Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)

Rahmad Ardiansyah

Meskipun perolehan suara partai hanya menempati urutan kelima dalam pemilu legislative, Abdurrahman Wahid akhirnya menjadi Presiden RI yang keempat setelah mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan di DPR. Gus Dur, panggilan akrabnya, kemudian membentuk cabinet yang bernama Kabinet Persatuan Nasional. Sebaagian Menteri yang berasal dari kabinet Habibie tidak dimasukkan kedalam susunan kabinetnya, termasuk Tanri Abeng yang telah bekerja keras mereformasi manajemen BUMN hingga menjadi pemain di pasar modal yang efektif. Selain itu, Gus Dur juga menyisihkan konsep ekonomi kerakyatan, menghapus Departemen Penerangan dan Departemen Sosial yang tentu saja mengundang pro dan kontra serta konflik dikalangan politisi. Jabaran panglima TNI yang selama ini dijabat oleh personel Angkatan Darat kali ini diserahkan kepada Laksamana Widodo HS yang berasal dari Angkatan Laut.

Sebagai presiden, Gus Dur memiliki hak untuk menerapkan konsep – konsepnya membentuk pemerintah RI ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, Gus Dur jarang sekali mengajak para menterinya uuntuk membicarakan langkah – langkah yang akan diambilnya. Akibatnya, para Menteri yang duduk didalam cabinet seolah berjalan sendiri – sendiri dan para wakil rakyat menjadi lebih mendengarkan komando dari para ketua partai. Dari sinilah sebenarnya konflik antara presiden dan DPR mulai tumbuh, dan semakin berkembang sehingga Gus Dur kehilangan dukungan dari para wakil rakyat. Kebijakannya yang paling ditentang adalah ketika presiden mengeluarkan dekrit untuk membubarkan parlemen hasil pemilu, seperti yang pernah dilakukan Presiden Soekarno dulu. Namun, dekrit tersebut tidak mendapat dukungan.

Politik Luar Negeri

Dalam menjalankan kebijakan politik luar negerinya, Gus Dur tetap menjalankan kebijakan luar negeri bebas aktif. Atas dasar inilah, ia menggagas terbentuknya poros Jakarta, Beijing, New Delhi. Gagasan ini memang cukup menarik karena beberapa pengamat politik berpendapat bahwa hal ini membuat Indonesia memiliki posisi tawar di mata dunia dan menimbulkan harapan agar Indonesia tidak lagi dengan mudah dapat dikendalikan oleh Amerika. Lawatan kenegaraan yang dilakukannya ke negara – negara Asia merupakan sebuah kebijakan yang “meninjau potensi ke dalam” (inward looking). Hal ini menjadi salah satu alternative agar RI menjadi lebih berdaulat.

Jika poros ini benar – benar dapat terbentuk, ditambah lagi dengan kekuatan ekonomi dan teknologi Jepang, bukan tidak mungkin bahwa masa kejayaan Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat saat ini dapat berakhir. Selain itu, konstelasi politik dunia diramalkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun mendatang (sejak tahun 2000), Tiongkok akan tampil sebagai negara dengan kemampuan ekonomi dan militer yang kuat. Sepertiga pendapatan negara – negara Asia-Pasifik diperkirakan akan berasal dari Tiongkok. Dengan segala potensi yang dimilikinya ini, negara tirai bamboo ini akan tampil sebagai negara yang potensial sebagai penyeimbang Amerika Serikat.

Adapun India dianggap sebagai sumber alternative yang potensial dalam teknologi transportasi dan persenjataan. Pertahanan laut India saat itu merupakan yang terkuat di Pasifik. Setelah lawatannya di negara – negara Asia, Gus Dur diundang ke Gedung Putih Amerika Serikat oleh presiden Bill Clinton. Gus Dur menyambut baik undangan terebut dan kemudian dengan mudah mengubur gagasannya yang bagus tentang poros Jakarta-Beijing-New Delhi yang sempat melambungkan Namanya.

Hubungan Luar Negeri Indonesia – Israel

Langkah selanjutnya merupakan langkah yang tidak kalah popular, yaitu membuka hubungan dengan Israel. Hal ini tentu menimbulkan protes dari berbagai kalangan, dan para mahasiswa di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya dan kota – kota lain. Namun, adapula mereka yang setuju terhadap gagasan ini, seperti Menteri Luar Negeri Alwi Shihab yang berpendapat membuka hubungan dengan Israel dianggap penting. Selain mengundang masuknya modal Yahudi, juga menarik simpati komunitas Yahudi internasional. Menurut Alwi Shihab, Indonesia yang sedang memperbaiki ekonomi jangan hanya membangun ekonomi dengan Singapura, Tiongkok, Jepang, India, dan Amerika Serikat yang selama ini sudah dilakukan. Perlu diketahui bahwa banyak perusahaan multinasional yang ada di Amerika Serikat dikuasai oleh keturunan Yahudi. Sekitar 70% keuangan AS dikuasai oleh komunitas Yahudi. Jadi, sebenarnya yang menjadi sasaran bukanlah hubungan dengan Israel, melainkan peranan Yahudi di Amerika Serikat.

Pendapat senada dikemukakan oleh Dr. Hamid Awaluddin yang dapat memahami keinginan Gus Dur membangun hubungan dengan Israel. Ia mengatakan bahwa komunitas Yahudi menguasai Kongres dan Senat di AS dengan kemampuan lobi mereka . Komunitas ini juga menguasai media massa seperti The New York Time yang terbit sejak tahun 1941 dan The Washington Post. Dua surat kabar yang hingga saat ini diakui paling banyak mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat. Di Inggris, mereka menguasai The Times dan juga stasiun televisi yang menjadi acuan pemirsa AS dan Eropa, seperti ABC, CBC dan NBC. Dalam kegiatan finansial, selain menguasai Wall Street dan IMF, Lembaga – Lembaga seperti Soros Management Fund, Quantum Fund, dan Goldman Sach adalah kekuatan besar keuangan Yahudi yang menguasai pasar uang dan valuta asing.

Bagi mereka yang menolak gagasan untuk membangun hubungan langsung dengan Israel berpendapat, merkea tidak menyukasi sikap zionis yang melakukan tindakan kekejaman terhadap Palestina. Selain itu, terhadap sikap Israel yang berkali – kali menolak resolusi PBB, terakhir adalah Resolusi Nomor 242 tentang Hak – Hak Rakyat Palestina yang mengharuskan Israel untuk segera keluar dari wilayah yang didudukinya sejak perang 1967. Menurut Ahmad Sumargono, Ketua Pelaksana Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam, penduduk Israel yang jumlahnya sekitar 6 juta orang bukan pasar yang potensial bagi produk – produk Indonesia dan juga bukan negara yang memproduksi teknologi tinggi. Kemungkinannya, Indonesia malah akan terlalu banyak membeli dari mereka. Hubungan yang akan dibuka dengan Israel, tidak akan menjamin Israel dengan serta merta akan melakukan investasi di Indonesia. Kondisi ini dapat dilihat bagaimana negara – negara seperti, Turki, Mesir, dan Yordania yang memiliki hubungan diplomatic yang baik dengan Israel, tetapi tidak ada investasi modal dari Yahudi yang masuk ke negara – negara tersebut. Negara – negara ini tetap menjadi negara yang dimusuhi oleh komunitas Yahudi.

Kebijakan Kontroversial Gus Dur

Tuntutan reformasi terhadap perbaikan ekonomi memang belum tercapai meskipun ada pertumbuhan ekonomi sebesar 3-4% per tahun. Masih banyaknya persoalan – persoalan lain yang harus diselesaikan oleh pemerintah ini, yang pada umumnya merupakan dampak dari kebijakan – kebijakan yang cenderung menimbulkan konflik internal. Kebijakan tersebut diantaranya sebagai berikut :

  1. Presiden Abdurrahman Wahid sangat mudah untuk melakukan penggantian Menteri dengan alasan yang tidak terlalu jelas. 
  2. Pertentangannya dengan wakil rakyat yang duduk di DPR semakin meruncing sehingga lembaga ini mendesak presiden menjelaskan kebijakan yang diambil dan memaksa presiden untuk membagi kekuasaan dengan Wakil Presiden Megawati. 
  3. Kebiasaan melakukan perjalanan tidak berkurang meskipun anggaran negara untuk menunjang kegiatan tersebut telah habis. 
  4. Banyak persoalan dalam negeri yang tidak dapat terselesaikan seperti tuntutan yang dilakukan oleh Aceh, Riau, dan Kalimantan menyangkut pembagian hasil yang adil antara pusat dan daerah. Selain itu, persoalan Ambon yang mengancam integrase bangsa semakin meluas dan diperparah dengan datangnya bencana alam yang dating silih berganti. 
  5. Akhirnya keterlibatan dalam kasus Bulog Gate dan Brunei Gate yang mengakibatkan DPR memberikan teguran keras dalam bentuk Memorandum I dan II.

Oleh karena presiden tidak mengindahkan peringatan DPR, DPR akhirnya meminta MPR menggelar siding istimewa untuk meminta pertanggung jawaban presiden. Sidang Istimewa MPR ini akhirnya mengambil keputusan memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden RI yang kelima.

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah