Kebijakan Gunting Syafrudin merupakan kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada masa Kabinet Hatta II, Syafrudin Prawiranegara. Kebijakan Gunting Syafrudin merupakan reaksi atas adanya hiper inflasi yang terjadi akibat Agresi Militer Belanda yang terjadi pada tahun 1947 dan 1949. Dalam rangka menangani krisis keuangan yang ditandai adanya defisit anggaran sebesar 5,1 miliar rupiah, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RIS Nomor PU I, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pemotongan nilai uang. Kebijakan ini merupakan kebijakan uang pertama yang membuat banyak tentangan dari berbagai pihak. Kebijakan Gunting Syafrudin mulai berlaku sejak 20.00 WIB pada tanggal 20 Maret 1950.
Kebijakan Gunting Syafrudin tidak hanya memangkas setengah dari nilai mata uang, tetapi juga dengan memotong uang fisik menjadi dua. Gunting Syafrudin diterapkan untuk menggunting mata uang NICA dan uang de Javasche Bank pecahan 5 gulden keatas. Guntingan kiri pada uang tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula hingga tanggal 9 Agustus pukul 18.00.
Pemberlakuan kebijakan Gunting Syafrudin bertujuan untuk menyeimbangkan antara jumlah uang dan barang yang beredar, mengatasi krisis ekonomi yang sedang terpuruk dan harga – harga yang melambung. Selain itu, menurut Ki Agus Ahmad Badaruddin, menilai bahwa kebijakan ini menyasar pada penggantian mata uang.