Candi Gunung Gangsir terletak di Desa Gunung Gangsir, Kecamatan Beji, Pasuruan Jawa Timur atau terletak 18 km dari Kota Pasuruan. Candi ini sebenarnya bernama Candi Keboncandi, penamaan Gunung Gangsir karena keberadaannya yang terletak di Desa Gunung Gangsir. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke 11 M pada masa pemerintahan Raja Airlangga. Candi Gunung Gangsir dibangun dari bahan dasar batu bata merah. Candi Gunung Gangsir tidak jelas mengenai fungsinya.
Menurut masyarakat sekitar Candi Gunung Gangsir dibangun untuk penghormatan Nyi Sri Gati yang dijuluki Mbok Randa Derma (Janda Murah Hati), atas jasanya membangun masyarakat pertanian di daerah tersebut. Nyi Sri Gati merupakan tokoh dalam legenda setempat.
Pada masa tersebut masyarakat sekitar Candi Gunung Gangir belum mengenal kehidupan bercocok tanam. Mereka hidup dengan cara mengembara dan makan dari bahan sejenis rereumputan. Pada saat itu datanglah seorang wanita yang bernama Nyi Sri Gati. Ia mengajak para pengembara untuk berdoa, meminta petunjuk kepada Hyang Widi untuk mengatasi kekurangan pangan yang mereka alami. Tak berselang lama datanglah segerombolan burung sebangsa burung gelatik yang menjatuhkan padi – padian di dekat pengembara. Padi yang jatuh kemudian ditanam oleh Nyi Sri Gati. Beberapa bulan kemudian padi tersebut dipanen. Nyi Sri Gati kemudian menumbuk padi hingga menjadi beras yang kemudian diolahnya menjadi nasi.
Nyi Sri Gati yang memiliki ilmu mencocok tanam kemudian mengajarkan kepada pengembara. Sejak saat itu para pengembara tersebut menetap dan hidup dengan cara bercocok tanam dengan padi sebagai makanan pokok mereka. Sebagian dari padi yang dibawa burung gelatik tersebut berubah menjadi permata yang membuat Nyi Sri Gati menjadi kaya raya.
Candi Gunung Gangsir belum pernah dipugar secara menyeluruh. Walaupun jika dilihat Candi Gunung Gangsir terlihat megah namun pada beberapa bagian telah hancur. Konon candi ini mengalami kerusakan berat pada masa penjajahan Jepang. Banyak hiasan yang ada pada dinding candi yang diambil oleh Jepang guna membiayai perang. Setelah masa penjajahan Jepang berlalu masyarakat sekitar melakukan perbaikan sekedarnya tanpa didasari pengetahuan akan pemugaran.
Kaki candi berbentuk segi empat dengan ukuran 15 m x 15 m. Tinggi candi mencapai 15 m. Bagian dalam candi terdapat ruangan yang cukup luas yang mampu menampung 50 orang. Pintu masuk berada pada sisi barat candi yang berjarak 5 m dari tanah. Untuk mencapai pintu candi terdapat tangga yang cukup lebar yang menjorok ke arah barat. Sayangnya tangga tersebut telah hancur sehingga sulit untuk ditapaki.
Pada dinding sisi kanan dan kiri atas pintu candi terdapat relung tempat meletakkan arca. Relung sisi selatan telah hancur sedangkan sisi utara masih nampak bekasnya. Kini bagian atap candi berbentuk melengkung dengan ujung tumpul seperti puncak gunung. Pada bagian puncak atap telah hancur, namun masih terlihat lapik penyangga pada puncak atap. Dari belakang, bangunan candi nampak seperti bukit kecil yang terbuat dari batu bata. Tidak terdapat relung tempat meletakkan arca.
Beberapa hiasan masih menempel pada dinding candi. Pada kiri dan kanan puncak tangga terdapat hiasan berupa pahatan gambar wadah berhiaskan sulur – suluran serta gambar seorang wanita. Hiasan tersebut terbuat dari batu bata yang sangat halus, nyaris terlihat sebagai cetakan dan bukan pahatan.