Prasasti Ciaruteun ditemukan sekitar tahun 1863 oleh seorang pemimpin dari Bataaviash Genootscap van Kunsten en Wetenscappen atau saat ini dikenal sebagai Museum Nasional yang berada di sekitar sungau Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ketika ditemukan ternyata prasasti ini dalam kondisi terbalik dan tulisan pahatnya mengarah ke tanah. Masyarakat sekitar menilai bila keberadaannya tidak berbeda dengan batu biasa.
Prasasti Ciaruteun rupanya ditulis ke dalam bentuk seloka dan menggunakan aksara huruf Pallawa dalam bahasa Sansakerta. Selain itu, ada sepasang pahatan telapak kaki, sulur-suluran atau pilin, gambar umbi serta laba-laba dalam prasasti tersebut. Metrum atau irama Anustubh yang berada didalam seloka nya juga terdiri dari empat baris, sedangkan isi tulisan dari pahatan tersebut adalah “Inilah tanda sepasang telapak kaki bak kaki Dewa Wisnu, yakni pemelihara dan ia pun adalah telapak yang mulia dari sang Purnnawarmman, raja di negeri Taruma, raja yang begitu berani dan gagah di dunia.”
Isi Prasasti Ciaruteun
- Cap telapak kaki Purnnawarmman yang melambangkan daerah penemuannya adalah salah satu wilayah kekuasaan Tarumanegara,
- Isi tulisannya menegaskan bila raja Purnawarman merupakan raja yang mampu mengayomi serta melindungi seluruh rakyatnya bak Dewa Wisnu dan sangat baik hati. Bahkan, masa pemerintahan Purnawarman diprediksi adalah era kejayaan dari Kerajaan Tarumanegara beberapa tahun silam.
- Anustubh atau iramanya memiliki persamaan dengan prasasti Yupa dan ditemukan di kawasan Kutai. Hal itu mengartikan bahwa kebudayaan pada masa Kerajaan Kutai maupun Tarumanegara mempunyai persamaan khusus.
- Nama Purnawarman yang diakhiri dengan kata ‘warman’ sama dengan nama-nama raja di masa Kerajaan Kutai, yaitu Asmawarman serta Mulawarman yang menegaskan bila budaya Hindu di wilayah Jawa, terutama Jawa Barat memiliki persamaan dengan budaya serupa yang berada di Kalimantan.