Perahu Kuno Punjulharjo, Rembang

Rahmad Ardiansyah

Pada tanggal 26 Juli 2008, ditemukan sebuah kapal kuno di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang oleh seorang warga yang sedang membuat tambak garam. Kapal ini berada di bawah permukaan tanah yang sedang digali dan mengenai bagian dari kapal pada kedalaman 2 meter yang membujur dari arah timur barat. Lokasi penemuan kapal ini berjarak sekitar 500 meter dari tepi pantai dan dikelilingi tambak – tambak garam. Menurut Siswanto seorang arkeolog dari Yogyakarta, kapal ini lebih tua dibandingkan dengan Candi Borobudur yang dibangun sejak abad ke – 9 Masehi. Pada tahun 2012, sampel kayu dari kapal ini dikirim ke Amerika untuk diteliti tahun pembuatannya melalui teknologi carbon dating. Balai arkeologi Yogyakarta berupaya mengungkap umur dari kapal ini. Analisis menggunakan radio karbon terhadap sampel tali ijuk perahu di Beta Analytic Radiocarbon Laboratory, Miami, Florida, USA.

Hasil dari penelitian menggunakan radio carbon diketahui bahwa kapal ini berasal dari abad ke 7 – 8 masehi pada masa Mataram Kuno. Di daerah Nusantara memang sudah berkembang teknologi penggunaan tali ijuk serta pasak kayu untuk membentuk perahu atau dikenal dengan teknik papan ikat dan kuping kupingan pengikat (Sew-plank and lushed-plug technique). Teknik ini digunakan pada perahu kuno Punjulharjo. Dari hasil ini pula dapat dikatakan bahwa kapal ini merupakan kapal tertua di Indonesia dan merupakan penemuan kapal terlengkap di Asia Tenggara.

Ukuran perahu ini mencapai panjang 15 meter dengan lebar 4,6 meter yang menyiratkan bahwa perahu ini adalah perahu yang digunakan untuk keperluan jarak jauh. Bagian lambung bawah masih utuh bila dibandingkan dengan penemuan – penemuan kapal seperti di Sumatera dan juga negara lain seperti Malaysia dan Filipina.

Dari kapal ini terdapat penemuan – penemuan baru mengenai teknologi perkapalan pada masa lampau seperti adanya papan – papan yang  dilengkapi tambuku atau tonjolan di bagian lambung kapal berbentuk kotak yang digunakan untuk mengikat dan adanya penggunaan gading untuk membuat lengkungan di dasar kapal atau lunas perahu, bagian haluan, buritan kapal, dan di tempat – tempat lain di kapal. Selain itu juga ditemukan adanya barang – barang lain diantaranya kapak, kepala patung yang terbuat dari batu, tulang, pecahan mangkuk dan tembikar lain, tutup wakul dari kayu dan tongkat. Untuk kepala patung yang ditemukan di kapal tersebut adalah kepala patung bercorak Cina sedangkan tongkatnya sendiri adalah tongkat komando. Dilihat dari peninggaan kapal tersebut dapat disimpulkan bahwa kapal ini bukanlah kapal biasa melainkan semacam kapal prajurit.

Sampai saat ini tempat ini masih diteliti oleh ahli – ahli arkeolog dan dijadikan sebagai cagar budaya yang harus dilindungi. Menurut peneliti Perancis yaitu Prof. Pierre Y Manguin menyatakan bahwa kapal ini bukanlah kapal karm melainkan kapal yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Karena terendam air laut kayu dari kapal menjadi awet dan tidak mudah hancur.

Konservasi Kapal Punjulharjo
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktoral Jenderal Kebudayaan, berupaya mengkonservasi penemuan perahu kuno Punjulharjo dari kerusakan. Konservasi perahu kuno Punjulharjo merupakan konservasi kayu basah (waterlogged wood) terbesar yang pertama di lakukan di Indonesia. Kegiatan konservasi ini dimulai secara bertahap diawali pada 2011 dan direncanakan akan diakhiri pada 2018.

Akibat perendaman yang sangat lama mengakibatkan dinding kapal yang
berupa kayu rusak dan berisi air. Pengeringan secara biasa menyebabkan
material perahu menyusut dan pecah. Oleh karena itu dibutuhkan metode
konservasi yang tepat agar kapal tetap utuh dan lestari. Kegiatan konservasi diawali tahun 2011 yang diawali dengan penyusunan induk perahu kuno Punjulharjo oleh Direktorat Peninggalan Bawah Air, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Balai konservasi Borobudur melakukan uji coba untuk mengetahui metode yang sesuai terhadap perahu kuno Punjulharjo. Metode yang dianggap paling sesuai adalah metode perendaman menggunakan larutan Polyethylene glycol (PEG) yang dianggap paling sesuai untuk mengkonservasi waterlogged wood berukuran besar seperti perahu kuno Punjulharjo.

Polyethylene glycol (PEG) adalah bahan pengaut kayu yang berfungsi sebagai cairan pengganti pada sel – sel kayu perahu kuno Punjulharjo sehingga ketika selesai tahap pengeringan perahu tetap seperti semula, tidak mengkerut dan lebih kuat. Perendaman PEG dilakukan terus menerus hingga mendapatkan kondisi perahu yang dianggap cukup kuat. Pada tahap awal menggunakan perendaman PEG 400 sampai perendaman pada tahap akhir yaitu PEG 4000. Proses ini dilakukan selama 3 tahun dan membutuhkan 26 ton atau 60 drum PEG.

Perendaman Perahu KunoPunjulharjo menggunakan PEG

Pada 2012 tahap pra konservasi perahu kuno Punjulharjo yaitu dengan menyiapkan sarana pra sarana kegiatan konservasi seperti bengkel kerja (werkit) dan alat – alat konservasi, serta pembuatan tanggul penahan air, tanggul pengaman untuk mencegah erosi pada area sekeliling perahu. Pada tahun 2013 dibuatkan wadah berbahan fiber berukuran 18 meter berbentuk mangkuk penanganan yang digunakan untuk merendam perahu menggunakan larutan PEG, penanganan dilakukan ditempat asli penemuan (in situ) tanpa mengangkat ataupun memisahkan bagian – bagian perahu.

Pada 2014 dilakukan penghilangan kandungan garam (desalinisasi) yang ada pada perahu serta pembersihan perahu secara mekanis dan melakukan penanganan menggunakan fungisida. Selain itu dipersiapkan pula sumur pengontrol permukaan air tanah di dekat perahu dan pembuatan bak besar di dalam werkit untuk membuat larutan PEG. Pada 2015 sampai 2016 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman menyelenggarakan worksho konservasi waterlogged wood untuk mempersiapkan tenaga teknis yang akan melakukan konservasi perahu. Tahap awal perendaman larutan PEG 400 dengan konsentrasi awal 9% dan akan terus meningkat sampai 35-40%. Tujuannya yaitu untuk menghilangkan kandungan air yang ada di dalam sel – sel kayu. Perendaman menggunakan larutan PEG 4000 dengan konsentrasi 35-70% yang disertai pemanasan suhu 60 derajat Celsius dilakukan untuk memperkuat struktur kayu perahu.

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah