Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia

Rahmad Ardiansyah

Sejarah Masuknya Islam di Indonesia

Negara Indonesia mengikhtisarkan asal kedatangan Islam menjadi tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang india muslim pada sekitar abad ke-13 M. kedua, teori makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari timur tengah melalui jasa para pedagang arab muslim sekitar abad ke-7 M.ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M.melalui kesultanan tidore yang juga menguasai tanah papua, sejak abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai semenanjung onin di kabupaten fakfak, papua barat, Hamka berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa arab yang telah bermukim di pantai barat Sumatra.

Islam telah dikenal di Indonesia pada abad pertama hijriah atau 7 masehi, meskipun dalamfrekuensi tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan dengan para pedagang muslim yang berlayar ke Indonesia untuk singgah untuk beberapa waktu.  Islam masuk ke indonesia melalui beberapa saluran antara lain sebagai berikut:

  • Saluran Perdagangan

Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M membuat pedagangan-pedangan muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.

  • Saluran Perkawinan

Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumu terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saodagar-saodagar itu. Sebelum kawin, mereka di Islamkan lebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam perkembangan berikutnya, adapula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu.

  • Saluran Tasawuf

Pengajar-pengajar Tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah di kenal luas oleh masyarakat Indonesia. Diantara ahli-ahli Tasawuf yang memberikan ajaran mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuruh di Aceh, Syaik Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.

  • Saluran Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang di selenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwa ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri.

  • Saluran Kesenian

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih di petik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan adalah Islamisasi, seperti sastra (hikayat, badad, dan sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir.

  • Saluran Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan. Pengetahuan mereka akan kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan masyarakat Indonesia, pada saatnya mendorong lahirnya organisasi sosial, seperti Budi Utomo, Taman Siswa, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Selebes, dan lain sebagainya.

Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam

  • Masa Kolonial Belanda

Nasionalisme dalam pengertian politik, baru muncul setelah H. Samanhudi menyerahkan tampuk pimpinan SDI pada bulam Mei 1912 kepada HOS Tjakroaminoto yang mengubah nama dan sifat organisasi serta memperluas ruang geraknya. Sebagai organisasi politik pelopor nasinalisme Indonesia, SI pada dekade pertama adalah organisasi politik besar yang merekrut anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia. Waktu itu, ideologi bangsa memang belum beragam, semua bertekat ingin mencapai kemerdekaan. Tjokroaminoto dalam pidatonya pada Kongres Nasional Sarekat Islam yang berjudul “Zulfbetuur” tahun 1916 di Bandung mengatakan:

Tidak pantas lagi Hindia di perintah oleh negeri Belanda, bagaikan tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya. Tidak pada tempatnya, menganggap Hindia sebagai seekor sapi perahan yang hanya diberi makan demi susunya. Tidaklah pantas, untuk menganggap negeri ini sebagai tempat kemana orang berdatangan hanya untuk memperoleh keuntungan dan sekarang sudah tidak pada tempatnya lagi bahwa penduduknya, terutama anak negerinya sendiri, tidak mempunyai hak turut bicara dalam soal-soal pemerintahan yang mengatur nasib mereka.

Demikianlah SI memperjuangkan pemerintahan sendiri bagi penduduk Indonesia, bebas dari pemerintahan Belanda. Namun demikian, dalam perjalanan sejarahnya, dikalangan tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi pergerakan, mulai terjadi perbedaan-perbedaan taktik dan program; golongan revolusioner berhadapan dengan golongan moderat; dan politik koperasi tidak sejalan dengan politik non-koperasi dan dilakukan oleh golongan tertentu. Puncak perbedaan itu terjadi didalam tubuh SI sendiri, yang memunculkan kekuatan baru dengan ideologinya sendiri, komonisme.

Banyak kalangan pergerakan yang kecewa terhadap perpecahan itu. Mereka kecewa lagi, karena perpecahan itu bukan saja menunjukkan perbedaan taktik, tapi lebih itu, masing-masing golongan semakin mempertegas ideologinya. Sejak itu, SI dengan tegasnya menyatakan ideologi Islamnya. Nasionalisme yang dikembangkannya adalah nasionalisme yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam.

Usaha-usaha untuk mempersatukan kembali partai-partai politik dengan aliran-aliran ideologi itu, meskipun dalam benuk federasi, selalu berakhir dengan kegagalan. Sementara itu, konflik ideologi terus berkembang dan kadang-kadang mengeras. Ada pula yang mempertanyakaan lembaga-lembaga Islam, seperti poligami, dan ibadah haji. Tuduhan lain, Islam Arab merupakan suatu bentuk imperialisme yang tidak kalah jeleknya dari Belanda.

Di awal tahun 1940an, Soekarno yang pernah mendalami ajaran Islam, mencoba mendamaikan konflik-konflik itu dengan berusaha mengutip pendapat pemikir-pemikir pembaharu di negara-negara Islam timur tengah, termasuk Turki. Namun, konsep politik Islamnya lebih banyak merupakan penerapan sekularisme, sebagaimana yang di praktekkan oleh Kemal Attaturk diTurki. 

  • Masa Pendudukan Jepang

Kemunduran progresif yang dialami oleh partai-partai Islam seakan mendapatkan dayanya kembali setelah Jepang datang menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan. Jepang kemudian menjanjikan kemenrdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat Gunseikan No. 23/29 April 1945, tentang pembentukan badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang kalangan Islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaan BPUPKI di dominasi oleh golongan nasionalis “Sekular”, yang ketika itu lazim disebut golongan kebangsaan. Didalam badan inilah, Sukarno mencetuskan ide pancasilanya. Setelah itu, dialog resmi ideologis antara dua golongan terjadi dengan terbuka dalam suatu forum. Panitia sembilan, semacam sebuah komisi dari forum itu, membahas hal-hal yang sangat mendasar, preambul UUD. Lima orang mewakili golongan nasionalis “Sekular” (Sukarno, Muh.Hatta, Muh. Yamin, Maramis dan Subardjo) dan empat orang lainnya mewakili Islam (Abdul Kahar Muzakkir, Wachid Hasyim, Agus Salim dan Abikusno Tjokrosujoso). Kompromi yang dihasilkan panitia ini kelak dikenal sebagai piagam Jakarta. Pada prinsip ketuhanan terdapat anak kalimat dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Wujud Akulturasi Kebudayaan Islam di Indonesia

Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang di pengaruhi oleh agama hindu dan budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi  yang meluruskan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan hindu dan budha hilang.bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi. Sedikit memberikan uraian berikut ini yaitu:

  • Seni Bangunan, wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat dilihat dari bangunan masjid, makam, istana.
  • Seni Rupa, tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia/ hewan. Seni ukui relief yang menghias masjid, makam Islam berupasaluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula sinkretisme, agar dapat keserasian. 
  • Aksara dan Seni Sastra, tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan arab melayu atau biasa dikenal dengan istilah arab gundul. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan atauaksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf arab melayu (arab gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.

Sumber :
Abuddin, Nata, Metodologi Studi Islam, Ed. 1 Cet. 2 ; Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2003
Lapidus, Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam, Ed. 1 Cet. 1 ; Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 1997
Madjid, Nurcholish, Islam Agama
Peradaban Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah,
Ed. 1 Cet. 1 ; Jakarta : Paramadina, 1995
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1 Cet. 1 ; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah