Pemugaran Candi Bubrah
Masuk di Kawasan Prambanan, Candi Bubrah berada di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penamaan bubrah dalam bahasa jawa pada dasarnya memiliki arti rusak, yang merujuk pada penemuan candi dalam kondisi rusak parah dengan ukuran 12×12 meter. Candi ini bahkan hanya menyisakan reruntuhan sekitar 12 meter ketika ditemukan.
Candi Bubrah memiliki denah persegi panjang yang dihadirkan dari batuan andesit. Candi ini memiliki ukuran yang relatif kecil, memanjang dari arah utara-selatan. Tidak jelas ukuran pasti candi ini karena reruntuhan batuan dikelilingi oleh pagar yang terkunci. Meski demikian, pendirian candi ini diyakini memiliki massa yang sama dengan Candi Sewu dan Candi Lumbung yaitu pada abad ke-9.
Setelah dilakukan pemugaran dengan hasil analisis bentuk, Candi Bubrah termasuk bangunan tunggal dan menghadap ke timur layaknya kompleks Candi Prambanan. Candi Bubrah bahkan terletak diantara Percandian Rara Jonggrang dan Candi Sewu. Sehingga kondisi ini dapat menunjukkan adanya kehidupan sosial yang harmonis pada zamannya.
Struktur Candi
Candi Bubrah memiliki satu bangunan yang tinggi dan ramping. Terdapat atap stupa yang dikelilingi oleh 8 stupa dan dilanjutkan 16 stupa secara bertahap dan ke bawah. Atap stupa yang besar pada bangunan candi ini bahkan menjadi simbol dari Gunung Meru. Pelipit atas candi dihiasi dengan patahan dengan pola simetris dan tangga naik ke selasar di sebelah timur.
Tubuh candi bagian luar dihiasi dengan relung yang berisi arca Dhyani Buddha. Relung utara terdapat arca Dhyani Buddha Amoghasiddhi. Relung barang berisi arca Dhyani Buddha Amitabha. Relung selatan terdapat arca Dhyani Buddha Ratnasambhawa. Sedangkan relung timur terdapat arca Dhyani Buddha Aksobhya. Perbedaan arca tersebut dapat diketahui dari kondisi tangan dan posisi duduknya.
Candi Bubrah memiliki keunikan tersendiri yang tidak bisa ditemukan pada candi Buddha lainnya. Terdapat hiasan taman teratai pada bagian bawah padmasana Dhyani Buddha. Motif hias juga ditemukan pada bagian kaki, atap, tubuh hingga pagar langkan. Candi Bubrah bahkan memiliki motif unik dengan bentuk hiasan ceplok bunga pada bagian pagar langkan sisi luar.
Candi Bubrah juga memiliki hiasan menarik lain pada bagian jaladwara. Jaladwara merupakan makhluk yang digambarkan dengan gigi taring, mempunyai belalai, bergelung dan bersurai dalam kondisi membuka mulut. Menariknya, simbol jaladwara tersebut memiliki fungsi sebagai saluran drainase atau pembuangan air.
Candi Bubrah memiliki filosofi dua konsep Mandala, yaitu Vajradatu dan Garbhadhatu. Konsep tersebut memiliki keunikan yang tidak bisa ditemukan pada candi maupun berbagai kitab. Konsep ini bahkan dikenal oleh khasanah Hindu sebagai Lingga dan Yoni yang menggambarkan maskulinitas dan feminimitas sebagai pelambang kehidupan semesta.
Penggunaan konsep yang dikenal oleh khasanah Hindu tersebut dapat ditarik kesimpulan keberadaan candi sebagai tempat pemujaan yang dibangun Rakai Panangkaran. Seorang pemimpin Dinasti Syailendra yang berpindah agama dari Hindu menjadi Buddha karena perintah ayahnya. Perpindahan agama tersebut bahkan telah membuat Rakai menjadi seorang Buddhis yang sangat taat.
Konsep Vajradatu ditunjukkan oleh Keberadaan Dhyani Buddha dengan posisi menghadap empat arah mata angin. Konsep Vajradatu ini pada dasarnya digambarkan dengan bentuk struktur yang melingkar dan mengitari bangunan candi. Konsep ini bahkan bisa ditemukan pada bangunan candi yang lain dengan bentuk yang berbeda.
Konsep Garbhadhatu yang dimiliki oleh Candi Bubrah dilambangkan dengan altar dan relung untuk Tri Ratna. Gambaran ini bahkan dihadirkan dengan teratai 16 kelopak sebagai pelambang dari 16 Boddhisatwa utama. Meski demikian, visualisasi 2 konsep mandala pada bangunan Candi Bubrah juga diyakini sebagai bentuk perwujudan Yab Yum yang berarti ayah dan ibu yang agung.
Sumber
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_tengah-candi_bubrah
https://www.alodiatour.com/candi-bubrah/
thank you