Di bawah dolmen biasanya digunakan untuk meletakkan jenazah sehingga tidak dapat dimakan binatang liar maka kaki mejanya memiliki jumlah lebih banyak supaya mayat bisa tertutup rapat dan terhindar dari serangan hewan buas. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat pada zaman tersebut meyakini atas suatu hubungan antara manusia yang masih hidup dengan mereka yang telah meninggal dunia, serta percaya apabila terjadi sebuah hubungan yang baik mampu menciptakan kebahagian dan keselarasan bagi satu sama lain.
Di Indonesia, dolmen adalah tempat pemujaan dan berada di kawasan tertentu seperti Lampung Barat, Sumber Jaya dan Telaga Mukmin. Dolmen mempunyai panjang sekitar 325 cm, tinggi 115 cm dan lebar 145 cm ini ditahan oleh bebatuan kecil dan besar. Kemudian, hasil penggaliannya tidak menimbulkan keberadaan sisa penguburan dan beberapa benda yang ditemukan di Sumatera Selatan maupun Jawa Timur adalah hasil kebudayaan zaman megalitikum dan berkaitan dengan hubungan antara manusia yang masih hidup dengan yang telah tiada.
Dolmen terbaik di Indonesia biasanya ditemukan di Batucawang. Sebab, papan batunya memiliki ukuran sekitar 3 x 3 meter dan ketebalannya mencapai 7 cm dan berada di atas empat bebatuan penunjang. Namun, beberapa benda lain yang disebut sebagai bekal di alam kubur tak kunjung ditemukan. Banyak peninggalan sejarah selain dolmen yang di kawasan tersebut dan dinilai sebagai patung nenek moyang, serta dari dolmen-dolmen itu memiliki dolmen yang papan batunya ditunjang menggunakan enam batu yang begitu tegak.
Dolmen diprediksi sudah diketahui oleh masyarakat Indonesia sejak zaman bercocok tanam dan kawasan penemuan lainnya adalah Tanjungara, Nanding, Pajarbuan, Pagerdewa, Lampung Barat, Tanjungsakti, Gunungmegang serta Sumbawa. Tradisi megalitikum di Sumba menjadi hal yang sangat menarik karena bukan sekadar bentuknya yang begitu besar, tetapi juga memiliki berat hingga beberapa ton namun keunikan tersebut terlihat jelas dari pelaksanaan pendiriannya serta upacara yang digelar atas pendirian bangunannya.