Sebelum menjadi sebuah benteng pada periode sebelum 1844 terlebih dahulu bangunan Benteng Van Der Wijk merupakan sebuah kantor dagang VOC di daerah Gombong. Konflik Belanda melawan Diponegoro di daerah Bagelen Selatan pada tahun 1825-1830 mengharuskan VOC mendatangkan bantuan dan menempatkan bala bantuan tersebut di kantor yang sekarang disebut sebagai Benteng Van Der Wijk. Kemudian bangunan yang semula digunakan sebagai kantor VOC kemudian dialihfungsikan sebagai pertahanan militer Belanda. Perlawanan terhadap Diponegoro di Bagelen Selatan bahkan sampai terjadi pembumihangusan bangunan pendopo Kota Raja Kabupaten Panjer sebagai pusat dari kekuatan terakhir (1832). Hal ini menjadikan kantor VOC dijadikan sebagai pertahanan Belanda namun belum mengubahnya menjadi sebuah benteng.
Barulah pada 1844 bangunan ini beralih menjadi benteng pertahanan Belanda. Tujuan adalah untuk mempersiapkan pertahanan Belanda pada perang melawan Kesultanan Yogyakarta. Bangunan ini mulai dibangun pada 1844 dan berakhir pada 1848, kemudian diberi nama Fort Cochius/Fort General Cochius yang merupakan nama dari Letnan Jendral Frans David Cochius seorang pemimpin pasukan Belanda yang berperang di Gombong.
Pembangunan benteng ini dipimpin oleh tentara corp Zeni Belanda dengan pekerja bangunan berjumlah 1400 buruh yang masing – masing 1200 orang berasal dari Kabupaten Bagelen dan sisanya berasal dari Banyumas. Pengawas berasal dari masing – masing daerah. Bayaran yang diterima oleh pekerja adalah 15 sen/hari sedangkan untuk pengawas mendapatkan bayaran berupa 1 florin/hari. Bahan baku dari benteng ini seperti kalsit dan kayu diambil dari daerah sekitar Bagelen dan Banyumas.
Pada tahun 1856 benteng ini berubah menjadi sebuah sekolah bernama Pupillenschool (Sekolah Taruna Militer) untuk anak – anak eropa yang terlahir di Hindia Belanda. Kemudian nama Fort Cochius berganti menjadi Benteng Van Der Wijk sebagai penghormatan atas jasa Van Der Wijk pada bidang kemiliteran Belanda.