Biografi Mbah Srimpet (R.M. Tejokusuma), Lasem

Rahmad Ardiansyah

R.M. Tejokusumo atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Lasem sebagai Mbah Srimpet adalah salah satu tokoh yang mempunyai kontribusi besar dalam perkembangan pendidikan dan dakwah Islamiyah. Membicarakan tokoh ini tak bisa lepas dari sejarah berdirinya Masjid Jami’ Lasem. Mengingat jasa – jasa beliau yang telah meretaskan jejak langkahnya bagi perjalanan dan perkembangan Islam di daerah pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya daerah Lasem.Mbah Srimpet lahir dari keluarga bangsawan Jawa, beliau adalah putra dari Adipati Santi Wira bin Adipati Badra bin Adipati Santi Puspa (Syekh Abu Bakar kakak sulung Raden Said atau Sunan Kalijaga) bin Santi Badra Tumenggung Wilwatikta. Tejokusumo kecil tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keningratan Jawa dengan strata pendidikan tinggi dan kultur Jawa yang kuat. Sehingga dalam hal ini menjadikan Tejokusumo kecil dilingkupi dengan limpahan kasih sayang dari keluarga dan lingkungannya. Konon dalam sebuah cerita, saking dekatnya ia dengan ibundanya sampai – sampai kemanapun ibundanya pergi ia selalu ada atau mengikuti di belakang dengan menggelendot manja di tubuh ibunya sampai – sampai menghalangi ataupun mengganggu langkah ibunya. Hingga dijuluki dengan nama Raden Panji Tejo Srimpet (dalam bahasa Jawa, syrimpeti) yang pada akhirnya nama tersebut menjadi nama populernya di masyarakat.

Ketika menginjak remaja, jiwa kecintan terhadap ilmu pengetahuan mulai tumbuh dan membentuk kepribadiannya. Raden Panji Tejo Srimpet muda ini mulai belajar tentang agama, sosial budaya dan ketatanegaraan kepada banyak guru dan para ulama. Setelah cukup dalam ilmu pengetahuan, pada akhirnya ia pun mengabdikan diri pada Kerajaan Pajang. Atas kecakapan dan dukungan oleh darah keningratannya, ia pun diangkat menjadi Adipati Lasem menggantikan syahbandarnya yang telah wafat. Beliau diangkat secara difinitif sebagai adipati Lasem oleh Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1585 M. Beliau juga diambil menantu Sultan Pajang Hadiwijaya.

Adipati Tejokusumo tersohor sebagai pemimpin yang bijak dan mencintai ilmu pengetahuan, belia sangat peduli dan intens terhadap pembangunan dan pemberdayaan masyarakatnya terutama dalam bidang pendidikan dan da’wah Islamiyah. Ia sendiri banyak menggubah naskah – naskah kuno untuk dilestarikan nilai – nilai luhurnya dan disesuaikan dengan perkembangan jaman. Demi kecintaan dan ilmu pengetahuan serta dakwah Islamiyah tersebut, ia mendatangkan seorang ulama muda dari Tuban, yang bernama Sayid Abdurrohman atau lebih dikenal dengan nama Pangeran Sambu as-Samarkandi (Mbah Sambu) yang diangkatnya sebagai Wali Negeri (semacam pejabat bidang keagamaan kala itu), yang pada akhirnya Sayid Abdurrohman dinikahkan pula dengan salah satu dari putrinya.

Seiring dengan berpindahnya pusat kerajaan dari Pajang ke Mataram oleh Sultan Sutawijaya, Kadipaten Lasem secara teritorial termasuk dalam wilayah Kadipaten Pesisiran Brang Wetan Kerajaan Mataram.Kemudian pada masa keemasan Kerajaan Mataram dibawah Sultan Agung, Kadipaten Lasem juga mulai berbenah membangun tata kotanya, sesuai dengan master plan tata kota praja Kerajaan Mataram. Adipati Tejokusumo membangun komplek Kadipaten Lasem dnegan berdekatan dengan Masjid Jami’, filosofi bahwa, Negara hanya bisa dibangun dan ditata dengan baik bila komponen yang menjadi syaratnya bisa dipersatukan dan menjadi pilar negara, yaitu :

  • Adanya rakyat yang mendukung, yang disimbulkan dengan keberadaan alun – alun.
  • Adanya pemerintahan, yang terwakili dengan keberadaan kadipatennya
  • Adanya perekonomian yang baik, dengan aktifitas pasarnya
  • Adanya spiritual keagamaan yang direpresentasikan dengan keberadaan masjid kota

Kemudian beliau membangun alun – alun dengan dua pohon beringin kembar sebagai titik pusat dari empat penjuru jalanan negeri, membangun komplek kadipaten disebelah utara alun – alun, pasar kota disebelah selatan alun – alun dan mendirikan masjid kota disebelah baratnya.

Masjid kadipaten Lasem (kini bernama Masjid Jami’ Lasem) pertama kali dibangun pada tahun 1588 M beraksitektur Jawa kuno, berbentuk joglo dengan atap bersusun dan dipuncaknya terdapat hiasan Makutapraba. Keberadaan masjid ini secara otomatis menjadi pusat pendidikan dan da’wah Islamiyah yang dipelopori oleh Sayid Abdur Rohman (Pangeran Sambua / Mbah Sambu) yang kala itu sebagai Wali Negeri Kadipaten dan juga tak bukan adalah menantu Adipati Tejokusumo sendiri. Berangkat era inilah kemudian Lasem dari generasi ke generasi berkembang menjadi pusat pendidikan dan agama di Jawa, khususnya di daerah pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Banyak ulama – ulama besar yang terlahir dari rahim tradisi keilmuwan tersebut. Pondok – pondok pesantren dan madrasah – madrasah tumbuh dan berkembang sebagai sarana pendidikan masyarakat dan pusat dakwah Islamiyah, yang sampai saat ini tetap eksis dan menjadi icon Lasem sebagai kota santri.

Di masa R.M. Tejokusumo memerintah Kadipaten Lasem, dapat dibilang sebagai tonggak estafet dari jaman sebelumnya menuju zaman sesudahnya dalam orientasi pembangunan yang lebih jelas, dengan pengelolaan secara terpadu dan tertata dengan baik. Perekonomian berjalan dengan keberadaan bandarnya yang ramai sebagai sarana perdagangan antar pulau, pertanian dan pembangunan irigasinya, industri rumahan yang marak serta berlangsungnya pendidikan, da’wah Islamiyah dan perkembangan sosial budaya yang baik.

Sumber : fahmianhar.files.wordpress.com

R.M. Tejokusumo memerintah Kadipaten Lasem hingga tahun 1632 M, beliau wafat pada usia 77 tahun dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Jami’ Lasem dengan bernisankan pola Troloyo sebagai ciri khas keningratan tertentu. Selanjutnya adipati Lasem digantikan oleh cucunya yang bernama Raden Mas Wigit dengan gelar R.M. Tejokusumo III yaitu putra sulung Ki Ageng Giring Tara (Pangeran Rama Senopati di Mataram / Tejokusuma II) bin Raden Panji Tejokusumo I (Mbah Srimpet).

Sedangkan Saiyid Abdur Rahman (Mbah Sambu) Wafat pada tahun 1653 M. Beliau dimakamkan di utara Masjid Jami’ Lasem. Makam beliau berdua ini hingga kini selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah.

Bagikan:

Tags

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah