Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima yang menewaskan sedikitnya 78.000 orang (Ricklefs: 2005). Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua dijatuhkandi Nagasaki. Pada hari itu, karena tampak tak terelakkan lagi bahwa pihak Jepang akan menyerah. Sukarno, Hatta, dan Radjiman terbang ke Saigon untuk menemui Panglima Wilayah Selatan, Panglima Tertinggi Terauchi Hisaichi, yang mereka temui di Dalat pada tanggal 11 Agustus 1945. Kepada mereka Terauchi menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh wilayah Hindia Belanda, tetapi memveto penggabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan. Sukarno ditunjuk sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia, dan Hatta sebagai wakilnya. Pada tanggal 14 Agustus Sukarno dan rekan-rekannya tiba kembali di Jakarta.
Pada masa-masa inilah terjadi peristiwa yang dramatis di wilayah Indonesia. Walaupun alat komunikasi pada masa tersebut dikuasai Jepang, namun para tokoh perjuangan berhasil mengakses berbagai informasi dunia dengan berbagai cara. Radio sebagai alat yang paling berperan pada masa tersebut telah disegel oleh Jepang. Siaran radio sudah lama menjadi kekuasaan Jepang, untuk menerima siaran radio luar negeri pun masyarakat Indonesia tidak diizinkan. Hal ini disebabkan oleh ketakutan Jepang apabila bangsa Indonesia mengetahui perkembangan perang yang menunjukkan Jepang semakin terjepit. Namun, para tokoh pergerakan tidak kurang akal. Mereka berhasil menyembunyikan beberapa radio gelap yang dapat digunakan untuk mendengarkan berbagai siaran radio luar negeri seperti BBC London. Mereka berhasil mendapatkan informasi tentang keadaan posisi Jepang dalam percaturan perang dunia.
Jepang menyerah tanpa syarat diumumkan oleh Tenno Heika melalui radio pada tanggal 15 Agustus 1945.Sikap menyerah Jepang tanpa syarat kepada sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada suatu masalah yang berat. Karena pihak sekutu tidak menaklukkan kembali Indonesia, maka kini terjadi kekosongan politik: pihak Jepang masih tetap berkuasa namun telah menyerah, dan tidak tampak kehadiran pasukan sekutu yang akan menggantikan mereka (Ricklefs: 2005). Keadaan yang demikian membuat situasi di Indonesia diliputi rasa penuh harapan bahwa kemerdekaan akan segera dapat direnggut. Mengenai waktu pelaksanan proklamasi kemerdekaan terjadi sebuah perdebatan. Perdebatan tersebut terjadi antara golongan tua dan golongan muda.
Sukarno, Hatta, dan generasi tua ragu-ragu untuk berbuat sesuatu dan takut memancing konflik dengan pihak Jepang. Maeda ingin melihat pengalihan kekuasaan secara cepat kepada generasi tua, karena merasa khawatir terhadap kelompok-kelompok pemuda yang dianggapnya berbahaya maupun pasukan Jepang yang kehilangan semangat. Para pemimpin pemuda menginginkan suatu pernyataan kemerdekaan secara dramatis diluar kerangka yang disusun oleh pihak Jepang (Ricklefs: 2005). Setiap golongan, baik golongan tua maupun muda mempunyai pendapat dan pandangan pemuda. Golongan muda ingin segera Indonesia merdeka. Namun berbeda dengan golongan tua yang tidak ingin tergesa-gesa karena khawatir akan terjadi konflik.
Pada tanggal 16 Agustus pagi Hatta dan Sukarno tidak dapat ditemukan di Jakarta. Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda Garnisun Peta di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak ke utara dari jalan raya ke Cirebon, dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan Peta dan Heiho terjadi. Rengas Dengklok merupakan asrama tentara Pembela Tanah Air. Daerah Rengas Dengklok, menurut anggapan pemuda telah menjadi daerah republik yang masih dalam taraf akan diproklamasikan.
Menurut Hatta tidak ada yang dilakukan mereka disini kecuali beristirahat dan bergantian memangku Guntur. Bahkan Guntur sempat pipis di celana Hatta yang tidak membawa celana pengganti terpaksa membiarkannya sampai kering dan terus memakainya sampai pulang ke Jakarta. Siang hari, 16 Agustus tidak terjadi tidak apa-apa di Jakarta.
Menurut Asvi Warman Adam dalam kata pengantar bukunya Her Suganda yang berjudul Rengasdengklok Revolusi dan Peristiwa 16 Agustus 1945 peristiwa Rengas Dengklok 16 Agustus sebetulnya membalik sejarah nasional 180 derajat. Bila skenario awal tetap dijalankan, Indonesia akan memperoleh kemerdekaan yang sudah dipersiapkan bersama-sama dengan Jepang. Pembentukan lembaga seperti Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) merupakan rangkaian dari proses tersebut (Suganda: 2009). Hal ini dapat dipahami ketika Hatta mengusulkan kepada Soekarno agar rapat PPKI diadakan pada tanggal 16 Agustus pukul 10.00 di kantor Dewan Sanyo Kaigi Pejambon. Selain itu, Sukarno dan Hatta yang hanya menganggur di Rengas Dengklok tentu sangat merugikan. Apabila mereka tetap di Jakarta, tentu perjalanan sejarah Indonesia akan berbeda dengan apa yang sudah terjadi karena di Jakarta Sukarno dan Hatta dapat mengadakan rapat dengan anggota PPKI. Adanya peristiwa Rengas Dengklok menyebabkan rapat PPKI ditunda.
Sore hari, Soekarno dan Hatta dijemput Soebardjo dan pulang ke Jakarta. Setibanya di rumahnya, Hatta meminta Soebardjo untuk mengontak Hotel des Indes tempat para anggota PPKI menginap untuk mengadakan rapat di sana. Namun karena sudah lewat pukul 22.00, hotel itu sudah tutup. Lalu Soebardjo menelepon Maeda yang ternyata bersedia rumahnya dijadikan tempat rapat. Rapat malam itu dihadiri oleh anggota PPKI. Anggota-anggotanya (PPKI) terdiri dari wakil-wakil seluruh Indonesia, yang diangkat oleh pucuk pimpinan Dai Nippon di wilayah selatan. (Mulyana: 2008). Selain itu, para pemuda termasuk anggota PETA juga turut hadir dalam rapat tersebut.
Penyusunan teks proklamasi naskah proklamasi dilakukan oleh panitia kecil yang terdiri dari: Ir. Soekarno, Drs Moh. Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, dan turut menyaksikan adalah Sayuti Melik, Sukarni, B.M Diah, dan Sudiro (Sudiyo: 2004). Teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri dengan tulisan tangan di atas kertas tulisan bergaris biru, yang disobek dari Notes (Mulyana: 2008). Hatta memberikan memberikan kalimat “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”. Ahmad Soebardjo mengutip dari Piagam Jakarta yang berbunyi, “atas berkat rahmat Alloh maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Kemudian untuk kalimat kedua, sebagai kesempurnaan teks proklamasi, maka berbunyi sebagai berikut. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, adalah hasil pemikiran dari Drs. Moh. Hatta (Sudiyo: 2004). Iwa Kusuma Sumantri mengusulkan agar kata “Maklumat” yang semula ditulis Soekarno diubah menjadi “Proklamasi” (Suganda: 2009). Pernyataan kemerdekaan dirancang sepanjang malam. Kaum aktivis pemuda menginginkan bahasa yang dramatis dan berapi-api, tetapi untuk menjaga supaya tidak melukai perasaan pihak Jepang atau mendorong terjadinya kekerasan maka disetujuilah suatu pernyataan yang tenang dan bersahaja yang dirancang oleh Sukarno (Ricklefs: 2005). Hal yang dilakukan oleh Soekarno agar tidak melukai perasaan Jepang dan menimbulkan konflik adalah mengganti kata “penyerahan” menjadi “ pemindahan” , dan kata “diusahakan” menjadi “diselenggarakan”.
Ada perbedaan pendapat mengenai siapa yang akan menandatangani teks proklamasi. Ada yang mengusulkan yang menandatangani teks tersebut adalah semua anggota yang hadir dalam rapat tersebut. Para pemuda tidak setuju bila semua anggota yang hadir dalam rapat menandatangani karena di antaranya adalah para anggota PPKI yang mereka anggap buatan Jepang. Sukarni mengusulkan agar proklamasi itu ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Naskah itu kemudian diketik oleh Sayuti Melik dan selanjutnya digandakan atau distensile (salah satu sumber menyebutkan di Asrama Prapatan 10 Jakarta) (Suganda: 2009).
Jumat tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56. Proklamasi dikumandangkan pukul 10.00 di depan rumah Bung Karno tersebut. Sebelumnya telah dipersiapkan berbagai perlengkapan. Pengeras suara dan mikrofon disewa dari Gunawan yang merupakan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system. Bambu untuk tiang bendera juga disiapkan untuk pengibaran bendera. Tidak lupa juga bendera merah putih yang telah disiapkan oleh Fatmawati, istri Bung Karno. Pada kesempatan itu, lagu “Indonesia Raya” juga dikumandangkan. Para pemuda juga berperan penting dalam acara pagi itu. Mereka mengerahkan rakyat ke Pegangsaan Timur 56 untuk mendengarkan proklamasi.
Proklamasi kemerdekaan adalah peristiwa besar baik bagi para pemimpin maupun rakyat Indonesia. Menurut anggapan mereka, peristiwa itu harus disambut dengan rapat raksasa di lapangan Ikada. Keinginan mengadakan rapat raksasa itu baru terlaksana pada tanggal 19 September 1945 petang. Di daerah, berita proklamasi yang datangnya agak terlambat disambut dengan meriah. Sultan Hamengku Buwono sambutan yang isinya menyerukan bahwa rakyat harus bersedia dan sanggup mengorbankan kepentingan masing-masing demi kepentingan semua, yaitu menjaga, memelihara, dan membela kemerdekaan nusa dan bangsa.
Rakyat di daerah-daerah mulanya tidak percaya bahwa Indonesia telah merdeka. Namun, setelah yakin akan kebenaran berita itu, luapan kegembiraan muncul di mana-mana. Di Jawa Tengah berita Proklamasi diterima melalui radio Domei Sementara. Oleh Syarief Sulaiman dan M.S. Mintarjo berita tersebut dibawa ke gedung Hokokai yang saat itu sedang dilaksanakan sidang di bawah pimpinan Mr. Wongso Negoro. Setelah copy teks Proklamasi dibacakan, para peserta sidang bertepuk tangan penuh gembira, kemudian secara serentak mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Berita Proklamasi kemudian disiarkan lewat radio Semarang. Masyarakat Jawa Tengah dengan cepat dapat menerima berita tersebut. Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, diadakan rapat raksasa untuk menguatkan pengumuman pengambilan kekuasaan di Semarang. Setelah itu, di daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal terjadi pemberontakan. Rakyat di tiga daerah tersebut menyerang para pamong praja dan pegawai pemerintah yang dianggap sebagai penyebab kesengsaraan rakyat.
Di daerah-daerah luar Jawa berita Proklamasi terlambat diterima oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena sarana komunikasi yang cukup sulit. Di Medan, berita Proklamasi dibawa oleh Teuku Moh. Hasan yang diangkat sebagai gubernur daerah Sumatera. Mendengar berita ini, kemudian dipelopori oleh Achmad Tahir dibentuk Barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober, mereka berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan Jepang.
Di daerah-daerah lain pun melakukan penyambutan yang tidak jauh berbeda, yakni sebagai berikut:
- Mula-mula rakyat tidak percaya terhadap adanya berita Proklamasi.
- Luapan kegembiraan rakyat menyambut kemerdekaan Indonesia.
- Mengadakan rapat-rapat raksasa.
- Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
- Upaya pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang.
- Upaya merebut gedung-gedung dan kantor pemerintahan.
- Merebut persenjataan dari tangan Jepang.
- Tekad untuk tetap mempertahankan kemerdekaan (Riezal:2013)
Sumber :
Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan Jilid II. Yogyakarta: LKis
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Diunduh dari: http://chaerolriezal.blogspot.com/2013/06/sambutan-rakyat-di-berbagai-daerah Riezal Chaero. 2013. Sambutan Rakyat Di Berbagai Daerah Tentang Proklamasi..html pada 5 Mei 2015 pukul 08:48
Suganda, Her. 2009. Rengasdengklok “Revolusi dan Peristiwa 16 Agustus 1945”. Jakarta: Kompas
Sudiyo. 2004. Pergerakan Nasional Mencapai & Mempertahankan Kemerdekaan”. Jakarta: Rineka Cipta