173 negara kota Yunani lainnya, dibawah pimpinan Athena, yang kemudian disebut dengan Liga Delos pada tahun 477 SM. Liga Delos ini terus berperang melawan Persia sampai tahun 449 SM.
Sekitar tahun 461-429 SM, Athena diperintah oleh seorang negarawan ulung yang bernama Pericles, yang memerintahkan untuk membangun kuil untuk Dewi Athena, yang disebut dengan Kuil Parthenon diatas puncak bukit berbatu Acropolis.
2. Perang Peloponessia (431-404 SM)
Perang Peloponessia (431-404 SM) adalah perang antara Athena yang didukung Liga Delos dan Sparta yang didukung Liga Peloponnesia. Perang yang dimenangkan oleh Sparta ini dikisahkan secara lengkap oleh seorang jenderal dan sejarawan Athena, Thucydides, dalam mahakaryanya Sejarah Perang Peloponnesia.
Latar belakang utama Perang Peloponnesia adalah ketakutan Sparta akan dominasi Athena yang tumbuh kuat baik secara ekonomi maupun militer (kekuatan maritim). Kekuatan Athena bertambah kuat lagi setelah berhasil membentuk dan memimpin Liga Delos serta mengusir sisa – sisa kekuatan dan pengaruh Persia di Yunani. Perang ini umumnya dibagi menjadi 3 fase utama yaitu (i) Perang Archidamia; (ii) Perang Nicias; (iii) Perang Ionia.
Perang Archidamia adalah invasi atas Attica, yang dibalas Athena dengan menyerang pesisir Peloponnesia. Perang ini berlangsung selama 10 tahun, dan berakhir dengan gencatan senjata yang singkat, yang terkenal dengan Perdamaian Nicias.
Gencatan senjata dilanggar tahun 415 SM, ketika kedua negara kota kembali berperang di Peloponnesia. Selama fase terakhir perang ini -antara tahun 412-404 SM, Sparta bersekutu dengan Persia, dan bersama – sama mendukung pemberontakan negara – negara bawahan Athena dengan maksud melemahkan kekuatannya. Armada laut Athena akhirnya hancur di Laut Aegospotamia, wilayah Ionia, pada tahun 405 SM. Pada tahun berikutnya Athena menyerah dan perangpun secara resmi berakhir.
Akhir Perang Peloponnesia membawa perubahan mendasar terhadap pemerintahan di Yunani Kuno. Sebelum tahun 431 SM, Athena merupakan negara kota terkuat di Yunani, tetapi setelah perang, zaman keemasan Athena berakhir dan Sparta muncul sebagai kekuatan utama. Dampak negatif secara ekonomi begitu terasa di seluruh wilayah Yunani, dan Athena tidak mampu memulihkannya.
3. Hegemoni Sparta (404an-323 SM) dan bangkitnya negara kota Macedonia
Pada abad ke 3, Yunani berada dibawah hegemoni Sparta. Namun, Sparta memiliki banyak kelemahan yang membuat kekuasaannya atas Yunani tidak dapat bertahan dalam kurun waktu satu abad. Hal ini disebabkan antara lain :
Pertama, wilayah kekuasaan begitu luas, sementara kemampuan mengelola sangat terbatas. Sparta kemungkinan besar hanya unggul dalam bidang militer, namun lemah dalam hal tata kelola pemerintahan. Kedua, negara – negara kota taklukan Sparta termasuk Athena dan anggota – anggota Liga Delos-nya tidak rela berada dibawah kekuasaan Sparta. Itulah yang terjadi pada tahun 395 SM ketika Athena, Argos, Thebe, dan Korinthos bersama – sama memerangi Sparta, dalam Perang Korinthos (395-387 SM). Perang ini berakhir begitu saja, dengan diselingi intervensi Persia yang membantu Sparta.
Sparta mengalami kekalahan ketika melawan negara kota Thebe dalam Pertempuran Leuktra pada tahun 371 SM. Thebe kemudian menguasai Yunani, namun tidak berlangsung lama. Pada saat yang bersamaan, negara kota Macedonia tumbuh dan berkembang pesat dibawah Philipos II. Macedonia mengalahkan gabungan tentara Athena dan Thebe dalam Pertempuran Khaironeia pada tahun 338 SM. Philipos II memaksa mayoritas negara-kota Yunani untuk bergabung kedalam Liga Korinthos dan bersekutu dengannya, serta mencegah mereka saling menyerang. Philipos menyerang kekaisaran Achaemenid di Persia, namun terbunuh. Putra Philippos bernama Alexander Agung melanjutkan perang dan berhasil mengalahkan Darius III dari Persia, menghancurkan Kekaisaran Achamenid sepenuhnya, serta memasukkannya ke dalam Kekaisaran Macedonia.
Ketika Alexander Agung wafat pada tahun 323 SM, kekuasaan dan pengaruh Yunani berada pada puncaknya. Terjadi perubahan politik, sosial dan budaya yang mendasar: Yunani semakin menjauh dari polis (negara-kota) dan lebih berkembang menjadi kebudayaan Hellenistik. Pada masa Alexander Agung, hidup seorang filsuf terkenal bernama Aristoteles. Aristoteles pernah menjadi guru dari Alexander Agung selama beberapa tahun.