Prasasti Padrao merupakan sebuah prasasti berupa tugu peringatan dan pelengkap dari perjanjian Sunda dan Henrique Leme dari Portugis diatas kertas bertanggal 21 Agustus 1522. Dari prasasti tersebut didapatkan informasi bahwa dijanjikan pembangunan benteng ketika Henrique Leme akan ke Malaka yaitu di wilayah bernama Calapa yang diperkirakan bernama Sunda Kelapa.
Portugis datang pada abad 16 ketika Kerajaan Sunda melemah. Keadaan ini sangat menguntungkan Demak yang pada saat itu berjaya untuk dapat menaklukkan Kerajaan Sunda. Melihat keadaan kerajaannya semakin melemah, Kerajaan Sunda meminta bantuan kepada Portugis di Malaka pada tahun 1521. Portugis menanggapi dengan baik atas permintaan tersebut.
Pada tahun 1522, Portugis mengirim utusannya ke Kerajaan Sunda, Henrique Leme datang ke Kerajaan Sunda untuk mengadakan perjanjian. Perjanjian ini berisi tentang kesepakatan antara Kerajaan Sunda dan Portugis untuk menjalin persahabatan. Kerajaan Sunda akan mendapatkan bantuan dari Portugis untuk melawan musuh – musuh Portugis. Untuk mempererat hubungan, Portugis diizinkan mendirikan benteng dan mendapatkan hak untuk mendapatkan lada dari Kerajaan Sunda. Kerajaan Sunda pun berjanji memberikan lada kepada Portugis setiap tahunnya terhitung setelah berdirinya benteng tersebut.
Perjanjian ini secara tertulis dibuat dalam 2 lembar kertas dengan isi yang sama dan ditandatangani kedua belah pihak dan sebagai pegangan raja Sunda yang diwakilkan oleh Pangeran Surawisesa yang tak lain adalah putra mahkota Kerajaan Sunda dan Henrique Leme selaku utusan Jorge d’ Albuquerque Gubernur Portugis di Malaka.
Sebelum kembali ke Malaka, Henrique Leme diantarkan ke tempat yang dijanjikan yaitu di sebelah timur muara sungai Ci Liwung. Di situlah mereka mendirikan Padrao. Dom João III selaku raja Portugis menyetujui dan mempercayakan pelaksanaannya kepada Francisco de Sá, selanjutnya berangkat dengan armada yang dipimpin Vasco da Gama. Pada saat itu Vasco da Gama menjabat sebagai wakil raja di India. Karena Vasco da Gama wafat, kewenangannya diserahkan kepada Francisco de Sá untuk sementara menetap di India. Setelah menyelesaikan masa jabatannya di India, Francisco de Sá melanjutkan tugasnya ke Calapa. Namun sesampainya Francisco de Sá wilayah Calapa sudah dikuasai pasukan Kerajaan Demak yang dipimpin Fatahillah. Portugis berusaha menyerang namun tidak pernah berhasil sehingga pembangunan bentengpun tidak pernah terjadi. Surawisesa akhirnya sendiri melawan Kerajaan Demak karena bantuan dari Portugis tidak pernah tiba. Padrao saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor inventaris 18423/26.
Sumber : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/munas/padrao/