Pertempuran Medan Area – Latar Belakang dan Kronologi

Rahmad Ardiansyah

Pertempuran Medan Area diawali pada tanggal 9 Oktober 1945 ketika pasukan Sekutu brigade – 4 dibawah pimpinan Jenderal T.E.D Kelly yang diboncengi NICA dan Divisi India ke – 26 mendarat di Sumatera Utara. Pasukan NICA telah dipersiapkan untuk mengambil alih wilayah Indonesia kembali ke tangan Belanda. Namun, pemerintah Indonesia tidak menyadarinya dan bahkan mempersilahkan Sekutu untuk menempati beberapa hotel di Medan seperti Hotel De Boer, Grand Hotel, dan Hotel Astoria untuk menghormati tugas Sekutu. Selanjutnya, sebagian dari mereka ditempatkan di Binjai dan Tanjung Morawa.

Setelah sehari mendarat di Sumatera, tim RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees) mendatangi kamp – kamp tawanan yang ada di Pulau Berayan, Sacntis, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Brastagi untuk membebaskan para tawanan perang dan mengirim ke Medan atas persetujuan Gubernur Teuku Muhammad Hassan. Namun, para bekas tawanan perang tersebut bergabung dengan Batalion KNIL Medan. Akibatnya, para penduduk Medan tersulut emosi dan terjadilah konflik di beberapa wilayah Medan.

Pada 10 Oktober 1945 terbentuk TKR Sumatera Timur yang dipimpin oleh Achmad Tahir. Berikutnya, diadakan pemanggilan terhadap bekas Heiho di seluruh Sumatera Timur. Panggilan ini mendapat sambutan positif bahkan dari organisasi kepemudaan lainnya seperti Pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur yang berikutnya berubah nama menjadi Pesindo. Insiden pertama terjadi pada tanggal 13 Oktober 1945 di Jalan Bali, Medan. Insiden ini berawal dari ulah seorang Belanda yang merampas serta menginjak – injak lencana Merah Putih milik salah satu pemuda di Medan.

Akibatnya, terjadi penyerangan dan perusakan hotel oleh para pemuda Medan. Pada insiden tersebut, sebanyak 96 orang luka – luka sebagian besar dari pihak NICA, serta korban opsir dan 7 serdadu NICA meninggal. Insiden ini kemudian meluas ke beberapa tempat seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Pada tanggal 16 Oktober 1945, salah satu pemimpin Laskar Rakyat menyerang gudang persenjataan Jepang untuk memperkuat serangan para pemuda. Setelah berhasil merebut gudang senjata kemudian dilanjutkan dengan menyerang markas Belanda di Glugur Hong dan Halvetia. Penyerangan dilakukan pada malam hari dan menewaskan 5 orang tentara KNIL. Seperti yang berlaku pada daerah – daerah lain, pasukan Sekutu memulai aksinya dengan memberi ultimatum agar bangsa Indonesia menyerah dan memberikan senjata hasil rampasan kepada Sekutu. Hal ini dilakukan oleh Brigadir TED. Kelly pada tanggal 18 Oktober 1945.

Ultimatum Pihak Sekutu Kepada Pemuda Medan

Setelah keluar Maklumat Pemerintah menganai parta – partai politik pada bulan November 1945, di Sumatera Timur terbentuk laskar laskar partai. PNI memiliki laskar Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), Masyumi memiliki Laskar Ilizbuilah, dan Parkindo memiliki laskar Pemuda Parkindo. Tepat pada tanggal 1 Desember 1945, Sekutu menuliskan Fixed Boundaries Medan Area (batas resmi wilayah Medan) pada papan – papan di pinggiran kota Medan. Sejak saat itu, pasukan Inggris dan NICA melakukan pembersihan terhadap lambang – lambang negara yang ada di Kota Medan. Para pemuda membalas aksi dari Sekutu sehingga menyebabkan keadaan Medan menjadi tidak kondusif. Setiap ada usaha pengusiran dibalas dengan pengepungan dan bahkan terjadi tembak menembak antar keduanya. Pada tanggal 10 Desember 1945, pasukan Sekutu berusaha menghancurkan pasukan TKR di Trepes dengan melakukan serangan besar – besaran. Disisi lain, pertempuran sengit terjadi di beberapa front Gedung Arca dan Gedung Komite Nasional Indonesia 16 Desember 1945 antara TKR dan pasukan Inggris. Keesokan harinya terjadi pengepungan tentara Inggris terhadap TKR di Jalan Serdang. Akibatnya, Masjid Jami’ hancur, hal yang sama juga terjadi di Kantor Kerapatan Sungai Percut, asrama TKR.

RRI Sumatera di dinamit hingga hancur, sedangkan Harian Sinar Deli dilarang menerbitkan koran mulai tanggal 18 Desember 1945. Dilain pihak, TKR berhasil melakukan serangan umum pada tanggal 15 Januari 1946. Serangan tersebut dipimpin oleh Achmad Tahir, Letkol Cut Rachman dan Mayor Martinus. Kota Medan diserang dari berbagai penjuru, karena terdesak pemimpin Inggris pun mengajak mengadakan perundingan.

Pada bulan April 1946, pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI keluar dari Medan dan kemudian pemerintahan dipindah ke Pamatang Siantar. Pertempuran berlanjut hingga akhir bulan Juli 1946. Pada tanggal 3 November 1946, Inggris mengusulkan untuk mengadakan gencatan senjata dan pada tanggal 15 November 1946, Belanda juga mengusulkan gencatan senjata. Namun, tak butuh waktu lama, Belanda melanggar perjanjian gencatan senjata dan merampas harta – harta milik warga. Hal ini terus terjadi hingga 1 Desember 1946, Belanda terdesak dan mulai mengunakan segala taktik curang untuk melepaskan diri. Melihat hal ini dan untuk mencegah terjadi konflik lebih luas dan lebih banyak korban, Soekarno meminta penggabungan pasukan bersenjata di Medan ke dalam Tentara Nasional pada 3 Mei 1947. Walaupun belum berhasil mengusir sekutu, para pemuda dengan gigih terus berjuang dengan membentuk Laskar Rakyat Medan Area.

Selain perlawanan di Medan, di daerah sekitarnya juga terjadi beberapa perlawanan terhadap Sekutu, Jepang dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung dari bulan November 1945. Sedangkan di Aceh terjadi pertempuran melawan Jepang. Sekutu memanfaatkan Jepang untuk ikut membela Sekutu dan akhirnya pertempuran pun pecah yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Dalam pertempuran itu, Jepang bisa diusir dari tanah Aceh.

 

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah