BAB I
Indonesia Sebelum Tahun 1500
1. Perdagangan di Asia dizaman Kuno Semenjak zaman purbakala, Indonesia telah mempnyai hubungan dagang dengan India dan Tiongkok baik melalui jalur darat (jalur sutra) maupun jalur laut. Hubungan perdagangan antara indonesia denga negara-negara di Asia ini yang kemudian turut menjadi cikal-bakal persebaran agama Hindu dan Budha di Indonesia. Para pendeta Hindu dan biksu Budha datang bersama dengan pedagang-padagang atau ikut menumpang menggunakan perahu padagang dan emudian menetap dikeraton menjadi seorang penasihat.
Sifat yang paling utama dari perdagangan Asia di zamankuno ialah adanya dua golongan pedagang, yang pertama yaitu orang kaya, kaum hartawan, yang memasukkan uangnya dalam suatu usaha perdagangan secara insidentil. Golonga yang kedua yaitu golongan saudagar kelontong, golongan pedagang keliling, mereka dikatakan pedagang kelontong karena mereka ikut berkeliling bersama dengan barang dagangan mereka, golongan ini merupaka golongan yan terbesar.
Perdagangan Indonesia dizaman Kuno.
Hubungan perdagangan Indonesia dengan negara-nagara lain telah terjalin lama. Komoditas utama yang diperdagangkan yaitu rempah-rempah seperti lada, cengkih, buah pala, dan lainnya. Di Indonesia, pengaruh raja dan kepala negara sangat kuat, hal itu terbukti dengan adanya penarikan bea dan cukai terhadap barang yang masuk dan keluar. Monopili kerajaan terhadap perdagangan kemudian membawa kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Sriwijaya dan beberapa kerajaan di pulau jawa kepada hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan di Tiongkok dan yang lainnya. Kekuasaan kerajaan-kerajaan di Indonesia silih berganti muncul dan menguasai perdagangan. Berbagai tanda dalam periode abad ke-12 dan ke-15 menunjukkan bahwa pernaigaan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
BAB II
Bangsa Portugis di Indonesia Abad ke-16
Pada tahun 1500 terjadi perubahan yang besar dalam dunia perniagaan di Asia sebagai akibat dari kedatangan bangsa Eropa di Asia setelah ditemukan jalan perhubungan laut yang mengelilingi benua Afrika. Semenjak Kota Istambul (Konstantinopel) dikuasai oleh Turki dan jalur perdagangan darat ditutup, bangsa-bangsa Eropa berupaya mencari jalur pedagangan lain yaitu melalui laut. Portugal yang juga mencoba jalur laut pada awalnya tidak untuk tujuan ekonomi melainkan untuk perjuangan suci umat kristen melawan agama islam. Perjalanan laut ini kemudian membawa Portigis pada daerah produksi rempah-rampah dan membuat Portugis dapat memperoleh dengan harga yang jauh lebih murah, hal itu juga dilakukan oleh bangsa Spanyol. Kadatangan bangsa Portugis di Indonesia lama-lama berdampak pada kekuasaan yang ada dalam kehidupan kerajaan, khususnya di sekitar Maluku. Di daerah tersebut Portugis dapat melakukan monopoli terhadap perdagangan cengkih dan mendirikan benteng di Ternate atas ijin dari sultan.
BAB III
Bangsa Belanda di Indonesia Zaman Kompeni (1600-1800)
Awal Abad ke-17 Seabad setalah bangsa Portugal datang ke Asia, bangsa Belanda juga sampai di Asia dan pada tahun 1589 untuk pertama kali bangsa Belanda berlabuh di Banten. Bangsa Belanda datang ke Indonesia untuk berniaga, berbeda dengan bangsa Portugis yang setengah pejuang perang salib.
Pada tahun 1602 Belanda mendirikan kongsi dagang yang bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), ini merupakan gabungan kongsi yang berlayar ke Indonesia, VOC inilah yang mengurus semua kepentingan, kerjasama ini dianggap penting karena berbagai sebab, terutama untuk menentang bersama kekuasaan Porugal-Spanyol. Pada pertengahan abad ke 17 Kompeni mempunyai perdagangan dan angkatan laut yang terbesar di Asia yang dan Batavia menjadi pusat perdagangan terbesar di Asia Tenggara.
Pada tahun 1700 VOC mencapai puncak kejayaan, angkatan lautnya meguasai samudra dan membantu mempertahankan monopoli da Maluku, Makasar, Banten, Jambi dan didaerah lain, serta berhasil pula menolak hampir semua bangsa Eropa lainya dari perairan Indonesia Abad ke-18 Pada tahun 1700 berakhirlah suatu periode yang dimulai tahun 1500 dengan diketemukannya jalan laut yang menyebabkan bangsa Indonesia dapat berhubungan dengan bangsa-bangsa Eropa secara langsung. VOC sebagai engganti orang-orang Portugis, memperoleh segala macam hak-hak istimewa dalam perdagangan dari raja di Indonesia sebagai upah dari bantuannya kepada raja tersebut.
Disamping itu, berangsur-angsur kompeni memperluas kekuasaan kenegaraan untuk mengawasi apakah persetujuan yang diadakan dengan raja Indonesia ditaati yang diantaranya menyebabkan penjarahan daerah kepada kompeni. Dengan demikian selain mendapatkan pengaruh ekonomi, juga memperoleh pengaruh kenegaraan yang besar.
Pengaruh monopoli kompeni terasa diseluruh Indonesia, terutama terasa menekan di daerah Maluku. Dirugikannya perdagangan laut menyebabka timbulnya perampok-perampok di bagian timur Indonesia dengan berbagai motif seperti agama, kemasyarakatan. Setelah Makasar jatuh pada akhir abad ke 17, perampokan menjadi sangat bertambah oleh orang-orang Makasar dan Bugis. Aceh, setelah kebesarannya hilang dalam abad ke 17, juga pindah kepada perampokan. Sampai abad ke 19 perampok Aceh ditakuti oleh kapal-kapal dagang Inggris dan Amerika.
Setelah tahun 1750 berakhirlah kebesaran kompeni, dalam tahun 1784, setelah peperangan Inggris yang keempat dengan Belanda, maka kompeni harus mengizinkan kebebasan berlayar di Indonesia kepada Inggris. Pemerintahan kompeni semakin lama semakin memburuk, terutama merajalelanya korupsi diantara pegawainya, dan pada akhir abad ke 18 kompeni runtuh.
BAB IV
Perubahan Sosiologi dalam Masyarakat Djawa
Sejak tahun 1650 sampai dengan abad ke – 19 Djawa mengalami perfeodalan. Hal ini tidaklah berarti, bahwa struktur feodal baru timbul pada masa itu. Djawa kehilanagan perdagangan lautnya, karena itu struktur masyarakat berubah perimbangannya hingga berat sebelah kearah feodal. Struktur feodal di jawa itu berbeda sekali dengan struktur feodal di Eropa dalam abad pertengahan. Jika ditinjau dari sudut sosiologis atau ekonomis maka perbedaan perbedaan dasar tergantung pada kaum tani kepada kaum bangsawan di Jawa yang berbeda dengan di Eropa.
Kebudaya Jawa pada tahun 1800 adalah kebudayaan pahlawan, yang berarti berarti cita – cita masyarakat pada saat itu tergantung kepada cita – cita para pahlawan, yaitu cita – cita hidup kesatria. Kebudayaan ini menghormati bentuk hidup kebangsawaan, yang berakar pada pada kekayaan budaya, seperti wayang dan seni tari.
Seluruh kebudayan Jawa ini mengarah kepada kehidupan Partikelir, yaitu masyarakt haruslah hidup dengan harmoni dengan sekelilingnya sehari – hari. Jadi pandangan hidup budaya Jawa sangat erat hubungannya dengan pandangan alam yang menjadi hakikatnya.
Menurut Huizinga, manusia tidak merasa puas dengan kenyatan sehari – hari, dima saja dan di setiap waktu ia memimpikan hidup yang lebih tinggi dan lebih indah. Impian ini dapat dicapi melaui 3 jalan yaitu;
- Manusia dapat lari dari kenyataan dengan menjadi pertapa.
- Menyempurnakan kenyataan, dengan sadar mengadakan pembaharuan susunan masyarakat dan negara.
- “Impian”, jalan ini adalah jalan yang paling mudah, tapi yang senantiasa menempatkan tujuan sama jauhnya.
Jaman Feodal yang asli telah berakhir sejak abad ke-13. Sejak itu masuklah periode raja-raja kota, dimana para bangsawan telah digantikan kekuasaan kerajaan. Hal yang sama juga terjadi pada kehidupan di jawa, namun dalam perkembanganya disampaing kaum bangsawaan muncullah penduduk kota yang lambat laun makin berkuasa dalam kuangan dan politik. Namun sejak runtuhnya perdagangan laut di jawa membuat para pedagang kehilangan kekuasaanya.
Pada abad ke-14 Majapahit mempunya desa-desa yang mampu mencukupi kehidupannya sehari-hari, dan juga Majapahit mempunyai kota-kota perdagangan internasional dipantai. Jaman Mataram juga disamping mempunyai desa-desa yang mandiri juga mengenal kebudayaan keraton. Sejak abad 17 kebudayaan jawa berpaling dari dunia luar dan bepaling ke dalam. Hal ini terjadi karena pemusatan kaum bangsawan memperkuat di dalam lingkungan keraton. Sifat keningratan rupanya bukanlkah hal baru yang timbul dalam kebudayaan jawa pada waktu itu, tetapi mencapai suatu tingkatan yang tinggi. Bahasa jawa juga mengalami prkembangan yang baru, sebelum tahun 1600 pemakaian macam-macam bahsa jawa, terkenal dengan bahasa jawa “tinggi” dan “rendah” yang dalam jumlah dan bentuk berbeda dengan sekarang.
Perkembangan bahasa, serta diperhalusnya sopan santun, perbedaan derajat kebangsaan, rasa hikmat dan merendah diri, menimbulkan dugaan bahwa kehidupan bangsawan menemukan perkembanganya yang tinggi serta keindahan coraknya setelah tahun 1600, meskipun ada kemungkinan bahwa sebagian besar telah ada sebelum itu. Menyamakan raja dengan para dewa adalah sesuai dengan ajaran Inkarnasi dari India, dan penjelmaan semacam itu dapat pula berlaku bagi pendeta-pendeta dan raja-raja rendahan. Pigeaud berpendapat, bahwa mungkin sekali Raja-raja kerajaan Majapahit menuntut penghormatan tertinggi seperti yang layak diberikan kepada para Dewa. Demikian pula agaknya kebudayaan kekesatriyaan serta setidak-tidaknya sebagian besar merupakan bentuk kehidupan kaum bangsawan yang telah amat tua umurnya
Di Eropa corak hidup bangsawan terbatas hanya sampai dengan golongan kesatryia, sedangkan golongan penduduk kota, mungkin hanya mencoba mengikuti kaum bangsawan, tetapi disamping itu mereka menciptakan cita-cita dan dasar hidup yang baru. Di jawa tidak terdapat golongan-golongan seperti itu, tingkatan golongan dijawa diatur lebih kerasdari pada di eropa, dimana orang orang di kota-kota bisa melepaskan diri dari perhambaan feodal. Ringkasnya, dibandingkan dengan Eropa abad pertengahan, maka bentuk hidup bangsawan dijawa lebih berurat-berakar dan lebih sesuai dalam keseluruhan kebudayaan dan lebih erat hubungannya dengan pandangan hidup dan pandangan dunia Jawa. Rupannya di Jawa struktur feodalnya hidup lebih lama, bangsawan lebih lama mengambil kedudukan pusat tertinggi, pembagian golongannya lebih sesuai dengan tingkatan-tingkatan feodal, dan perbedaan antara tinggi dan rendahlebih besar. Menurut Pigeaud, di Madura pengaruh jawa lebih kuat dibandingkan dengan dijawa barat, juga karena banyaknya titik-titik perhubungan di kota-kota pantai. Lain halnya pengaruh di Madura datangnya dari daerah lain, yakni dari Jawa timur dan pesisir.
Berbeda dengan orang-orang Sunda dalam sejarah yang lebih barupun orang-orang madura tetap rapat hubunganya dengan orang-oarang Jawa. Menurut Pirenne, sejak tahun 1500 hampir seluruh asia memasuki suatu masa baru sebagai akibat perluasan kekuasaan feodal Turki dan direbutnya kekuasaan lautan oleh orang-orang Portugis, dan dalam masa itu perdagangan laut menjadi mundur,sedangkan perdagangan di daratan timbul kembali. Karena itu sejak abad ke-14 – abad ke-16 di Asia mulai muncul suatu perkembangan yang sejajar dengan perkembangan di Eropa barat dalam permulaan abad pertengahan. Rupanya jawa merupakan daerah dimana kadatangan bangsa eropa membawa akaibat yang paling hebat. Negara lain yang meandaptan pukulan hebat akibat kedatangan bangsa Eropa adalah negara-negara disekitar Laut merah dan di Teluk Persia, dengan diketemukannya jalur baru. Pada waktu itu Indonesialah sebagai daerah produksi rempah-rempah merupakan daerah tujuan utama dari bangsa-bangsa Eropa. Dan juga pada saat itu Indonesia sedang dalam masa kelemahan sebagai akibat dari terpecah belahnya ketatanegaraan di Jawa.
Perkembangan feodal dan kebangsawanan yang menjebak dan ekstrim ini dalam abad ke-18 menjadi tradisi,yang dalam abad ke19 bagi orang-orang Belanda dalam usahanya mengadakan pembaharuan, merupakan suatu kenyataan yang sudah ada. Struktur itu pula yang menentukan politik kolonial Belanda pada abad ke-19.
BAB V
Masyarakat Jawa Sekitar Tahun 1800
SUB BAGIAN I
Kehidupan Ekonomi Di Desa-Desa
Ikatan Desa (Dorpsgebondenheid) Kehidupan ekonomi di desa berkembang secara lambat, karena pada dasarnya mereka lebih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan tidak terlalu memikirkan pada kebutuhan sekunder. Antar individu mempunyai ikatan tersendiri dimana mereka lebih suka melakukan hal tolong – menolong dibandingkan dengan jual beli jasa. Kebutuhan akan organisasi ekonomi juga sangat sedikit oleh karena itu jarang ditemukan pusat perputaran ekonomi layaknya pasar.
SUB BAGIAN II Kehidupan Ekonomi Teratur. ·
Ikatan-Feodal Ikatan feudal merupakan ikatan langsung yang diakibatkan
oleh pranata social. Bila tadi pada pembahasan sebelumnya ikatan desa lebih bersifat horizontal pada ikatan feudal bersifat vertical seperti hubungan antara bupati dengan rakyatnya. Dalam kaitan ekonomi rakyat menjadi penyedia jasa atas para petinggi atau kepala daerah. Ikatan feudal tidak terikat pada perjanjian namun lebih bersifat pada ketaatan terhadap pemimpin. Produksi Untuk Keperluan Pemerintah Indonesia Arus barang dan jasa terbagi menjadi 3
- Dilakukan untuk kepentingan di dalam pemerintah Indonesia
- Didalam perusahaan kompeni
- Kepentingan ekspor kompeni
Dalam kaitannya tentang keperluan pemerintah Indonesia lebih mengutamakan pada pemenuhan keperluaan dan memperkaya bangsawan atau raja. Dalam pelaksanaan pengorganisasian ekonomi sangat kompleks kaitannya dengan peran – peran antar individu satu sama lain. Tiap individu mempunyai tugas – tugas pokok kaitannya dengan pemenuhan tugas – tugas mereka.
Produksi Untuk Kompeni
- Perantara Raja dan Bupati Kompeni di Indonesia menduduki beberapa tempat di Indonesia. Nah tempat – tempat inilah yang menjadi sumber uang dari mereka. Tempat – tempat tersebut masih diduduki oleh bupati namun bupati tersebut harus memberi upeti terhadap kompeni.
- Angka Berikut adalah harga beberapa barang produksi
Kopi | Nila | Benang | Lada | |
1796 | 57,769 | 25 | 90 | 23 |
1797 | 81,988 | 21 | 97 | 20 |
1798 | 56,178 | 17 | 93 | 38 |
1799 | 44,062 | 29 | 96 | 16 |
1800 | 62,764 | 27 | 97 | 14 |
1807 | 104,000 | – | – | – |
1808 | 112,028 | – | – | – |
1809 | 100,028 | – | – | – |
1810 | 99,420 | – | – | – |
3. Rodi untuk Kompeni Sebagian tenaga pribumi juga disewakan oleh para bupati sebagai pekerja untuk kompeni lebih tepatnya sebagai pekerja untuk melayani kompeni. Mereka mendapat gaji yang jauh dari kata layak. Mereka bekerja membuat parit, jalan hingga ada juga yang menjadi budak belian.
4. Ekspor oleh pegawai kompeni Semula pekerja Indonesia hanya berada pada bupati namun ada perkembangannya kompeni turun langsung ke bagian masuarakat memberi perintah langsung tanpa perantara bupati. Bahkan mereka tak segan – segan menghukum berupa cambukan menggunakan rotan hingga pasung guna memberi dorongan agar bekerja
lebih giat
Ikatan Tradisionil sebagai Alat untuk Organisasi
Produksi di Bagian – Bagian Daerah , Yang Disewakan dan Dijual Jadi pada beberapa daerah di Indonesia ada sebagian yang melakukan system sewa pada kompeni atau kaum tionghoa dengan jangka waktu 3, 5, 8 atau 10 tahun oleh para bupatinya. Dengan adanya system sewa ini dalam jangka
waktu tersebut segala sumberdaya di daerah tersebut semuanya diserahkan pada pihak yang menyewa bahkan pada rakyatnya juga,
SUB BAGIAN III Perinduk-Semangan (Pandelingschap), Perbudakan dan Kerja Upah
SUB BAGIAN IV Perdagangan, Kredit da Peredaran Uang
Sekitar 1800an perdagangan masih terbatas pada golongan kompeni dan Tionghoa. Namun sangat terlihat jelas bahwa arus ekonomi lebih jelas terlihat pada kompeni karena memang mereka menguasai banyak daerah –
daerah di Indonesia. Pada saat itu juga terjadi monopoli perdagangan pada barang – barang tertentu. Kompeni belanda juga telah melakukan ekspor beras besar – besaran ke Belanda. Peredaran akan uang cuma terbatas pada lapisan atas yaitu pihak belanda dan tionghoa. Sangat sedikit sekali bahkan tidak ada peredaran uang di kalangan bawah atau rakyat jelata.
SUB BAGIAN V Bupati di Daerah Kompeni
Keberadaan Bupati di daerah kompeni tidak terlalu tersentuh oleh kompeni, mereka masih sangat di hormati oleh para rakyatnya. Bahkan dalam satu rumah mereka bias mempunyai 500 hamba sahaya yang memiliki tugasnya masing – masing. Bupati sangat penting kaitanya oleh rakyat. Bupati sangat di hormati, bahkan kehidupan bupati dalam hal hedonis melebihi kompeni.
SUB BAGIAN VI Sifat Pemerintahan Jawa Terutama Mengenai Hak Atas Tanah
Hak atas tanah pada daerah sekitar peninggalan mataram yaitu Jogja, solo serta sebagian di Jawa Timur raja mempunyai kekuasaan dan mampu memaksa pengalihan atas hak tanah walaupun itu melanggar peraturan yang ada. Berbeda pada daerah tersebut pada tempat lain sepanjang pantura Jawa Tengah hingga Jawa Timur daerah tersebut dipegang oleh kompeni. Kompeni tidak sepenuhnya memaksakan kehendaknya, mereka memberi kelonggaran dengan membagi dua periode dan dua kelompok kerja. Kelompok pertama akan bekarja pada periode setengah tahun kerja rodi dan setangah tahun selanjutnya berganti menjadi penggarap tanah.
SUB BAGIAN VII Pengaruh Barat dan Kebutuhan Akan Memperbesar Pengaruh Itu dalam Tahun ±1800
Strata di Jawa terdapat 4 lapisan yaitu Raja, Bupati, Kepala Desa, dan Rekyat biasa. Nah disinilah letak kompeni memanfaatkannya. Kompeni mendekati Raja sebagai kedudukan tertinggi dengan tujuan mampu mempengaruhi posisi di bawahnya. Setelah mencapai tujuannya yaitu mendapat kepercayaan raja kompeni menganggap bupati sebagai bawahannya hingga pada tahap selanjutnya terlalu banyak ikut campur dalam kegiatan rakyat hingga menentukan tanaman apa yang wajib ditanami.
SUB BAGIAN VIII DAENDELS (1808-1811)
Masuknya Deandels memberi perubahan besar pada system kompeni diantaranya adalah berikut kebijakannya :
- Pengiring dan kebesaran para bupati dikurangi
- Semua kepala daerah di kabupaten selanjutnya akan diangkat oleh pemerintah (government)
- Para residen harus melindungi penduduk dari penganiayaan
- Jaminan bahwa penduduk desa yang menebang pohon – pohon akan menerima upah – upah pembangunan
- Penghapusan penyerahan wajib benang – benang kapas dan nila di pantai Timur Barat.
Namun dibalik hal tersebut kerja rodi seperti pembuatan jalan dan penanaman masih menjadi hal yang wajib, adanya kebijakan deandels juga melemahkan kedudukan bupati. Di daerah banten kebijakan deandels sangat kental pada rakyat dengan inilah maka banyak terjadi perlawanan.
BAB VI
Stelsel Tanah (1813-1830)
Sub Bagian I
Azaz – Azaznya
v Kepastian Hukum dan Kemerdekaan (kebebasan) Orang dan Barang
Tidak adanya kepastian hukum atas orang – orang jawa yang bekerja rodi ke belanda menjadikan kemakmuran serta kemerdekaan mereka juga diragukan. Mereka sama sekali tidak mengetahui akan hal ini. Yang ada pada kedepannya adalah usaha terhadap arah kemakmuran tertahan oleh keadaan.
v Dirk van Hongendorp
Dirk van Hongendorp berpendapat bahwa adanya stelsel menghambat
berkembangnya tingkat produksi para pribumi. Ia mengharapkan dihilangkannya stelsel yang mempunyai tujuan akhir agar meningkatnya broduksi dan berimbas pada berkembangnya tingkat ekspor belanda.
v Raffles (1811-1816)
Raffles menginginkan diperbaikinya dengan memasukkan asas – asas sebagai berikut
- Menghapuskan segala penyerahan paksa hasil – hasil tanah dengan harga – harga yang tidak pantas, dan penghapusan semua rodi, dengan memberikan kebebasan penuh dalam penanaman dan perdagangan.
- Pengawasan tertinggi dan langsung dilakukan oleh pemerintah atas tanah – tanah dengan menarik pendapatan dan sewa tanpa perantara bupati, yang pekerjaan selanjutnya akan terbatas pada pekerjaan umum.
- Menyewakan tanah – tanah yang diawasi pemerintah secara langsung itu dalam persil – persil besar atau kecil, menurut keadaan setempat, berdasarkan kontrak – kontrak untuk waktu yang terbatas.
v Meresapnya Pengaruh Barat Sampai ke Perseorangan sebagai Syarat bagi Berhasilnya Stelsel Tanah
Rafles menerapkan apa yang ada di eropa yakni kebebasan namun bukan serta merta melepasnya. Bebasnya rakyat atas cengkraman feudal kemudian berganti pada asas – asas yang diterapkan rafles yang menginginkan keadaan di barat di terapkan di Indonesia yaitu dengan memberi kebebasan atas bupati atau kepala daerah namun masih terikat pada perjanjian. Rafles juga menginginkan pengarus eropa juga meresap pada ketatanegaraan jawa.
Sub Bagian II Pelaksanaan Stelsel Tanah Pemungutan pajak tanah terus
berlanjut namun ada sedikit modifikasi pada pemungutannya. Perubahan lain yaitu tidak ada perantara bupati dalam pelaksanaan stelsel baru ini.
v Melepaskan Ikatan Feodal (De ontfeudalisering)
a) Penyelenggaraan pemerintah eropa di pedalaman Melepaskan feudal dan menerapkan kebiasaan orang eropa dengan menempatkan orang – orang di pedalaman mulai jadi target rafles, akibatnya pengaruh bupati berkurang, yang dulu menjadi layaknya raja sekarang tidak terlalu kentara kekuatannya. Pada akhirnya timbul masalah baru orang – orang eropa tidak mungkin melepas kedudukan bupati karena akan memicu timbulnya pemberontakan maka kedudukan bupati masih di biarkan namun berbeda dengan kepala pemerintahan bupati hanya sebagai alat kendali pemegang tampuk pemerintahan masih dipegang oleh orang – orang eropa. Bupati di gaji oleh orang – orang eropa. Pada perkembangannya para bupati menginginkan kembali haknya atas perlakuan rakyat dengan mengkorupsi bertindak curang atas belanda.
b) Tanah – tanah partikelir Setelah kasultanan Banten dan Cirebon dihapuskan colonial belanda mulai leluasa mengangkat pegawai kerajaan dan berpengaruh lebih besar terhadap daerah tersebut.
c) Rodi Kerja rodi masih belum dihapuskan, banyak pemilik tanah memilih berpindah atau menjual sebagian tanahnya dengan tujuan agar memperringan tuntutan dan pajak colonial terhadapnya terutama di daerah karesidenan Pekalongan, Semarang, Rembang dan Surabaya.
d) Tanah – tanah Partikelir Walaupun inti stelsel tanah harus terdiri dari penghapusan system feodal, namun rafles mengikuti jejak deandels, memperluas tanah – tanahpartikelir dengan menjual tanah – tanah baru yang dilakukan karena pemerintah membutuhkan uang.
v Pajak Tanah
a. Penetepan pajak dengan cara sedesa – desa (dorpsgewijs) dan dengan cara perseorangan (individueel) Penetapan pajak hanya diserahkan pada desa dengan ini juga menunjukkan kegagalan penerapan pajak yang ada di barat.
b. Pembayaran pajak dan ikatan desa Pembayaran pajak tidak selalu dilakukan dengan uang tetapi juga dengan barang. Ikatan desa baik dalam penetapan pajak tanah maupun dalam pembayarannya. Untuk pajak beras masih berkutat pada petani dan pihak desa.
c. Masuknya beras dalam hubungan pertukaran bebas (vrije ruilverkeer) Orang jawa yang komoditi utamanya adalah beras menjadikan beras menjadi barang wajib pajak dan pada perkembangannya beras di ubah menjadi uang dalam pembayaran pajaknya.
v Produksi untuk Ekspor
Permasalahan produksi ekspor di jawa
a. Penanaman kopi di jawa tengah dan jawa timur Penanaman kopi dianggap komoditi utama karena mahal harganya. Kopi dipegang oleh kepala desa bukan perseorangan.
b. Persetujuan antara orang – orang Indonesia dengan orang – orang asing Orang – orang eropa mempunyai persetujuan tersendiri dalam penetapan apa saja yang akan di tanam. Mereka membuat perjanjian tersendiri langsung dengan rakyat tanpa perantara kepala desa karena kepala desa juga kedudukannya tidak terlalu tinggi dan tergantikan oleh orang – orang eropa.
c. Milik tanah pengusaha eropa Tanah – tanah orang eropa menjadi barang persewaan hingga dipekerjaan orang pribumi. Pada tahun – tahun tersebut juga sering terjadi perampasan hak atas tanah oleh orang eropa.
d. Persewaan tanah di daerah kerajaan. Pada zaman tersebut juga terjadi
persewaan tanah kerajaan oleh orang eropa. Para pekerja lebih patuh pada pemilik tanah dari pada kerajaan. Dari sinilah mulai timbul pemberontakan atau yang sering dilakukan oleh Diponegoro. Pemberontakan ini bukan murni penindasan tetapi juga pemerkosaan strata pada kala itu.
e. Sifat lalu – lintas Diharapkan pada lalu lintas perekonomian rakyatlah yang makmur namun pada kenyataannya rakyat menjadi seseorang yang sangat dirugikan karena pihak eropa sendiri memaksa memperbesar ekspor yang berarti memperkeras kerja dan memperbesar pajak mereka. f. Politik Perlindungan Van der Capellen (1819-1826) Disini Van der Capellen melihat pada kenyataan bahwa pada kebijakan sebelumnya rakyatlah yang dirugikan. Oleh karena itu Van der Capellen mengeluarkan politik perlindungan dengan mengurangi campur tangan asing dengan tujuan akhir agar produktivitas naik dan berimbas pada ekspor.
Sub Bagian III Pembelaan dan Keterangan Du Bus (1826 – 1830) Untuk Memperbesar Pengaruh Barat
Du Bus dalam hal ini adalah bertujuan untuk memperkuat ekonomi ala eropa di Indonesia.
v Laporan Kolonisasi Du Bus
a. Impor modal dan produksi ekspor oleh pengusaha – pengusaha eropa. Raffles berpendapat bahwa untuk mengubah system feudal di Indonesia yaitu dengan memberikan kepastian hukum pada rakyat. Sedangkan Capellen menambahkan kepastian hukum kepada asing. Du Bus mengkehendaki adanya pendatangan modal dari eropa ke jawa.
b. Produksi ekspor jawa Dengan banyaknya lahan serta terbatasnya pemilik lahan maka pihak belanda menginginkan adanya tambahan pekerja agar tiap tanah bisa dikelola dengan lebih maksimal dan akan memberi keuntungan pada belanda dan mempengaruhi tingkat ekspor belanda.
c. Impor Kain Semula di jawa mereka membuat kain sendiri dari kapas. Seangkan pada tempat lain di belanda kain juga merupakan permasalahan karena kurangnya tempat pemasaran. Nah disini Indonesia menjadi target pemasaran mendesak kain buatan jawa yang terbuat dari kapas.
v Kritik
a. Produksi ekspor rakyat
b. Kemungkinan kerja upah
SUB BAGIAN IV Menengok Stelsel Tanah Kembali
Evaluasi bagi belanda adanya Stelsel tanah pada awalnya memang berjalan mulus namun pada perkembangannya timbul berbagai masalah dan ancaman terbesar adalah pemberontakan yang terbesar di jawa adalah Perang Jawa. Stelsel tanah yang di terapkan di jawa adalah bentuk persamaan yang ada pada India.
BAB VII
STELSEL TANAH-PAKSA (culturstelsel)
1. Rencana stelsel
Dibawah pemerintahan Gubernur Jendral Jehannes Van Den Bosch pada tahun 1830 di Jawa mulai dijalankan tanam paksa,yang dalam beberapa hal merupakan hasil dari reaksi terhadap stelsel tanah yang terdahulu. Van Den Bosch mengerti keaadan ini dan karenanya ia mencari titik permulaan bagi kegiatan-kegiatan orang-orang Eropa pada desa. Ia mempergunakan desa Jawa sebagai produksi dan ekspor, hal ini menjadi inti dari tanam paksa. Hasil pertanian yag diusahakan oleh rakyat akan diolah hingga mempunyai bentuk yang baik bagi pasar eropa. Rakyat akan dipaksa menanam tanaman-tanaman ekspor pada tanah-tanah mereka sendiri, sedangkan sebelumnya hanyalah penyerahan atas tanaman yang mereka tanam sendiri. Sedangkan rodi dan tanam paksa hanya diwajibkan pada penanaman kopi, dan penanaman itu dilakukan diatas tanah-tanah liar. Sebagai upah dari penanaman itu tidaklah diberi upah berupa uang, tetapi diberikan pembebasan dari kewajiban membayar pajak tanah yag sangat berat tersebut. Kebusukan dari maksud yang sangat teknis tersebut ialah bahwa prokduksi dapat dipertinggi sedemikian rupa, sehingga tekanan terhaddap rakyat kadang-kadang menjadi terlalu berat. Prof. Gerretson mengatakan, bahwa karena dalam tahun 1830 tidak dapat diharapkan produksi-ekspor dari rakyat Jawa, maka ketika itu pemerintahan Belanda harus memilih salah satu diantara dua stelsel, yakni stelsel tanam-paksa atau memberikan tanah-tanah yang berpenduduk kepada orang-orang partikelir.
2. Melepaskan kepastian hukum dan kebebasan orang dan barang
Tanam paksa akan memaksa penduduk bekerja dan melepaskan tanah pertaniannya, dan tambahan pula akan mempergunakan organisasi desa. Van Den Bosch menerima kosukensi, bahwa kepastian hukum dan kebebasan sebagai tujuan, harus dilepaskan dan tugas kebudayaan harus dibatasi. Melepaskan kepastian hukum dan kebebasan pun adalah sesuatu hal yang berat dan sukar sekali sebagai pegawai-pegawai Eropa, yang dibesrkan dalam asuhan Raffles. Anggota dewan Hindia Belanda, Merkus, yang pada saat itu menjadi Gubernur Jendral membantu menjalankan tanam-paksa tetapi pada saat itu masih menganut stelsel tanah, dengan segera menyatakan pada tahun 1831, bahwa penduduk diwajibkan bekerja dan yang disebut dengan kontrak-kontrak adalh untuk menutupi paksaan dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kebebasan orang dan benda dengan nama yang bagus.
3. Alat-alat organisasi
Sebagai alat organisasi, tanam paksa tidak hanya mempergunakan ikatan desa tetapi juga pengabdian feodal. Van Den Bosch memang mempergunakan pengaruh para Bupati. Ia ingin memperbesar kekuasaan mereka, tetapi disamping itu ia menjaga supaya beban-beban kekeluargaan mereka yang sangat banyak itu jangan terlalu menekan rakyat. Karena itu pengaruh-pengaruh orang Eropa sampai ke desa, kadang-kadang pengaruh itu lebih mendalam lagi dan telah sampai kepada individu-individu. Alat organisasi tanam-paksa dari ikatan desa, dalam peraturan penanaman dan rodi banyak dituntutdari kepala-kepala desa. Maka dikatakan bahwa tanam paksa itu menyebabkan di desa-desa mereka harus diberi banyak kebebasan bertindak. Dengan demikian mereka akan lebih tergantung kepada atasannya sendiri.
4. Besarnya penanaman-penanaman wajib
Tiga macam penanaman yang paling penting ialah kopi, gula, dan nila. Penanaman kopi yang dilakukan pada tanah-tanah yang belum dibuka tidak seberapa pengaruh jika dibandingkan dengan penanaman-penanaman gula dan nila, yang mengalami perkembangan yang penting dan besar
5. Penanaman gula
a. Pelaksanaanya Setelah diadakan percobaan yang pertama, maka pada tahun 1830 pemerintah memutuskan, bahwa penanaman tebu akan dilakukan disemua keresidenan.
b. Kerja Ikatan-adat, rakyat dipaksa untuk bekerja menanam, memotong, dan mengangkut tebu dan dipaksa bekerja di pabrik-pabrik (Staatsbiad 1834 No. 22).
c. Tanah Karena tuntutan akan tanah-tanh pertanian, maka tanam-paksa sangat berpengaruh atas hak milik tanah, sehingga hak-hak perseorangan para petani sangat dirugikan.
d. Pengairan Perluasan penanaman tebu menyebabkan pengerjaan pengairan yang banyak sekali di jawa tengah dan jawa timur, untuk mengairi perkebunan.
e. Desa Walau dalam sistem tanam paksa tidak menghormati hak milik tanah, namun ia tidak menghapuskan desa, akan tetapi desa dijadikan sebai organisme dalm kepentigan tanam-paksa.
f. Pengaruh teknik Van Den Bosch menganggap penanaman wajib tebu sebagai suatu perusahaan rakyat yang dipimpin oleh orang-orang Eropa
g. Beberapa daerah Tekanan tanam-paksa atas rakyat berbeda-bada di berbagai daerah. Terdapat daerah yang tidak mampu mengatasi permasalahanya, namun beberapa daerah mampu bertahan dari sistem
tanam paksa tersebut.
h. Penanaman tebu partikelir Keuntungan-keuntungan besar, yang diperoleh dari pengusaha pabrik Eropa yang mengadakan kontrakdengan
pemerintah dalam lingkungan tanam-paksa menarik banyak orang partikelir yang ingin mengusahakan penanaman tebu.
6. Apa yang disebut Stelsel Periangan
Di Periangan lama sekali berlaku apa yang disebut dengan Stelsel Periangan. Di daerah ini pembaharuan-pembaharuan Raffles dengan stelsel tanahnya tidak dijalankan, melainkan keadaan-keadaan seperti yang tumbuh ketika masa Kompeni berlangsung. Dalam memerintah penduduk para bupati diberi kebebasan, sehingga pada hakikatnya mereka menguasai hidup dan mati para rakyat bawahannya.
7. Keuntungan Antara tahun 1832-1867
Belanda mendapatkan keuntungan dari tanam-paksa. Walaupun sejak 1876 sistem tanam paksa telah dihapuskan dan digantikan dengan cara lain Belanda tetap mendapatkan keuntungan. Hingga dalam tahun 1878 pengeluaran Hindia Belanda lebih besar dari pada pemasukan yang didapatkan, karena terjadinya perang berkepanjangan pada perang Aceh, dan merosotnya pendapatan penanaman kopi akibat dari gagalnya panen.
8. Berakhirnya Stelsel Tanam-paksa
Sistem tanam-paksa dihapuskan akibat dorongan dari perlementer Belanda dan menggantinya dengan sistem yang baru. Stelsel tanam-paksa menimbulkan peninggian produksi yang besar sekali. Tetapi keuntungan tersebut tidak jatuhke tangan Indonesia, melainkan ke negeri Belanda. Indonesia juga tidak hanya mendapatkan kerugian, tetapi juga mendaptkan keuntunganya dari sitem tersebut, bahkan hingga kini masih masih digunakan.