Kasus Hubungan Sipil dan Militer di Jerman

Rahmad Ardiansyah

Hubungan Sipil-Militer Tahun 1871-1914 (Keseimbangan Bangsawan)

Hubungan militer sipil bangsawan diantara tahun 1871 dan 1914. Mencerminkan suatu tingkat yang luar biasa dari kontrol sipil yang objektif dan profesionalisme militer yang berdasarkan pada otoritas militer tingkat tinggi dan terbatas lingkupnya, pengaruh politik militer yang luas dan berubah ubah scara perlahan, dan sebuah ideologi nasional yang sifatnya konservatif. Tapi, di decade akhir ini, perubahan di dalam lingkungan nasional melemahkan keseimbangan ini, dan pada akhirnya benar benar hancur di dalam Perang Dunia I.

Profeionalisme militer. Jerman modern mewarisi dari prinsip sebuah korps perwira yang paling profeional di Eropa. Unsure intinya adalah Jenderal, staf, dengan pendekatannya yang ilmiah dan rasional pada operasional militer. Dan Kriegsakademie , dimana para perwira dilatih ilmu perang dan pengetahuan yang diperlukan untuk sekolah sekolah militer dan komando tingkat tinggi. Kmampuan teknis yang sangat baik, kecerdasan yang tinggi, kesetiaan yang tak tergoyahkan di dalam tugas merupakan karakteristik Korps Staf Jenderal pada khususnya , atau kurang lebih dari korps perwira secara keseluruhan. Keunggulan profesionalisme Jerman diakui oleh para tentara dan negarawan Negara lainnya., besar atau kecil maju dan primitive, yang gigih berusaha untuk merancang intitusi militer mereka sendiri mengacu pada betuk asli Jerman.

Profesionalisme Institusionalisme Jerman memiliki pasangannya di dalam dominasi etika professional di dalam pikiran militer Jerman. “On War” menjadi kitab untuk para perwira. Dua pemimpin militer bangsawan yang hebat – Von Modke yang menjadi pemimpin staf sejak tahun 1857hingga tahun 1888 dan Von Schidefen yang menduduki posisi yang sama pada tahun 1891 hingga tahun 1905 – keduanya adalah para murid Clousewita. Pemikiran, tulisan, dan perilaku mereka menyusun nada kecerdasan dan moral dari korps perwira. Dibawah pengaruh mereka nilai nilai dan sikap sikap militer Jerman mungkin hamper menyerupai tipe ideal etika militer dibandingkan dengan segala sesuatu yang ada di dalam sejarah korps perwira. Kekuatan nilai – nilai professional ini tercermin di dalam cara pandang para perwira yang berada pada dua hal yang utama mengenai control sipil dan peran peperangan di dalam kebijakan nasional.

Hukum yang diterima di dalam korps perwira adalah bahwa perang adalah sebuah alat politik dan oleh karena itu tentara adalah rekan yunior para negarawan. Bahkan von Bernhardi, yang lebih berorientasi pada hal politik dari kebanyakan perwira lainnya berpegang teguh pada dogma ini. Baik Moltke maupun Schlieffen mengenal identitas yang terpisah dan hubungan yang erat antara politik dan perang. Moltke lebih menyadari secara politik dari pada Schlieffen tetapi ia tidak memiliki ambisi politik danmembatasi dirinya terhadap pernyataan pandangan militer yang memaksa. Pemikiran yang dikemukakan ialah mengenai angkatan senjata yang nonpolitis.

Komandan dalam operasinya kata Moltke harus menjaga kejayaan militer sebagai tujuan. Tetapi apa apa yang dialkukan para negarawanterhadap kejayaan atau kekalahannya bukanlah menjadi bagiannya. Melainkan bagian dari negarawan.

Bahkan melebihi Moltke, Schlieffen menghindar politik dan menjadikan dirinya dan para pegawai Jenderal tetap berpegang teguh pada perihal kemiliteran saja. Ia adalah teknisi militer yang sangat baik. Pemikiran rasionalisme militer Jerman juga tidak mengizinkan pemujaan terhadap peperangan sebagai tujuan akhir. Perang tidak dapat terelakkan – tidak ada seorangpun yang ingin emperdebatkan hal ini – tetapi hal ini pun tidak diinginkan. Setiap orang harus bertahan terhadap hal tersebut. “kebutuhan dan penderitaan” kata Moltke unsur permainan dari jalan hidup dan sifat manusia. “ bersama sama dengan rekan rekan militernya.moltke meyakini bahwa perang bagi Jerman menjadi sebuah “ bencana nasional”. Namun pada tahun 1875 dan 1887. Ia mendukung perang antara Perancis dan Rusia karena melihatnya sebagai suatu kebutuhan untuk melindungi keamanan nasional Jerman. Ia selalu memandang masalah dari segi ini pendekatannya bersifat pesimis rasional dan bukannya idealis. Unsur unsur di dalam korps perwira Angkatan Laut. Yang lahir dari harapan dan bangsawan dan sebagai sebuah kedinasan yang lebih muda. Belum benar benar dibedakan dari lingkungan masyarakat yang membentuknya. Kadangkala cenderung bersifat gemar berperang dan imperialis. Para pimpinan angkatan bersenjata tampaknya bersepakat menentukan kecenderungan tersebut. Angkatan bersenjata adalah seperti yang dikatakan Vagts. “ tidak bersifat agresif sebelum tahun …. Kecuali dalam strategi yang dimilikinya. “ strategi ini dirancang untuk menghadapi apa yang disebut sebagai sebuah mimpi buruk yang keadaan perang antara dua front yang memerlukan sebuah kemampuan yang cepat dan mutlak di salah satu pihak. Seperti yang dinyatakan oleh Staf Jenderal di dalam pernyataan rahasia tahun 1902.

Kami tidak ingin mengalahkan apapun. Kami hanya ingin  mempertahankan apa yang kami miliki. Kami mungkin tidak akan menjadi penyerang tapi senantiasa menjadi pihak yang diserang. Kesuksesan yang cepat dapat kami peroleh dengan melakukan tindakan penyerangan.

Pihak Militer Jerman memiliki suatu perhatian yang buruk terhadap keamanan nasional. Para pemimpin militer sama sekali tidak menyarankan perang dan pada umumnya memandang hal tersebut sebagai pilihan terakhir dengan mengantisipasinya dengan ramalan yang suram dan persiapan yang tegang.

Kekuasaan Pemerintahan. Struktur kekuasaan pemerintah yang membantu menjaga profesioalisme di Jerman merupakan gabungan yang unik antara tiga unsur. Pertama, ruang lingkup kekuasaan militer sangat terbatas pada hal hal kemiliteran. Pihak militer tidak berperan dalam menemukan berbagai kebijakan dinamik.kebijakan luar negeri merupakan urusan Kedutaan dan Menteri Luar Negeri. Staf Jenderal hanya mengurusi permaslahan militer. Secara alami dan benar , Komandan dan Menteri Peperangan menyatakan pandangan mengenai kebijakan luar negeri karena sifatnya yang alami dan benar pula. Berbagai pendapat mereka biasanya beberapa dari para penguasa sipil. Pada akhirnya, orang orang sipil, buaknnya menyatakan umum, mengambil keputusan. Bismarck, contohnya menolak nasihat Moltke mengenai perjanjian damai dengan Rusia dan Perancis dan mengenai kebijakan Rusia pada tahun 1890an. Satu satunya perwira yang terus menerus melebihi sebuah peran professional dalam kebijakan luar negeri adalah Laksamana von Turpiti.ia dipandang oleh laksamana lainnya sebagai tokoh politik yang penting. Secara keseluruhan pihak militer terkungkung dalam ruang lingkup mereka sendiri dengan pengawaasan horizontal. Dari kantor kantor dan para pejabat yang menduduki arca arca dimana mereka mungkin tergoda untuk memperluas kekuasaan mereka.

Faktor kedua yang membatasi kekuatan militer adalah adanya kesatuan relative antara kekuasaan sipil dan militer. Kekuasaan sipil dikonsentrasikan ke tanga kaisar dan Duta Besarnya sementara kekuasaan militer terbagi diantara berbagai jabatan. Reichtag tidak pernah memiliki peran yang berlebihan di dalam hal hal kemiliteran dan usahanya untuk meningkatkan pengawasan parlementer atas kebijakan militer tidak pernah ckup kuat untuk melemahkan control sipil. Korps perwira terlebih lagi benar benar terikat pada kekaisaran

Pengaruh Politik. Pengaruh politik korps perwira bangsawan memiliki tiga aspek penting (1) melemahkan afiliyasi korps dengan aristrokasi murahan secara perlahan (2) keterlibatan sementara para pimpinan militer dalam bidang politik sekitar tahun 1888 hingga 1897 (3) besarnya popularitas para pimpinan militer dan gengsi karir militer diantara masyarakat Jerman.

Di dalam decade perang penyatuan, lebih dua pertiga korps perwira ditarik dari kaum aristokran. Kemudian terjadi penurunan di dalam proporsi ini karena masyarakat kelas menengah berhasil memperoleh karir di bidang kemiliteran. Pada tahun 1905, dari 102 perwira bertugas di Staf Jenderal , 44 orang diantaranya termasuk Ludendorff dan Groner, adalah berasal dari kaum borjuis. Pada tahun 1913 unsur unsur ini mencapai 70 persen dari seluruh korps perwira.Perluasan angkatan laut yang cukup besar terjadi setelah tahun 1890 juga meningkatkan ukuran dan pengaruh perwira korps perwira angkatan laut, yang lebih dekat hubungannya dengan kaum borjuis daripada kelomok aristocrat. Melemahnya ikatan antara korps perwira dan aristrokrasi membantu profesionalisme, di satu pihak mengurangi kecenderungan bahwa kepentingan militer berada dibawah kpentingan kelompok. Sebaliknya, pandangan para Junker sangatlah konservatif dan simpati terhadap cara pandang militer. Dan penurunan afiliasi antara militer dengan kelompok tersebut membuat pihak militer lebih tergantung pada pendapat umum yang kurang konservatif dan lebih terbuka daripada perubahan.

Selama masa kekaisaran, sedikit orang yang mnyeberang dari profesi militer ke bidang politik atau sebaliknya. Pengecualian yang penting mengenai hal ini terjadi sejak tahun 1888 hingga 1897. Ketika terjadi suatu kekosongan kepemimpinan poliitik sipil sehingga begitu banyak tokoh tokoh militer yang kemudian pindah dan masuk kedalamnya. Keadaan ini disebabkan oleh meninggalnya kaisar pada tahun 1888, pensiunnya Moltke pada tahun yang sama dan pensiunnya Bismarck pada tahun 1890. Kaum Monarki yang muda memiliki sebuah kegemaran akan peraturan pribadi, sedikit rasa hormat terhadap tanggung jawab dan fungsi para penasehat konstitusionalisnya

Penurunan afiliasi dengan aristokrasi yang lebih drastis setelah tahun 1871 dengan sangat populernya militer di hadapan masyarakat sebagai suatu keutuhan. Hal ini berasal dari kejayaan yang terjadi tahun 1866 dan 1870 yang menjadikan militer seorang pahlawan dan memunculkan penigkatan stabil di dalam anggaran militer hingga perang dunia I. Tidak ada satupun Negara barat yang dalam jangka waktu masa damai telah memiliki karir militer seperti ini dan memiliki ketenaran yang mereka peroleh dari Wilhelmer Jerman. Tentara itu “ tidak memiliki tantangan apapun, ia adalah orang nomor satu di negara.” Dan Staf Jenderal diyakini sebagai hokum kebijakan militer dan penjamin keamanan negara. “ Seorang militer pada saat ini tampaknya menjadi seorang yang bersemangat patriot. Cermati yang bergerak dalam duniasebagai seorang dewa muda dan letnan muda sipil sebagai orang yang dipuja – puja.”

Sikap yang popular. Biasanya popularitas militer menyediakan suatu dasar yang tangguh bagi profesionalisme militer sepanjang jiwa kepopuleran tersebut bersikap simpati terhadap etika militer menjadi popular pada tahun 1914 seperti halnya yang terjadi pada tahun 1880. Iklim intelektual tahun 1914 sangatlah berbeda pada tahhun 1880. Pemaksaan secara halus telah membentuk nilai struktur bangsa Jerman. Akibatnya, kepopuleran militer menjadi sebuah ancaman dan bukannya sebagai dukungan bagi sebuah profesionalisme. Sebuah ideology yang terbatas dan konservatif telah membuka jalan bagi satu hal yang bersifat naisonalis dan agresif.  Materialisme kegemaran untuk perang, pemujaan untuk kekerasan dan perang, penyembahan terhadap keterbukaan kekuasaan satu pihak menggantikan unsure unsure yang sifatnya lebih masuk akala, idealis, dan manusiawi di dalam jiwa bangsa Jerman. Mommsen, Droysen, Sybel, Treiseschke, Nietesche, menggantikan Gotche, Sciller, Kant – dan Clauserwita. Perang dan kekuasaaan menjadi tujuan akhir dalam diri mereka dan orang yang berkuasa sebagai akibatnyabuka dipandang sebagai hamba negara melainkan sebagai perwujudan negara. Negara adalah kekuasaaan itu sendiri, perang adalah seperti yang dikatakan Treitachke “ ilmu politik yang berharga” sumber utama dari kemajuan dan realisasi nasional. “ Jerman “ berdasarkan penyelidikan Paulsen” telah disebut sebagai negara puisi dan pemikir, tetapi hari ini Jerman disebutkan sebagai bangsa yang ahli berperang, seperti pada mulanya dalam sejarah”

Ideologi gemar berperang dibuat oleh beberapa universitas dan diagungkan oleh masyarakat Jerman. Pengaruhnya berada di semua lapisan masyarakat. Tetapi keteguhan yang tinggi para perwira terhadap etika militer membuat perwira korps relative terlindungi dalam Perang Dunia I. Sekalipun demikian pemikiran baru tersebut mebuat diri mereka merasakan batasan dari profesi militer. Angkatan Laut merupakan produk dari jaman dan bersifat terbuka terhadap filsafat nasionalisme maupun ekspansi. Para perwira militer yang berubah menjadi penulis terkenal seperti von der Goltz dan Bernhardi memenuh kehendak masyarakat yang gemar berperang. Mereka mendapatkan dukungan dari masyarakat yang tidak mereka dapatkan dari Staf Jenderal yang menolak mereka dan pandangan mereka.  Sebagai sebuah korps perwira angkatan bersenjata, bagaimanapun seorang memang meyakini Etika kemiliteran menolak etika kekuasaan. Di dalam kemerosotan kuno dan seperti yang dikatakan oleh .. “ batu monolitis di dalam sebuh perubahan daratan” di dalam anggota koprs perwira…. Social terakhir yang meninggalkan moralitas konservatif. Namun ideologi popular  baru tersebut melemahkan keseimbangan antara kekuasaan dan profesionalisme yang menjadi inti dan keberadaannya.

Hubungan Sipil-Militer Tahun 1914-1918 (Kediktatoran Militer)

Perang dunia pertama menjadi saksi kehancuran total dari perimbangan bangsawan di dalam hubungan militer – sipil. Diakhir masa perang Staf Jenderal yang menjalankan pemerinthan Jerman. Secara kebetulan, para pemimpin militer meninggalkan keyakina mereka demi pemikiran militer. Pengalaman bangsa Jerman ini menggambarkan kesulitan yang muncul dari terjadinya suatu perang yang besar melibatkan suatu negara yang non- konservatif. Pertempuran merubah para jenderal menjadi sosok pahlawan; para pahlawan; mengubah diri mereka menjadi politikus; dan hasilnya adalah hilangnya kendali dan kewaspadaan militer yang profesional.

Keterlibatan staf Jendral dalam bidang politik dimulai selama masa jabatan  von Falkenhayns sebagai pemimpin sejak musim gugur tahun 1914 sampai Agustus 1916. Selama periode ini perluasan kekuasaan dan penguasaan militer berjalan lamban namun terus menerus menjadi. Hal ini merupakan sebuah awal dari kekuasaan mutlak yang sebenarnya diprektekan oleh Falkenhayn dan Lundendorff. Unsur mendasar di dalam perluasan kontrol militer yang besar adalah kepopuleran kejayaan Tannenberg di tengah-tengah masyarakat Jerman yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia adalah tokoh idola bangsa yang dipercaya orang-orang Jerman dapat membawa mereka keberhasilan.

Para komandan militer memeperluas kekuasaan mereka kedalam kebijakan dalam dan luar negeri. Pada bulan Januari 1918 saat kaisar menolak untuk memberikan mereka kekuasaan penuh atas permasalahan luar negeri dan negosiasi perdamaian antara Brest-Litovsk, mereka setidaknya dapat memanipulasi kantor luar negeri melalui Count von Haeften, perwakilan mereka disana. Pada tahun 1916 mereka berhasil memaksakan pembentukan karajaan Polandia merdeka, pada tahun 1917 mereka mendapatkan wewenang pengenalan perang bawah laut yang tidak terbatas dan pada bulan Juli 1918 ,mereka memecat menteri luar negeri yang saat itu menentang pandangan mereka mengenai kesepakatan perdamaian antara Berst-Litovsk.

Sangatlah tidak mungkin untuk mengatakan sejauh mana kekuasaan komandan tertingi mempengaruhi cara berpikir sebagian besar korps perwira. Pandangan para pemimpin militer secara drastis diubah oleh visi dari tingginya kekuasaan. Tidak terlalu penting siapa konsulnya,, Ludendorff mengatakan bahwa kekuasaan haruslah ditangannya. Tujuan ekspansionis yang bertentangan dengan sikap para anti-imperialis dari staf jendral sebelum masa perang mulai diadopsi. Pada tahun 1917 tujuan perang militer diantaranya adalah penggabungan Polandia, propinsi Rusia Baltik, Prencis Timur, dan seluruh Belgia.dan bahkan hal ini dipandang hanya sebagai inti dari negeri Jerman Raya dimana pada akhirnya mencakup seluruh daratan Eropa Utara Alpen. Dibawah kekuasaannya jendral Lundendorff secara tegas menolak tradisi militer yang profisional, perubahan didalam sifat perang sejak abad 18 telah membuat bidang politik lebih bermanfaat bagi perang dibandingkan bagi politik itu sendiri.

Hubungan Sipil-Militer Tahun 1918-1926 (Negara dalam Suatu Negara)

Pembentukan Republik Weimar menjadi masa terjadinya perubahan peran kemiliteran dari dominasi utuh atas negara manjadi pendukung yang penting bagi negara. Pemerintah Weimar memiliki kebaradaan yang sangat lemah, kurang mendapatkan penerimaan dan dukungan dari banyak kelompok sosial yang berkuasa. Sebagai akibatnya pemerinah harus berubah menjadi angkatan bersenjata sebagai sebuah institusi yang stabil dan disiplin, yang belah bertahan dari kekalahan dan revolusi dan tetap menjadi suatu pusat konkrit kekuasaan di tengah-tengah disintegrasi politik. Namun dengan mengkonfrontir angkatan bersenjata dengan permasalahan konstitusional, hal ini berarti bahwa pemerintah tidak pernah dapat dipastikan mutlak menerima dukungan. Dalam perkembangannya, pemerintah Weimar telah mendapatkan dukungan dari militer, dukungan tersebut bagaimanapun bukanlah sesuatu yang diperintah oleh pemerintah, tetapi sesuatau yang diberikan oleh angkatan bersenjata.

Kelemahan politik Republik pada umumnya karena kesulitan konstitusional baru dalam bentuk kendali sipil. Pada pemerintahan rezim bangsawan, seluruh perwira militer bersumpah taat pada kaisar dan tidak memiliki kesempatan untuk bersikap ragu akan kapan dan pada siapa yang seharusnya ditaati, sedangkan dalam pemerintahan republik, mereka bersumpah setia pada konstitusi, sebuah dokumen yang panjang yang tidak
seluruhnya bebas dari ketidakpastian. Para perwira seringkali diminta untuk menentukan kapan saatnya taat pada orang-orang tertentu., permasalahan ini diperparah dengan adanya pembagian kekuasaan atas militer diantara banyak institusi sipil. Korps perwira di Republik Weimar mundur dari idiologi diktator militer meiju ke etika militer bangsawan. Tokoh dominan di dalam Reischswehr sejak tahun 1919 hingga 1926 adalah Jendral von Seeckt yang menjadi tipikal tentara profesional dan yang sepenuhnya berkomitmen pada angkatan bersenjata yang tidak berpolitik, serta memilih perwiranya sesuai dengan kemampuan dan melatih mereka secara seksama guna mengembangkan tingkat profwsional yang tertinggi.

Hubungan Sipil-Militer Tahun 1926-1933 (Golongan di Antara Berbagai Golongan)

Dalam tahun-tahun terakhir Republik Weimar, terdapat sebuah pola hubungan militer sipil yang berbeda dengan yang sudah ada sejak dahulu. Dibawah Seeckt angkatan bersenjata telah diminta untuk mengambil keputusan politik hanya pada saat terdapat sebuah krisis konstitusioal yang berbahaya. Setelah Seecht, angkatan bersenjata menjadi semakin terlibat dalam permasalahan hari ke hari dan menggerakkan partai-partai politik, hal tersebut bukan disebabkan oleh perubahan  di dalam struktur kekuasaan tetapi hanya oleh kerelaan pemimpin militer untuk menerapkan kekuasaan politik angkatan bersenjata demi yujuan politik jangka pendek.

Dua tokoh utama dalam perubahan ini adalah Hindenberg dan jendral Kurt von Schleicher. Hindenberg yaitu Presiden Republik yang terpilih pada tahun 1925. Pada saat itu angkatan bersenjata tetap setia kepada negara seperti halnya setia kepada pemimpin dan pahlawan.Hal ini tidak memiliki dampak serius jika saja Presiden berada di atas partai-partai politik seperti halnya Seeckt, namun yang terjadi sebaliknya. Hindenberg memberikan tumpuan bagi politisi militer seperti Schleicher, sehingga pada tahun 1926 Schleicher dipilih sebagai kepala departemen politik dari departemen pertahanan. Dalam perkembangan politiknya, Schleicher bertindak sebagai kunci pemeritahan dengan memecat dan mengangkat mentri serta memastikan kemenangan pihak yang didukungnya. Pada bulan Desember 1932 Schleicher menjadi konselir dan pada saat itu para jendral menduduki dua kedudukan tertinggi dalam pemerintahan. Pada Januari 1933 Hitler menggantikan Schleicher sebagai kepala kabinet Nazi dan kaum nasionalis. Satu setengah tahun kemudian Schleicher membayar kegagalannya dalam politik totaliter saat ia dibunuh di dalam tindakan pembersihan Nazi, pada tanggal 30 Juni 1934.

Hubungan Sipil-Militer Tahun 1933-1945 (Kejayaan Sipil)

Penggabungan kekuasaan oleh Nazi bergantung pada sebuah pemahaman informal mengenai militer. Militer mundur dari hal-hal politik menyerhkan bidang ini pada Nazi, dan sebagi timbal baliknya Nazi mendorong sebuah program pembanguna persenjataan kembali yang luas dan memberikan jaminan pada pihak militer sebuah monopoli atas fungsi militer dan otonomi di dalam ruang lingkupnya.

Pegaturan ini mendapatkan peringatan secara tegas pada musim semi tahun 1934 ketika angkatan bersenjata sepakat untuk mendukung Hitler sebagai Presiden. Hitler memberikan persetujuan secara diam-diam terhadap penindasan Rohm dan S.A yang telah bermimpi menggantikan Reichswehr dengan pasukan rakyat berorientasi ideologi.

Hubungan sipil-militer dalam tahun-tahun pertama rezim Nazi mirip dengan tahun pertama Republik Weimar. Angkatan bersenjata dibebaskan dari hukuman Nazi, kewenangan pengadilan sipil akan anggotanya dihapuskan, pengaruh hiarkhi partai dan Gestapo dilarang keras.

Reaksi pihak militer terhadap perembesan Nazi memecahkan mereka kedalam tiga kelompok. Satu kelompok mengalah pada godaan Nazi, meninggalkan pandangan profesional, mengangkat pandangan Nazi, dan memberikan penghargaan oleh pemerintah. Kelompok lainya menyatakan perang politik dan aktif menentang Hitler dengan segala kebijakannya. Karena kedua kelompok ini meninggalkan profesionalisme untuk hal-hal politik  maka dapat dikatakan sebagai standar politik. Kelompok pertama bersalah atas adanya Sosialisme Nasional, kelompok kedua didorong oleh kemanusiaan yang tertinggi dan pemikiran kristen.[1]

Masa Depan Hubungan Sipil dan Militer Jerman

Korps perwira profesional yang dibentuk oleh Scharnhorst dan Gneisenau, dan dilaksanakan di tingkatan tertinggi oleh Moltke, Schlieffen, dan Seeckt hilang keberadaannya pada Perang Dunia II. Korps tersebut adalah korban dari Nazi dan kehancurannya adalah salah satu malapetaka perang. Korps tersebut telah mewujudkan banyak unsur-unsur mulia dan terbaik dari peradaban barat. lahir dari reformasi pencerahan, korps perwira profesional didorong oleh nilai ideal integritas, pekerjaan, kemampuan, tugas, dan kesetiaan.

Pola hubungan sipil dan militer yang muncul dalam Republik Federal Jerman belum jelas terlihat. Rencana awal angkatan bersenjata Jerman Barat menuntut kembalinya beberapa unsur tradisi lama. Tetapi kecenderungan yang ada tampaknya menuju kearah yang berbeda. Bundestag memaksakan jatah kendali atas kekuatan militer. Ditekankan bahwa angkatan bersenjata yang baru pada dasarnya bersifat sipil. Keputusan persidangan militer ditinjau ulang oleh badan militer independen. Perbedaan diberbagi tingkatan diminimalisasi, kekuatan perwira dikurangi, pemberian hormat dibatasi. Yang lebih penting, penasehat pertahanan pemerintah Jerman mengindikasikan bahwa sebuah komisi sipil akan mengawasi “susunan internal” angkatan bersenjata dan bahwa semua tentara akan melalui sebuah “kursus kewarganegaraan”.[2]

Implementasi yang efektif dari pemikiran ini mengawali tahapan ketiga didalam hubungan militer-sipil Jerman. Angkatan bersenjata Aristokrat Frederick Agung dihancurkan oleh Napoleon. Angkatan bersenjata profesional yang diciptakan oleh Scharnhorst dan Gneisenau dihancurkan oleh Hitler. Sekarang yang menjadi proposal adalah membentuk sebuah angktan bersenjata yang demokrat, sebuah kekuatan berorientasi ideologi yang mewujudkan kontrol sipil yang subyektif dan bukan kontrol sipil yang obyektif.

Sebagian pendekatan ini merupakan reaksi terhadap profesionalisme masa lalu dan produk dari pengenalan yang salah mengenai profesionalisme yang salah oleh Hitler. Ironisnya hal tersebut juga menjadi bagian dari sebuah imitasi para penakluk Hitler yang berasal dari Amerika. Tetapi perubahan pemerintahan Bonn bukanlah untuk hal yang lebih baik. Mereka adalah sebuah kemunduran menuju bentuk hubungan sipil-militer yang primitif. Tak terelakkan lagi hal ini akan membantu perkembangan keterlibatan tetap militer Jerman dalam bidang politik dan mengurangi keefektifitasan pertempuran angkatan bersenjata baru.

Lepas dari apa yang telah dikatakan Herr Blank, sebuah negara Demokrasi dibela dengan lebih baik melalui sebuah kekuatan profesional dari pada kekuatan demokrasi. Republik Federal Jerman memiliki rasa keyakinan akan warganegaranya dan institusi terpusat yang kuat seperti yang dimiliki oleh  Republik weimar. Penghalang bagi kontrol sipil yang ada diabad kedua puluh tidak lagi ada. Sangatlah tragis jika demokrasi Jerman baru tidak menekankan kesempatan untuk membentuk kembali sebuah sistem kontrol sipil yang efektif dan sebuah korps perwira yang profesional. Hal tersebut bahkan dapat menjadi lebih buruk dibandingkan dengan membankitkan tradisi Scharnhorst, Gneisenau, dan Clausewitz.[3]

