Jenderal Soedirman merupakan tokoh pahlawan Nasional yang juga dikenal sebagai jenderal TNI pertama di Indonesia. Beliau merupakan perwira tinggi pada masa Revolusi Nasional Indonesia kala itu. Beliau memiliki nama asli Raden Soedirman, tetapi masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Jendral Besar Sudirman. Beliau lahir di Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916 dari orang tua yang bernama Karsid Kartawiraji (ayah) dan Siyem (ibu).
Beliau mempunyai istri bernama Alfiah, dan saudara yang bernama Muhammad Samingan. Sedangkan Jenderal Soedirman memiliki 7 anak, yaitu Didid Sutjiati, Didi Pudjiati, Titi Wahyuti Satyaningrum, Taufik Effendi, Didi Praptiastuti, Ahmad Tidarwono, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi.
Masa Kecil dan Masa Muda Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman merupakan anak seorang camat, karena itulah Jenderal Soedirman kecil mendapatkan pendidikan layak sejak dini. Pada usia 7 tahun, beliau dimasukkan di HIS (Hollandsch Indlandsche School) yang merupakan sekolah pribumi, lalu pindah ke Taman Siswa pada tahun ke 7.
Pada tahun berikutnya Soedirman pindah ke Sekolah Wirotomo, karena Taman Siswa dianggap illegal oleh pemerintah Belanda. Jenderal Soedirman yang masih kecil saat itu ternyata merupakan anak yang taat beribadah, beliau mempelajari keislaman dari Raden Muhammad Kholil, bahkan beliau dijuluki Haji karena suka berceramah.
Pada tahun 1934, paman Jenderal Soedirman wafat, hal ini menjadi pukulan berat bagi beliau, karena keluarganya jatuh miskin. Bahkan Jenderal Soedirman harus mendapatkan bantuan dari Wirotomo agar bisa sekolah tanpa membayar. Jenderal Soedirman yang masih remaja kala itu ikut mendirikan organisasi islam yang bernama Hizbul wathan milik Muhammadiyah. Kemudian beliau menjadi pemimpin di cabang Cilacap setelah lulus sekolah.
Masa Menjadi Guru
Kemampuan memimpin dari Jenderal Soedirman memang sudah ada sejak muda, bahkan beliau disegani oleh masyarakat. Setelah lulus, beliau belajar kembali di Kweekscool, yang merupakan sekolah khusus untuk calon guru Muhammadiyah, tetapi beliau harus berhenti karena tidak punya biaya.
Kemudian Jenderal Soedirman kembali ke Cilacap, dan menjadi guru di sekolah SD Muhammadiyah yang ada disana. Dari situlah Sudirman bertemu dengan istrinya, Alfiah yang merupakan teman sekolahnya dulu, dan mereka menikah.
Setelah menikah, mereka tinggal di Cilacap, rumah mertuanya, yaitu Raden Sostroatmodjo yang merupakan pengusaha batik kaya raya. Selama mengajar, beliau tetap aktif dalam organisasi, setelah Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942. Indonesia mulai dikuasai dan geraknya dalam mengajar mulai dibatasi, bahkan sekolah ditutup dan diubah menjadi pos milier Jepang.
Sudirman yang menjadi seorang guru melakukan negosiasi dengan Jepang, dan beliau diperbolehkan untuk tetap mengajar. Hal itu tidak mengendurkan semangatnya untuk tetap mengajar di sekolahnya tersebut.
Masuk Dunia Militer
Tahun 1944, Sudirman menjabat sebagai ketua dewan karesidenan yang dibentuk oleh Jepang. Inilah yang menjadi awal dari Sudirman masuk ke dunia militer, karena beliau diminta bergabung dengan tentara PETA yang merupakan bentukan Jepang. Setelah menjadi anggota PETA, begitu tamat pendidikan, beliau langsung menjadi Komandan batalyon Kroya. Dan menjadi panglima divisi V/Banyumas sesudah terbentuknya TKR.
Masa Perang Gerilya
Masa agresi militer Belanda ke II saat itu beliau sedang sakit keras, bahkan presiden Soekarno kala itu meminta beliau untuk tetap di Kota. Tetapi dengan semangatnya beliau tetap memandu para prajurit yang akan melakukan gerilya. Beliau harus berpindah dari hutan satu ke hutan lain, bahkan ketika persediaan obat sudah menipis, beliau tetap turun tangan untuk memimpin pasukannya.
Jenderal Sudirman Wafat
Penyakit TBC yang dideritanya semakin parah, tetapi beliau tetap semangat untuk membela indonesia. Pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaultatan Indonesia melalui RIS, dan beliau diangkat menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) pertama dan termuda.
Pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman wafat setelah berjuang keras melawan penyakitnya, makamnya terletak di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta.