3 Kelenteng di Lasem

Rahmad Ardiansyah

Lasem merupakan sebuah kota kecil yang berada dekat dengan perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kota ini memiliki sejarah panjang di berbagai zaman. Dikenal sebagai sebuah kerajaan vasal Majapahit pada masa lampau, Kerajaan Lasem berkembang menjadi armada laut yang kuat di Pantai Kairingan dan Teluk Regol. Di akhir kejayaan Majapahit, Lasem bertransformasi menjadi sebuah kadipaten, daerah ini kemudian menjadi pusat persebaran Islam yang tak kalah dengan Demak, Tuban maupun Surabaya. Sejarah Lasem semakin lengkap dengan adanya migrasi orang – orang Tionghoa yang kemudian melebur dan membumi bersama pribumi Jawa dan kaum santri. Kedatangan orang – orang Tionghoa seolah menambah khasanah sejarah Lasem. Banyak peninggalan orang – orang Tionghoa pada masa lampau yang masih bisa kita rasakan saat ini. Salah satu peninggalan tersebut adalah 3 bangunan kelenteng yang tersebar di Lasem. Kelenteng – kelenteng tersebut diantaranya Cu An Kiong, Poo An Bio dan Gie Yong Bio. Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai kelenteng – kelenteng di Lasem : 

Kelenteng Gie Yong Bio
Kelenteng Gie Yong Bio terletak tepat di pintu masuk Desa Bagan, berada dekat dengan jalur Pantura dan menghadap ke timur. Kelenteng Gie Yong Bio juga disebut Yijong Gong Niao dan Temple of Vallant Men. Kelenteng Gie Yong Byo dibangun pada tahun 1780 untuk mengenang jasa Raden Panji Margono, seorang pribumi jawa yang memperjuangkan tanah Lasem dalam Perang Kuning bersama orang pribumi dan Tionghoa.

Pada saat itu, Raden Panji Margono, Oei Ing Kiat (Adipati Tumenggung Widyaningrat), dan Tan Kie Wei bahu membahu melawan VOC. Ketiganya kalah dalam Perang Kuning. Untuk mengenang jasanya, orang – orang Tionghoa Lasem kemudian membuatkan sebuah klenteng untuk menyembah Raden Panji Margono yang sangat berjasa, baik ketika menyelamatkan orang – orang Tionghoa dari pembantaian VOC di Batavia maupun ketika Perang Kuning.

Raden Panji Margono dibuatkan sebuah altar tersendiri dalam sebuah ruangan layaknya dewa yang disembah. Dibangunnya Klenteng Gie Yong Byo menandakan adanya keharmonisan dan sinergi antara pribumi dan Tionghoa di Lasem pada masa lampau. Penduduk Tionghoa menyembah Raden Panji Margono dengan alasan bahwa Raden Panji Margono telah mempertahankan nasib orang – orang Tionghoa semasa hidup.

Kelenteng Cu An Kiong
Kelenteng Cu An Kiong terletak di sebelah timur Sungai Babagan, Desa Soditan bersebelahan dengan banguna bersejarah Lawang Ombo. Kelenteng Cu An Kiong didirikan pada tahun 1477 bersumber dari arsip yang tersimpan di Museum Den Haag. Tercatat pada tahun 1838, dilakukan renovasi Kelenteng Cu An Kiong karena sering dilanda banjir. Museum ini diperkirakan didirikan ketika terjadi migrasi kedua orang – orang Cina. Kelenteng Cu An Kiong memiliki bentuk yang unik dengan bangunan bergaya Tiongkok disertai ornamen interior dan eksterior khas, ukiran, lukisan keramik serta kaligrafi yang kental akan budaya Cina. Kelenteng Cu An Kiong dibangun untuk menyembah Dewi Laut, Thian Siang Seng Bo. Perayakan Thiang Siang Seng Bo dilakukan setiap tanggal 23 bulan 3 penanggalan Cina di Kelenteng Cu An Kiong dengan mengadakan sejumlah acara seperti wayang kulit, klonengan dan gamelan.

Sumber : kesengsemlasem.com

Kelenteng Poo An Bio
Kelenteng Poo An Bio terletak di Jalan Karangturi VII No. 13 – 15, Desa Karangturi, Kecamatan Lasem. Kelenteng ini bersebelahan dengan Vihara Maha Karuna atau Gedung Perdamaian. Kelenteng Poo An Bio diperkirakan didirikan pada tahun 1740 yang ditujukan untuk menyembah Kwee Sing Ong yang merupakan dewa keluarga Kwee, dewa pengaman dari bencana alam.

 

Bagikan:

Tags

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah