Latar Belakang Terbentuknya Kabinet Syahrir II
Setelah kabinet Syahrir I runtuh, maka Soekarno meminta pihak oposisi (PP) untuk membentuk kabinet baru. Namun, karena heterogenitas yang tinggi dalam komposisi PP sendiri, maka komitmen diantara mereka hilang, artinya PP terpecah-pecah dengan kepentingan kelompoknya masing-masing. Terutama pasca rontoknya kabinet Syahrir. Tan Malaka kesulitan mengkonsolidasikan kembali PP-nya yang termashyur ketika mengadakan pertemuan kembali pada 15 Maret 1946 di Madiun. Grup-grup beraliran kiri menyatakan diri keluar dari persekutuan (Pesindo dan PS). Persatuan Perjuangan dinilai tidak dapat membentuk kabinet baru dan karena tekanan-tekanan dari pihak Sekutu semakin menguat, Soekarno menunjuk kembali Sutan Syahrir sebagai formatur kabinet. Alasan yang konkret mengapa Syahrir kembali ditunjuk adalah ketika pihak Sekutu semakin memberikan gesekan, dan Soekarno tidak ingin pertumpahan darah terjadi secara massal. Maka pada 13 Maret, Syahrir kembali membentuk kabinet Syahrir II.
Susunan Kabinet Syahrir II
Adapun susunan kabinet Syahrir II, adalah sebagai berikut:
No. | Bidang Menteri | Nama Menteri |
1. | Perdana Menteri | Sutan Syahrir |
2. | Menteri Luar Negeri | Sutan Syahrir |
3. | Menteri Muda Luar Negeri | Agus Salim |
4. | Menteri Dalam Negeri | Sudarsono |
5. | Menteri Pertahanan | Amir Sjarifuddin |
6. | Menteri Muda Pertahanan | Abdurrahman Wahid |
7. | Menteri Kehakiman | Suwandi |
8. | Menteri Penerangan | Mohammad Natsir |
9. | Menteri Keuangan | Surachman Tjokroadisurjo |
10. | Menteri Pertanian/Persediaan | Rasad |
11. | Menteri Muda Pertanian/Persediaan | Saksono |
12. | Menteri Perdagangan/Perindustrian | Darmawan Mangoenkoesoemo |
13. | Menteri Pekerjaan Umum | Putuhena |
14. | Menteri Muda Pekerjaan Umum | H. Laoh |
15. | Menteri Sosial | Maria Ulfah Santoso |
16. | Menteri Muda Sosial | Abdul Madjid Djojohadiningrat |
17. | Menteri Perhubungan | Abdulkarim |
18. | Menteri Pengajaran | T.S.G. Mulia |
19. | Menteri Agama | Rasjidi |
20. | Menteri Kesehatan | Darma Setiawan |
21. | Menteri Muda Kesehatan | J. Leimena |
22. | Menteri Negara | Wikana |
Program Kerja Kabinet Syahrir II
- Berunding atas dasar pengakuan Republik Indonesia merdeka seratus persen.
- Mempersiapkan rakyat negara disegala lapangan politik, ketrentaman, ekonomi, dan sosial untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
- Menyusun pemerintahan pusat dan daerah yang demokratis.
- Berusaha segiat-giatnya untuk menyempurnakan pembagian makanan dan pakaian.
- Tentang perusahaan dan perkebunan hendaklah diambil tindakan-tindakan oleh pemerintah seperlunya sehingga memenuhi maksud
sebagaimana termaktub dalam UUD pasal 33
Penyebab Runtuh
Sejak 13 Maret, Sjahrir memberikan konsesi kepada Van Mook (pihak Belanda) bahwa Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia seratus persen, seperti yang diinginkan pihak oposisi. Namun, Van Mook tidak mengindahkan tuntutan tersebut dan hanya mengakui wilayah Indonesia atas Sumatra, Jawa dan Madura. Syahrir setuju dan rancangan persetujuan tersebut dibawa ke Belanda bersama tiga utusan Indonesia, dibicarakan dalam benteng Hubertus di Hoge Veluwe. Namun, hasil keputusan tersebut dipersepsikan berbeda oleh kalangan oposisi yang merujuk pada penculikan Syahrir pada 28 Juni di kota Solo.
Dalam pidatonya tertanggal 30 Juni, Soekarno mengecam aksi yang melemahkan posisi diri sendiri ketika musuh sedang berada sedekat-dekatnya. Maka dua hari kemudian, Syahrir dan kelompoknya yang diculik dilepaskan. Kejadian ini terkenal dengan sebutan Peristiwa 3 Juli karena pada pagi harinya pada 3 Juli, Muhammad Yamin bersama Mayjen Sudarsono (Panglima Divisi III) menuntut kabinet Syahrir yang ditandatangani pula oleh Iwa Kusumasumantri, Soebardjo dan Chaerul Saleh. Permintaan muluk tersebut ditolak dan mereka pun ditangkap karena dinilai melakukan kudeta.