Hubungan Sipil-Militer Jerman dengan Negara Lain

Setelah Perang Dunia II, Jerman akhirnya menganut prinsip dengan menekankan pemerintahan pada supermasi sipil. Jerman yang di masa lalu dikenal sebagai pemilik kekuatan militer yang tangguh dan negara penganut paham militer terpaksa atau dipaksa membubarkan tentaranya. Berkat langkah tersebut, Jerman berhasil menjajarkan diri dengan negara-negara demokrasi yang telah maju lebih dahulu dan menjadi negara yang mengedepankan supermasi sipil. 

Kalahnya Jerman dalam Perang Dunia II melahirkan citra buruk militer di pentas politik dan melicinkan jalan bagi berakhirnya popularitas dan kekuasaan militer dalam kehidupan politik di luar negeri. Jerman membentuk kekuatan militer baru yang ikatan historisnya terputus dari tentara lama yang terbiasa mencampuri urusan politik.

Sebelum 1990 peran aktif militer Jerman adalah Katastropheneinsatz (kontrol bencana) yaitu untuk membantu setelah bencana alam baik di Jerman maupun di luar negeri. Setelah tahun 1990, situasi internasional berubah dari konfrontasi Timur-Barat menjadi tidak pasti dan tidak stabil. Setelah reunifikasi Jerman tahun 1990 angkatan bersenjata Jerman Timur Nationale Volksarmee (NVA) dibubarkan, dengan sebagian personilnya diserap ke dalam Bundeswehr yang merupakan angkatan bersenjata Jerman Barat. penyatuan dua militer ini dibawah slogan “Armee der Einheit”. Sampai saaai ini Bundeswehr menjadi kekuatan militer Republik Federal Jerman.

Kini setelah putusan Mahkamah Konstitusi Federal pada tahun 1994 istilah
“pertahanan” telah ditetapkan untuk tidak hanya mencakup perlindungan perbatasan Jerman, tetapi reaksi krisis dan pencegahan konflik atau lebih luas seperti menjaga Jerman dimana saja di dunia. ini mengharuskan Bundeswehr untuk mengambil bagian dalam operasi di luar perbatasan Jerman, sebagi bagian dari NATO atau Uni Eropa, dan dimandatkan oleh PBB.

Seiring dengan penerapan demokrasi, pemerintah Jerman membuat kebijakan luar negeri yaitu mengadakan kerjasama pelatihan militer engan beberapa negara. Tahun 2009, militer Jerman telah melatih sekitar 600 tentara dari berbagi pasukan Afrika.[4]

[1] Hungtington, Samuel P. Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil.(Jakarta: Grasindo, 2003) hlm: 133-134
[2]Srivanto, Fernando R,Kolaborator Nazi : Sepak Terjang Para Simpatisan Nazi Selama Perang Dunia II. (Yogyakarta: Narasi,2008) hlm: 3-4
[3]Hungtington, Samuel P. Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil.(Jakarta: Grasindo, 2003) hlm: 135-136
[4]Subagyo, Buku Ajar Sejarah Militer(Semarang: Jurusan Sejarah FIS Unnes, 2010) hlm : 17-18

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang. Sejak menjadi pelajar saya hobi terkait IT terkhusus pengelolaan blog. Selain mengelola website Idsejarah.net, saya juga menjadi admin web mgmpsejarahsmg.or.id, admin web sma13smg.sch.id sekaligus menjadi salah satu penulis LKS di Modul Pembelajaran MGMP Sejarah SMA Kota Semarang. Saat ini saya sedang menjalankan program Calon Guru Penggerak angkatan 10. Projek web Idsejarah.net saya harapkan akan menjadi media untuk mempermudah guru sejarah dalam mengakses artikel, video, dan media pembelajaran terkait pembelajaran sejarah. Website ini akan terus dikelola dan dikembangkan agar semakin lengkap. Kedepannya besar harapan saya untuk mengembangkan aplikasi android untuk guru sejarah. Selain mengelola website, saya juga aktif mengelola channel Youtube Idsejarah sebagai media berekspresi platform video online.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah