Sejarah Islamisasi Di Indonesia

Rahmad Ardiansyah

A. TEORI – TEORI MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

Penyebaran agama Islam merupakan proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Tampaknya para pedagang yang beragama Islam sudah ada di beberapa bagian Indonesia selama beberapa abad sebelum agama Islam memperoleh kedudukan yang kokoh dalam masyarakat-masyarakat lokal. Kapan, mengapa dan bagaimana penduduk Indonesia mulai menganut agama islam telah diperdebatkan oleh beberapa ilmuan.[1] Masalah masuknya Islam ke Indonesia dan dari daerah atau negara mana Islam datang, banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli sejarah. Berikut adalah teori-teori islamisasi awal di Indonesia :

1. Teori Makkah

Menurut teori ini Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7. Di antara ilmuwan yang menganut teori ini adalah, J.C. Van Leur, Hamka, Abdullah bin Nuh, D. Shahab dan T.W Arnold. Teori ini biasa disebut dengan teori Makkah. Menurut J. C. Van Leur, pada tahun 675 di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan Arab Islam. Dengan pertimbangan bangsa Arab telah mendirikan perkampungan perdagangannya di Kanton pada abad ke-4. Perkampungan perdagangan ini mulai dibicarakan pada tahun 618 M dan 628 M. Tahun-tahun berikutnya perkembangan perkampungan perdagangan ini mulai mempraktikan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan Arab yang terdapat di sepanjang jalan perdagangan di Asia Tenggara.[2]

Sementara menurut T.W Arnold dan Hamka, Islam masuk ke Indonesia sudah terjadi sejak abad ke-7. Hal ini didasarkan pada kenyataan sejarah bahwa bangsa Arab sudah aktif dalam lapangan perniagaan laut sejak berabad-abad pertama Masehi. Mereka telah lama mengenal jalur perdagangan laut melalui Samudera Indonesia. Pendapat ini juga didukung oleh Abdullah bin Nuh dan D. Shahab. Mereka menyatakan bahwa sejak abad ke-7 sudah terjalin hubungan dagang antara Indonesia dengan dunia Arab.

Hal tersebut bukan saja dibuktikan oleh sudah adanya perkampungan perdagangan Arab di pantai Barat Sumatera, tetapi juga tulisan-tulisan yang dikarang oleh penulis-penulis Arab yang mengindikasikan bahwa mereka sudah sangat mengenal lautan Indonesia. Di antara penulis-penulis Arab tersebut adalah Sulaiman (850 M), Ibnu Rusta (900 M) dan Abu Zaid. Mereka menjelaskan bahwa pelaut-pelaut Arab Islam telah mengenal sekali laut Indonesia. Selain itu dijelaskan pula bahwa bangsa Arab telah mengenal pertambangan timah yang dikuasai oleh Zabaj, yang menurut Sir Thomas W. Arnold adalah Sriwijaya.

Bukti lain terkait munculnya Islam sebelum abad ke-13 adalah makam seorang wanita di Gresik Jawa Timur yang tertulis atas nama Fatimah binti Maimun (berangka tahun 1082) serta temuan sejumlah makam Islam di Tralaya (wilayah Majapahit), Trowulan, Jawa Timur yang menggunakan tahun sakka, bukan tahun Hijriyah dengan angka Jawa Kuno. Diperkirakan pada masa jayanya banyak warga Majapahit beragama Islam. Meski demikian, tidak ada petunjuk siapa yang menyebarkan agama Islam di Majapahit atau di Gresik itu.[3]

Makam Fatimah binti Maimun

2. Teori Gujarat

Teori kedua menyatakan bahwa Islam datang di Indonesia pada abad ke-13. Di antara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouck Hurgronje dan Bernard H. M. Vlekke didasarkan pada keterangan Marcopolo yang pernah singgah beberapa lama di Sumatera untuk menunggu angin pada tahun 1292 M. Ketika itu dia menyaksikan bahwa di Perlak (di ujung utara pulau Sumatera) penduduknya telah memeluk agama Islam. Namun dia menyatakan bahwa Perlak merupakan satu-satunya daerah Islam di Nusantara ketika itu.

Adapun asal daerah Islam Indonesia, paling tidak ada tiga pendapat. Pertama, berasal dari India. Menurut Pijnapel, Islam Indonesia berasal dari India, terutama dari Gujarat dan Malabar. Pendapat tersebut didukung oleh sejarawan Barat seperti, W. F. Stutterheim, J. C. Van Leur, T. W. Arnold Vlekke, Schrieke dan Cliford Geertz. Menurut W. F. Stutterheim dalam bukunya De Islam enZijn Komst in the Archipel, Islam di Indonesia berasal dari Gujarat dengan dasar batu nisan Al-Malik Al-Saleh yang wafat pada tahun 1297 M.

Batu Nisan Al-Malik Al-Saleh

Dalam hal ini beliau berpendapat bahwa relief nisan tersebut bersifat Hinduistis yang mempunyai kesamaan dengan nisan yang terdapat di Gujarat. Sementara itu, Bernard H. M. Vlekke dalam bukunya Nusantara: A History of Indonesia, mengatakan bahwa nisan Al-Malik Al-Saleh selain mempunyai kesamaan dengan yang ada di Cambay, juga diimpor dari sana pula, karena Cambay merupakan pusat perdagangan Islam abad ke-13. Pendapat tersebut diperkuat dengan kenyataan sejarah yang lain yaitu persamaan ajaran mistik Islam di Indonesia dengan yang berkembang di India.[4]

Teori ini juga menjelaskan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Benggali (sekarang Bangladesh). Pendapat ini dikemukakan oleh S. Fatimi, seorang guru besar asal Pakistan. Dengan bersandar kepada pendapat Marcopolo dan Tome Pires, S. Fatimi menyimpulkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai pasti berasal dari Benggali. Hal ini dikuatkan dengan terjalinnya hubungan niaga Benggali dan Samudera Pasai sejak zaman purba. Menurut Tome Pires, di Samudera Pasai sendiri banyak orang-orang Benggali yang bermukim di daerah tersebut. Namun pendapat ini ditentang oleh Drewes dengan menggunakan pendekatan ajaran fiqih. Menurutnya, penduduk Benggali bermadzhab Hanafi, sementara penduduk Indonesia mayoritas Syafi’i.

3. Teori Persia

Menurut teori ini, yang didukung oleh Hoesein Djajadiningrat, Islam di Indonesia dibawa masuk oleh orang-orang Persia sekitar abad ke-13. Bukti untuk mendukung teori ini adalah adanya upacara Tabot (yaitu upacara memperingati meninggalnya imam Husain bin Ali cucu Nabi Muhammad) di Bengkulu dan Sumatra Barat (Tabuik) setiap tanggal 10 Muharam atau 1 Asyura; upacara ini juga merupakan ritual tahunan dipersia; selain itu, ada kesamaan antara ajaran sufi yang dianut Syekh Siti Jenar dan Sufi Iran beraliran Al-Hallaj.

4. Teori Arab

Teori ini mengemukakan bahwa islamisasi di Indonesia berasal dari Arab. Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syekh Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam Indonesia seperti Hamka dan Abdullah bin Nuh.

Dari teori Islamisasi oleh Arab dan China, Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Indonesia, mengaitkan dua teori Islamisasi tersebut. Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Penyebarannya pun bukan dilakukan oleh para pedagang dari Persia atau India, melainkan dari Arab. Sumber versi ini banyak ditemukan dalam literatur-literatur China yang terkenal, seperti buku sejarah tentang China yang berjudul Chiu Thang Shu. Menurut buku ini, orang-orang Ta Shih, sebutan bagi orang-orang Arab, pernah mengadakan kunjungan diplomatik ke China pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama menerima delegasi dari Tan Mi Mo Ni’, sebutan untuk Amirul Mukminin. Selanjutnya, buku itu menyebutkan, bahwa delegasi Tan Mi Mo Ni’ itu merupakan utusan yang dikirim oleh khalifah yang ketiga. Ini berarti bahwa Amirul Mukminin yang dimaksud adalah Khalifah Utsman bin Affan.

Pada masa berikutnya, delegasi-delegasi muslim yang dikirim ke China semakin bertambah. Pada masa Dinasti Umayyah saja, terdapat sebanyak 17 delegasi yang datang ke China. Kemudian pada masa Dinasti Abbasiyah, ada sekitar 18 delegasi yang pernah dikirim ke China. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 Masehi, sudah terdapat perkampungan-perkampungan muslim di daerah Kanton dan Kanfu. Sumber tentang versi ini juga dapat diperoleh dari catatan-catatan para peziarah Budha-China yang sedang berkunjung ke India. Mereka biasanya menumpang kapal orang-orang Arab yang kerap melakukan kunjungan ke China sejak abad ketujuh. Tentu saja, untuk sampai ke daerah tujuan, kapal-kapal itu melewati jalur pelayaran Nusantara.

Beberapa catatan lain menyebutkan, delegasi-delegasi yang dikirim China itu sempat mengunjungi Zabaj atau Sribuza, sebutan lain dari Sriwijaya. Mereka umumnya mengenal kebudayaan Budha Sriwijaya yang sangat dikenal pada masa itu. Kunjungan ini dikisahkan oleh Ibnu Abd al-Rabbih, ia menyebutkan bahwa sejak tahun100 hijriah atau 718 Masehi, sudah terjalin hubungan diplomatik yang cukup baik antara Raja Sriwijaya, Sri Indravarman dengan Khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz.

Lebih jauh, dalam literatur China itu disebutkan bahwa perjalanan para delegasi itu tidak hanya terbatas di Sumatera saja, tetapi sampai pula ke daerah-daerah di Pulau Jawa. Pada tahun 674-675 Masehi, orang-orang Ta Shi (Arab) yang dikirim ke China itu meneruskan perjalanan ke Pulau Jawa. Menurut sumber ini, mereka berkunjung untuk mengadakan pengamatan terhadap Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga, yang terkenal sangat adil itu.

Pada periode berikutnya, proses Islamisasi di Jawa dilanjutkan oleh Wali Songo. Mereka adalah para muballig yang paling berjasa dalam mengislamkan masyarakat Jawa. Dalam Babad Tanah Djawi disebutkan, para Wali Songo itu masing-masing memiliki tugas untuk menyebarkan Islam ke seluruh pelosok Jawa melalui tiga wilayah penting. Wilayah pertama adalah, Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur. Wilayah kedua adalah, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah. Dan wilayah ketiga adalah, Cirebon di Jawa Barat. Dalam berdakwah, para Wali Songo itu menggunakan jalur-jalur tradisi yang sudah dikenal oleh orang-orang Indonesia kuno. Yakni melekatkan nilai-nilai Islam pada praktik dan kebiasaan tradisi setempat. Dengan demikian, tampak bahwa ajaran Islam sangat luwes, mudah dan memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa.

Selain berdakwah dengan tradisi, para Wali Songo itu juga mendirikan pesantren-pesantren, yang digunakan sebagai tempat untuk menelaah ajaran-ajaran Islam, sekaligus sebagai tempat pengaderan para santri. Pesantren Ampel Denta dan Giri Kedanton, adalah dua lembaga pendidikan yang paling penting di masa itu. Bahkan dalam pesantren Giri di Gresik, Jawa Timur itu, Sunan Giri telah berhasil mendidik ribuan santri yang kemudian dikirim ke beberapa daerah di Nusa Tenggara dan wilayah Indonesia Timur lainnya.[5]

5. Teori Cina

Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.

Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima. Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.

Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina. Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut.[6]

B. PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA

Menurut Hasan Muarif Ambary ada tiga tahap proses islamisasi di Nusantara. Pertama, fase kehadiran para pedagang muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H). Sejak permulaan abad Masehi kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi apakah ada data tentang masuknya penduduk asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan bahwa dalam abad ke-1 sampai ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara pedagang muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 1-4 H / 7-10 M Jawa tidak disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang. Mengenai adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/1082 M bentuk maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M. Fatimi berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan ia bukan seorang muslim Jawa, tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim di timur jauh.

Proses masuknya Islam ke Indonesia ini (saluran Islamisasi) melalui berbagai pendekatan. Sedikitnya ada enam pendekatan yang dikemukakan oleh Uka Tjandrasasmita, yaitu: pendekatan perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik.

1. Saluran islamisasi melalui perdagangan

Pendekatan perdagangan ini sangat menguntungkan karena diikuti oleh kaum elit/bangsawan yang ada pada waktu itu. Perilaku pedagang muslim yang sangat simpatik akhirnya menarik para bangsawan untuk memeluk ajaran Islam. Dengan modal status sosial (kekayaan) yang lebih baik dibanding masyarakat pribumi pada umumnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi puteri-puteri bangsawan untuk menikah dengan saudagar-saudagar muslim, sehingga proses Islamisasi berjalan dengan cepat. Demikianlah yang terjadi dengan Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila dan Sunan Gunung Djati dengan Kawunganten.[7]

2. Saluran Islamisasi melalui Perkawinan

Perkawinan adalah salah satu saluran islamisasi yang paling mudah, saluran islamisasi melalui perkawinan ini lebih mudah dilakukan dari pada islamisasi melalui saudagar ,ulama atau golongan lain.Lebih menguntumgkan karena status sosial-ekonomi ,terutama politik raja-raja dan bangsawan –bangsawan pada waktu itu turut mempercepat proses islamisasi.Dalam babad tanah jawa diceritakan tentang perkawinan putrid Campa dengan seorang raja majapahit yaitu Brawijaya,sedangkan ayah putrid campa adalah missionaries muslim yang kawin dengan anak raja Campa yang bukan pennganut muslim.Dalam babad tanah jawa juga dicaritakan perkawinan antara raden rahmat atau sunan Ampel dengan nyai Gede Manila.[8]

3. Saluran Islamisasi Melalui Tasawuf

Jalur lain adalah tasawuf, yaitu proses Islamisasi dengan mengajarkan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai dan budaya bahkan ajaran agama yang ada ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima.

4. Saluran Islamisasi Melalui Kesenian

Kemudian melalui jalur kesenian dengan mengambil seni yang pada waktu itu sangat digemari rakyat dengan mengubah ke nuansa yang lebih Islami. Barangkali cara ini yang sering digunakan oleh Sunan Kalijaga seperti kesenian wayang.

5. Saluran Islamisasi Melalui Politik

Islamisasi juga dengan menggunakan pendekatan politik, yaitu dengan mengislamkan para raja terlebih dahulu. Hal ini karena pengaruh raja -secara politis- banyak menarik penduduk untuk masuk Islam. Sebagaimana yang terjadi di Jawa, Maluku, Sumatera, dan Kalimantan. Dan yang terakhir, melalui jalur pendidikan, yaitu dengan mendirikan pesantren yang kemudian disusul penyebarannya oleh para santri yang telah lulus dari pesantren.[9]

6. Saluran Islamisasi Melalui Pendidikan

Islamisai juga dilakukan melalui pendidikan yaitu melalui pondok pesantren maupun pondok yang didirikan oleh para guru,guru agama,kiai –kiai atau ulama-ulama.Pesantren atau pondok merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama islam .Awalnya ulama-ulama dididik dalam pesantren kemudian setelah keluar dari suatu pesantren mereka kembali ke kampung-kampung tempat asal mereka.Ditempat asal,mereka akan menjadi tokoh agama ,menjadi kiai yang akan mendirikan pesantren lagi’ Pada masa pertumbuhan islam dijawa kita mengenal Sunan Ampel yang mendirikan pesantren di Ampel Denta,Surabaya[10]

————————————————————————–

[1] M.C Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern ( Yogyakarta:Gajah Mada University Press,1998),hlm 3
[2] Rahmat Kamaruddin,” Awal Masuknya Islam Ke Indonesia”,Catatanku, Awal-Masuknya%2-Islam-ke-Indonesia_Catatanku.com diakses tanggal 27 maret pukul 19.11 wib
[3] Ibid hal 04
[4]Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Indonesia dalam arus sejarah III(PT IchtiarBaru Van Hoeve,2010), hal 87
[5] Prof.Dr Slamet Muljana,Runtuhnya Kerajaan Hindu –Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (Yogyakarta:PT LKis Printing Cemerlang,2009) hlm:187
[6] ”Teori Masuknya Islam ke nusantara”, “Republika Penerbit, http://www.republikapenerbit.com/artikel/detail_info/183, diakses tanggal28 maret pukul 17.23 WIB
[7] Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notokusumo,Sejarah Nasional Indonesia III (Jakarta:Balai Pustaka,1993),hlm 188
[8] Ibid,hlm 190
[9] Doni Pengalaman,”masuk dan Berkembangnya Agama Islam”,Doni Pengalaman 9, Masuk%20dan%20Berkembangnya%20Agama%20Islam%20_%20donipengalaman9.mht,diakses tanggal 28 maret pukul 18.20 wib
[10] Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notokusumo,Sejarah Nasional Indonesia III (Jakarta:Balai Pustaka,1993),hlm 192

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah