Tanam Paksa di Rembang

Rahmad Ardiansyah

Tanam paksa yang terjadi di daerah Rembang itu dikarenakan Belanda harus memenuhi persaingan dagang antara Belanda dengan Inggris. Maka dari itu Belanda memerintahkan kepada rakyat pribumi untuk menanam tanaman yang dapat meningkatkan hasil persaingan dagang antara Belanda dan Inggris. Dalam tanam paksa, Belanda menerapkan beberapa peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat pribumi. Salah satu peraturannya adalah besar atau luas tanaman yang ditanami tanaman tebu atau tembakau tidak boleh lebih kecil daripada tanaman padi. Tanaman eksport pada waktu itu sangat diutamakan sekali agar menunjang kebutuhan pasar Belanda yang sedang terlibat persaingan dagang dengan Inggris pada saat itu.

Alasan lain yang mengadakan adanya tanam paksa adalah ingin mengenalkan beberapa jenis tanaman eksport yang mempunyai nilai jual tinggi. Banyak rakyat yang menyetujui ataupun menolak dengan adanya tanam paksa itu. Rakyat yang menyetujui adalah bupati-bupati pasa saat itu yang bertugas untuk mengawasi kegiatan tanam paksa, karena bupati yang ditugasi untuk mengawasi tanam paksa juga akan memperoleh hasil atau bagian dari apa yang telah dikerjakan oleh rakyatnya. Dengan melaui bupati makan akan dengan mudah Belanda melakukan kontrol kegiatan para rakyat pribumi itu. Dan selain itu, maka secara tidak langsung Belanda dengan mudah menguasi atau memegang kekuasaan penuh pemerintahan Indonesia pada saat itu.

Aturan-aturan yang dibuat oleh Belanda pada saat itu sangat ditaati oleh rakyat pribumi, walaupun aturan itu banyak yang merugikan rakyat, namun rakyat harus menaatinya. Dengan aturan tanam paksa yang dibuat oleh Belanda tidak sedikit rakyat yang kelaparan akibat peraturan itu. Mengapa karena tanaman pokok wajib prosentase penanamannya hanya dibatasi dan itu tidak boleh lebih banyak dari tanaman jenis eksport. Maka dari itu bagi masyarakat Rembang tanam paksa banyak merugikan karena banyak mengakibatkan dampak negative bagi masyarakat Rembang

Pada masa Kultur Stelsel atau Tanam Paksa (1830-1970), Karesidenan Rembang termasuk bagian dari wilayah Jawa Timur. Dengan demikian disamping sebagai ibukota kabupaten, Rembang juga merupakan ibukota karesidenan, bahkan juga merupakan ibukota kedistrikan yaitu Distrik Rembang.

Baca Juga : Asal Usul Nama Rembang

Di Rembang menjadi tempat kedudukan Residen, Bupati dan kepala Distrik Rembang. Dengan demikian disamping sebagai kota perdagangan Rembang juga merupakan kota pusat pemerintahan sampai tingkat karesidenan. Oleh karena itu bisa diperkirakan bahwa Rembang pada waktu itu merupakan satu kota yang ramai di Jawa Tengah. Sebagai Karesidenan, Rembang disebelah timur berbatasan dengan Karesidenan Surabaya, di sebelah barat dengan Karesidenan Jepara dan Kabupaten Grobogan, Di sebelah selatan dengan Karesidenan Madiun dan Kediri, sedangakan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Mengenai pembagian wilayah pada waktu itu karesidenan Rembang terdiridari 4 kabupaten yaitu: Kabupaten Rembang, Blora, Tuban, Bojonegoro. Sedangkan untuk Kabupaten Rembang sendiri terdiri dari tujuh wilayah kedistrikan yaitu : Rembang, Waru, Binangun, Kragan, Sulang, Pamotan, dan Sedan.

Pada Tahun 1905, yaitu tahun diberlakukannya Decentralisatie Besluit, karesidenan atau Gewest Rembang seperti halnya daerah-daerah lainnya yang setingkat memperoleh hak-hak otonom, yang berarti wilayah Rembang terdiri dari 4 kabupaten yaitu Rembang, Blora, Tuban dan Bojonegoro menjadi daerah otonom penuh. Untuk itu maka dibentuklah Dewan Daerah (Gewestelijke Raad) untuk wilayah Rembang.

Perubahan terjadi lagi dengan diberlakukannya Provincie Ordonantie (Undang-Undang Propinsi) pada tanggal 1 April 1925. Berdasarkan Provincie Ordonantie tersebut, maka khusus untuk Jawa Tengah berdasarkan Ordonantie 1929, secara resmi menjadi salah satu provinsi di Indonesia (Hindia Belanda pada waktu itu).

Sebagai wilayah propinsi, Jawa Tengah merupakan daerah otonom dengan hak-hak otonomi tertentu disamping juga memiliki Dewan Propinsi (Provinciale Raad). Berdasarkan Ordonansi itu pula Propinsi Jawa Tengah dibagi menjadi karesidenan yang salah satu diantaranya adalah Karesidenan Rembang-Jepara, yang terdiri dari Kabupaten Jepara, Rembang, Pati, Blora dan Kudus. Kabupaten Bojonegoro dan Tuban yang sebelumnya merupakan 2 kabupaten di Karesidenan Rembang sejak saat itu menjadi bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur.

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah