Candi Batu Kalde merupakan sebuah situs yang ditemukan di daerah Pananjung, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Situs ini memiliki bentuk seperti balok-balok batu dengan berbagai bentuk berserakan di atas tanah, dan beberapa terkubur di dalamnya. Kondisi abrasi yang terjadi di wilayah ini menjadi salah satu penyebab situs tersebut banyak yang terkubur.
Penelitian arkeologi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 1985 dan 1987 bahkan menyimpulkan bahwa daerah ini dulunya adalah sebuah candi. Kondisi struktur bangunan yang tertinggal maupun terkubur di dalam tanah menjadi bukti fisik dari bangunan ini. Tim ekskavasi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bahkan telah menemukan bekas bangunan dengan denah bujur sangkar ukuran 12×12 m.
Kondisi abrasi pantai yang terjadi sudah bertahun-tahun menyisakan situs batuan di atasnya. Namun, tim ekskavasi telah menunjukkan bahwa terdapat 3 lapisan batu yang terdapat di wilayah tersebut. Penggalian Candi Batu Kalde yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional juga belum menemukan arah hadapnya. Hal ini karena belum ada temuan penampil sisi bangunan candi.
Dalam proses penggalian ini, Candi Batu Kalde memiliki perbedaan yang signifikan terhadap candi yang ada di wilayah Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Bangunan ini memiliki perbedaan struktur bangunan, penggunaan batuan penyusun candi dan kedalaman pondasi yang digunakan. Simpulan hasil temuan ini bahkan bisa dikatakan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat atap cepat rusak.
Meski demikian, misteri situs Batu Kalde ini ada yang mengatakan bahwa dulunya adalah tempat peribadatan sekaligus tempat peristirahatan Raja Galuh Pangauban yang biasa dikenal dengan nama Prabu Linggawesi atau Maharaja Sanghyang Cipta. Situs ini bahkan sering dikenal dengan Candi Candha Wasi yang terdiri dari arca sapi dan beberapa situs berbentuk batu yang tidak beraturan.
Situs yang diduga sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Galuh Pananjung pada abad ke-8 hingga ke-14 ini merupakan reruntuhan candi dan arca sapi. Arca dengan ukuran 1x1x0,6 m2 dan ketinggian 5 meter memiliki ukuran yang hampir mirip dengan kijang. Kemudian, kondisi tersebut diartikan dalam bahasa sunda menjadi kalde.
Misteri Candi Batu Kalde ini bahkan menghadirkan berbagai kisah. Pasalnya, arca sapi ini adalah nisan seorang Menteri Pertanian dari Kerajaan Pananjung dengan nama Arya sapi Gumarang. Sebagai orang yang mampu meningkatkan produktivitas pertanian, Arya Sapi Gumarang dibuatkan arca berbentuk sapi sebagai kuburannya ketika wafat.
Mengetahui kondisi tersebut, kisah situs ini pada dasarnya menemui banyak misteri yang belum bisa dipecahkan hingga saat ini. Hal yang pasti diketahui dari Candi Batu Kalde ini adalah tempat peribadatan Hindu dan pencarian ilmu pada zaman dahulu. Kepastian tersebut bahkan dikatakan oleh Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Pangandaran.
Pendapat tentang situs Batu Kalde ini juga diungkap oleh Prof. Agus Aris Munandar yang menyerupai percandian di Jawa Tengah. Arca Sapi yang terdapat di wilayah ini disebut dengan Arca Nandi. Penamaan kata Nandi tersebut memiliki arti sebagai wahana atau kendaraan yang digunakan oleh Dewa Siwa.
Masyarakat setempat juga ada yang menyebut dengan istilah Yoni karena memiliki kesamaan dengan hewan keledai. Yoni yang bisa ditemukan pada latar belakang agama hindu ini memberikan makna kesuburan dan kemakmuran. Arca ini ditemukan dengan bahan dasar batuan kapur dengan cerat yang berfungsi untuk mengalirkan air suci dari atasnya.
Terdapat fragmen batu yang terletak diantara arca nandi atau yoni, tetapi belum diketahui namanya. Batu tersebut bahkan sering diduga sebagai dasar kemuncak candi yang telah lama menjadi bangunan situs ini. Hasil penelitian tentang wilayah ini bahkan ada yang menduga bahwa batuan dasar tersebut adalah batu altar.
Sumber:
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/batu-kalde-situs-di-ujung-tanjung-pananjung/
https://daerah.sindonews.com/berita/1364863/29/misteri-batu-kalde-pangandaran-tempat-peristirahatan-raja-galuh?showpage=allhttps://www.harapanrakyat.com/2019/12/situs-batu-kalde-pangandaran-wisata-edukasi-di-cagar-alam/