Perjanjian Bongaya (1667)

Rahmad Ardiansyah

Perjanjian Bongaya merupakan perjanjian yang dilakukan antara Sultan Hasanudin dan VOC pada 18 November 1667 di daerah Bongaya. Perjanjian ini adalah pernyataan damai antara Kesultanan Gowa yang diwakili Sultan Hasanuddin dan VOC yang diwakili Laksamana Cornelis Speelman. Dalam Perjanjian Bongaya ini, pihak kerajaan Gowa sangat dirugikan. 

Sultan Hasanuddin yang dilahirkan di Makassar merupakan anak kedua dari Raja Gowa ke 15 Sultan Malikussaid. Gowa merupakan kerajaan besar yang berada di timur. Pada tahun 1666, VOC dibawah  Cornelis Speelman berusaha menguasai perdagangan di timur serta menundukkan kerajaan – kerajaan kecil di timur. Niat VOC ini mendapat ganjalan dari Kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk kepada VOC. Disisi lain, Sultan Hasanuddin yang saat itu naik takhta kemudian menggabungkan kerajaan – kerajaan kecil di sekitar Bone untuk melawan VOC. Perkembangan pesat terjadi di Kerajaan Makassar di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654 – 1659). Perdagangannya rempah – rempahnya yang maju membuat VOC semakin menginginkan untuk menguasai perdagangan di tempat tersebut. VOC ingin melakukan monopoli perdagangan di Makasar namun dari pihak Gowa sebagai penguasa Makassar menolaknya dan melakukan perlawanan.

Latarbelakang Perlawanan Rakyat Makassar

Berikut iniadalah latar belakang perlawanan rakyat Makassar terhadap VOC :

  1. VOC menguasai pelabuhan perdagangan Sombaopu sebagai penghubung Malaka – Jawa – Maluku
  2. VOC menuntut monopoli perdagangan di ppelabuhan – pelabuhan Makassar dan tidak mengizinkan pedagang asing kecuali VOC
  3. VOC melakukan blokade perdagangan terhadap Makassar

Dengan alasan inilah rakyat Makassar dibawah Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan – perlawanan. Perlawanan pertama dilakukan pada tahun 1633 ketika VOC berusaha melakukan blokade perdagangan di Makassar, perlawanan ini gagal dan Gowa mengalami kekalahan. Perlawanan kedua terjadi pada 1654, namun tidak berhasil lagi.

Perlawanan ketiga terjadi pada tahun 1667 dan merupakan pertempuran terbesar dalam melawan VOC. Dalam pertempuran ini, VOC melakukan politik adu domba (devide et impera) antara Sultan Hasanuddin dan Aru Palaka (Raja Bone).

Dalam peperangan yang terjadi antara Sultan Hasanuddin dengan Aru Palaka, Raja Bone tersebut dibantu oleh VOC yang dipimpin oleh Cornelis Speelman, pasukan Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan dan dipaksa menyetujui perjanjian Bongaya. Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani Perjanjian Bongaya atas dasar kemanusiaan. Ia menyetujuinya agar tidak lagi terjadi peperangan dan menghentikan lebih banyak korban yang terus berjatuhan dari pihak kerajaan Gowa.

Isi Perjanjian Bongaya

Perjanjian Bongaya diadakan di daerah Bongaya pada 1667. Berikut ini adalah isi Perjanjian Bongaya :

  1. VOC menguasai monopoli perdagangan di daerah Sulawesi Selatan serta Sulawesi Tenggara
  2. Makasar harus melepas seluruh wailayh bawahannya, diantaranya Sopeng, Wajo serta Bone
  3. Aru Palaka diangkan menjadi Raja Bone
  4. Makasar menyerahkan seluruh benteng – bentengnya
  5. Makasar diharuskan membayar biaya perang dalam bentuk hasil bumi kepada VOC setiap tahun

Isi perjanjian ini jelas sangat merugikan pihak kerajaan Gowa, akibatnya Hasanuddin kembali melakukan perlawanan. Pihak VOC meminta bantuan tentara yang ada di Batavia. Pertempuran kembali pecah, pasukan Sultan Hasanuddin memberi perlawanan sengit kepada VOC. Namun, karena kalah dalam persenjataan serta bantuan tentara VOC dari Batavia membuat VOC mampu menerobos pertahanan Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada 12 Juni 1669. Pada perkembangannya, Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari takhtanya sebagai raja Gowa dan wafat pada 12 Juni 1670.

Bagikan:

Tags

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah