Peristiwa 27 Juli 1996 merupakan peristiwa penyerangan terhadap kantor PDIP oleh massa PDI yang kemudian menjadi kerusuhan besar di Jakarta yang menelan banyak korban jiwa dan hancurnya sejumlah sarana fisik. Kejadian ini memunculkan gugatan dari berbagai kalangan agar pemerintah mencabut 5 paket undang – undang politik yang memuat; UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR, UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, UU No. 4 Tahun 1985 tentang Referendum dan UU No. 5 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa, serta kritikan yang pedas terhadap monopoli, KKN, dan kebijakan dwifungsi ABRI yang memiliki peran dalam berbagai aspek sosial politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya, disampaikan juga tuntutan terhadap adanya pembatasan waktu untuk jabatan presiden.
Situasi politik yang semakin menegang dan waktu pelaksanaan pemilu yang sudah semakin dekat berimbas pada munculnya ketegangan dari para tokoh agama dan warga etnis yang berbeda. Pada Maret 1997, pecah kerusuhan di Pekalongan yang kemudian dengan cepat meluas ke beberapa daerah lainnya. Menjelang hari terakhir kampanye pemilu di Banjarmasin, terjadi pula kerusuhan yang banyak menelan korban jiwa. Pemilu yang diselenggarakan pada Mei 1997 ternyata tidak dapat meredakan gejolak politik.