Indische Partij merupakan organisasi modern ketiga yang berdiri di Indonesia setelah Budi Utomo dan Sarekat Islam. Sejak awal didirikan, organisasi Indische Partij secara terang – terangan menyatakan sebagai organisasi beraliran politik. Dengan demikian, Indische Partij menjadi organisasi beraliran politik pertama di Indonesia. Indische Partij berdiri menggantikan Indische Bond yang sebelumnya berdiri pada tahun 1899. Indische Bond merupakan organisasi kaum Belanda peranakan (Indo Belanda) yang dipimpin oleh K. Zaalberg seorang Indo Belanda. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk memperbaiki nasib kaum peranakan Indo Belanda. Pada saat itu, peranakan Indo Belanda menaruh dendam kepada Belanda karena mereka seolah dilupakan oleh bangsa Belanda.
Indische Partij didirikan oleh Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker atau dikenal dengan nama Setyabudi di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Keanggotaan Indische Partij berasal dari kaum Indo Belanda dan bumi putera. Douwes Dekker melanjutkan Indische Bond yang merupakan organisasi campuran Asia dan Eropa yang telah berdiri sejak 1898. Indische Partij sebagai organisasi politik semakin kuat ketika dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) bergabung. Ketiganya kemudian dikenal sebagai Tiga Serangkai.
Douwes Dekker berpendapat bahwa dengan melakukan aksi perlawanan terhadap kolonialisme, bangsa Indonesia memiliki peluang untuk merubah sistem yang berlaku serta keadilan pada sesama suku yang menjadi keharusan dalam pemerintahan. Douwes Dekker juga berpendapat bahwa setiap gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan sebagai tujuan akhir. Pendapat tersebut disalurkan dalam majalah Het Tjdschrift serta surat kabar De Espres.
Disisi lain, Douwes Dekker banyak berhubungan dengan pelajar STOVIA yang ada di Jakarta. Sebab, ia menjadi redaktur di Bataviaasch Nieuwsblad, maka tidak mengherankan dia sering memberi kesempatan pada para penulis muda dalam surat kabarnya.
Menurut Suwardi Suryaningrat, meskipun organisasi Indische Partij beranggotakan Indo Belanda dan bumi putera, namun tidak ada kata supremasi Indo Belanda atas bumi putera. Bahkan Suwardi Suryaningrat menghendaki agar dihilangkannya golongan Indo Belanda dan melebur kedalam masyarakat bumi putera.
Pandangan inilah yang kemudian menjadi dasar pendirian Taman Siswa (1922) dan menentang Undang – Undang Sekolah Liar (1933) oleh Suwardi Suryaningrat. Di sisi lain, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo meneruskan perjuangan radikal walaupun ia dibuang bersama Douwes Dekker ke Belanda pada tahun 1913. Selanjutnya, ia dipenjara di Bandung dan dibuang lagi ke Banda. Sebelum Jepang menjajah, ia dibebaskan dan ia meninggal pada tahun 1943.
Tujuan Indische Partij
Tujuan Indische Partij yang tertuang dalam anggaran dasar Indische Partij (Pasal 2), diantaranya :
- Untuk membangun patriotism semua bangsa Hindia kepada tanah air yang telah memberi lapangan hidup kepadanya.
- Menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan.
- Memajukan tanah air Hindia.
- Mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Adapun usaha untuk mencapainya, diantaranya :
- Memeilihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita – cita kesatuan kebangsaan semua bangsa Hindia, meluaskan pengetahuan umum tentang sejarah kebudayaan Hindia, menyatupadankan intelek secara bertahap kedalam golongan – golongan bangsa yang masih hidup bersama dalam keadaan terpisah karena ras dan ras peralihan masing – masing, menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan terhadap diri sendiri.
- Menyingkirkan kesombongan rasial dan keistimewaan ras, baik dalam bidang ketatanegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan, melawan usaha membangkitkan kebencian agama dan sektarisme yang bisa mengakibatkan bangsa Hindia tidak mengenal satu sama lain, dan memajukan kerjasama nasional.
- Memperkuat tenaga bangsa Hindia dengan usaha kemajuan terus menerima dari individu kearah aktivitas yang lebih besar dalam bidang teknik dan kearah penguasaan diri serta pola berfikir dalam bidang kesusilaan.
- Penghapusan ketidaksamaan hak kaum Hindia.
- Memperkuat daya pertahanan bangsa Hindia untuk mempertahankan tanah air dari serangan asing, apabila perlu.
- Mengusahakan unifikasi, perluasan, pendalaman dan Hindianisasi pengajaran, yang didalam semua hal harus ditujukan kepada kepentingan ekonomi Hindia, dimana tidak diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan ras, seks, atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat setinggi – tingginya yang bisa dicapai.
- Memperbesar pengaruh pro-Hindia ke dalam pemerintahan.
- Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat yang lemah ekonominya.
Keanggotaan Indische Partij
Keanggotaan Indische Partij terbuka pada siapa saja tanpa ada pembedaan kelas, jenis kelamin, ras ataupun kasta. Keanggotaan Indische Partij berasal dari golongan bumi putera, golongan Indo Belanda, Tionghoa dan Arab. Keanggotaan Indische Partij tersebar pada 30 cabang dengan jumlah seluruh anggota sebanyak 7.300 orang dengan anggota yang paling banyak adalah dari golongan Indo Belanda, sedangkan anggota bumi putera berjumlah 1.500 orang yang kebanyakan berasal dari golongan terpelajar. Cabang Indische Partij diantaranya Semarang dengan anggota sebanyak 1.300 orang, Surabaya dengan anggota sebanyak 850 orang, Bandung dengan jumlah anggota 700 orang serta Batavia dengan jumlah 654 orang.
Jika dibandingkan dengan organisasi Budi Utomo dan Sarekat Islam, keanggotaan Indische Partij lebih kecil. Diperkirakan perasaan takut untuk masuk dalam organisasi bidang politik pada orang – orang, baik Indo Belanda maupun bumi putera yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Hal ini dikarenakan terdapat pasal yang menjelaskan hal tersebut, seperti tertuang pada pasal 111 Regerings-Reglement (RR) yang berbunyi “Bahwa perkumpulan – perkumpulan atau persidangan – persidangan yang membicarakan soal pemerintah (politik) atau membahayakan keamanan umum dilarang di Hindia Belanda”. Pasal inilah yang menjadi penghalang Indische Partij untuk mengembangkan keanggotaannya.
Perjuangan Indische Partij dalam Memperoleh Badan Hukum
Pada tanggal 25 Desember 1912 dimana diadakan rapat didirikannya Indische Partij ditetapkan pula anggaran dasar organisasi. Selanjutnya anggaran tersebut diajukan ke pemerintah untuk mendapatkan pengesahan menjadi badan hukum. Sikap Gubernur Jenderal Idenberg terhadap didirikannya Indische Partij berbeda dengan Budi Utomo dan Sarekat Islam. Pada saat Budi Utomo dan Sarekat Islam didirikan, Gubernur Jenderal Idenberg bersikap sangat berhati – hati sedangkan sikapnya terhadap didirikannya Indische Partij sangat tegas menolak.
Dengan putusan tertanggal 4 Maret 1913, Gubernur Jenderal Idenberg menolak anggaran dasar Indische Partij dengan alasan “Oleh karena perkumpulan itu berdasar politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum, harus dilarang pendiriannya, menurut pasal 111 RR”.
Dalam rapat yang diadakan pada tanggal 5 Maret 1913, pimpinan Indische Partij memutuskan mengubah pasal 2 tentang tujuan Indische Partij. Setelah dirubah kemudian berbunyi sebagai berikut :
- Memajukan kepentingan anggota di dalam segala lapangan, baik jasmani maupun rohani.
- Menambah kesentosaan kehidupan rakyat di Hindia Belanda.
- Berdaya upaya menghilangkan segala rintangan dan Undang – Undang Negara yang menghalangi terciptanya tujuan, dan
- Minta diadakan undang – undang dan ketentuan – ketentuan yang menunjang tercapainya tujuan.
Pada tanggal 5 Maret 1913, Indische Partij mengajukan untuk kedua kalinya anggaran dasar untuk disahkan pemerintah Belanda. Kemudian pada tanggal 11 Maret 1913, Gubernur Jenderal Idenberg kembali menolak dengan alasan sebagai berikut “Menimbang bahwa perubahan yang diadakan pada pasal 2 anggaran dasar itu, sekali – sekali tidak bermaksud merubah dasar dan jiwa organisasi itu yang sebenarnya, sebagai diterangkan di dalam surat keputusan tanggal 4 Maret 1913 No. 1 maka kenyataan itu adalah jelas dari pada keterangan ketua organisasi, atas pertanyaan Cabang Indramayu yang tertulis di dalam notulen persidangan tanggal 25 Desember 1912 dan dilampirkan di dalam surat permuhonan pucuk pimpinan Indische Partij tanggal 16 Maret 1913. Berhubung dengan itu, pemerintah Hindia Belanda tetap menguatkan surat keputusan 4 Maret 1913”.
Walaupun sudah ditolak, pucuk pimpinan Indische Partij berusaha beraudiensi dengan Gubernur Jenderal Idenberg namun Gubernur Jenderal Idenberg tetap saja pada pendiriannya. Dengan adanya penolakan tersebut, Indische Partij menjadi partai terlarang dan hanya berdiri selama 6 bulan. Meskipun demikian, semangat dan jiwa Indische Partij tetap mendapat tempat para pemimpin pergerakan pada saat itu.
Penangkapan dan Pengasingan
Pada tahun 1813, negara Belanda dikuasai Prancis dan menempatkan Louis Napoleon menjadi raja Belanda. Dalam perang Koalisi VI (1813 – 1814) Rusia, Inggris, Australias, Spanyol, Prusia serta Jerman mengalahkan Napoleon Bonaparte dalam Pertempuran Bangsa – Bangsa di Leipzig pada tahun 1813. Dengan runtuhnya kekuasaan Prancis, Belanda menjadi negara yang merdeka dengan ditandai perjanjian Perdamaian Paris (1814).
Selanjutnya, 100 tahun kemudian dilakukan perencanaan perayaan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda di tanah jajahan yang kemudian memunculkan rasa perasaan ingin mengurangi rasa anti pati dan penghinaan rakyat jajahan. Untuk merealisasikan niat tersebut kemudian didirikanlah Komite Boemi Puetra di Bandung. Tujuan komite ini adalah :
- Mencabut pasal 111 RR
- Membentuk majelis perwakilan rakyat sejati
- Adanya kebebasan berpendapat di tanah jajahan
R.M. Soewardi Soerjaningrat menulis dalam sebuah risalah yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was yang artinya seandainya aku seorang Belanda. Ia menulis
….. Seandainya Aku Seorang Belanda, masih belumlah saya dapat berlaku sekehendak hati saya. Dengan sesungguhnya saya akan mengharap – harap, semoga peringatan hari kemerdekaan itu, di pesta seramai – ramainya, tapi saya tidak akan emnyukai, jika anak – anak negeri dari tanah jajahan ini dibawa – bawa larut berpesta. Saya akan melarang mereka turut bergembira dan bersuka ria di hari – hari keramaian itu, bahkan saya akan meminta dip agar tempar berpesta, agar tidak ada seorang diantara anak – anak negeri yang dapat terlihat, secara apa kita beriang – riang dalam memperingati hari kemerdekaan itu.
…… Sejalan dengan aliran itu, bukan saja tidak adil, tapi terlebih lagi tidak patut, jika anak – anak negeri disuruh menyumbang uang pula untuk turut membelanjai pesta itu. Jika mereka itu telah diperhatikan dengan laku mengadakan pesta kemerdekaan untuk negeri Belanda, sekarang orang bermaksud pula hendak mengosongkan kantong uangnya. Sesungguhnya suatu penghinaan lahir dan batin.
Tulisan tersebut kemudian mendapat reaksi dari pemerintah Belanda. Terjadilah pemeriksaan kepada Tiga Serangkai oleh Kejaksaan Belanda. Dengan menggunakan Exorbitante rechten (hak luar biasa) Gubernur Jendral Idenburg mengeluarkan putusan untuk mengasingkan Tiga Serangkai pada tanggal 18 Agustus 1913. R.M. Soewardi Soerjaningrat diasingkan ke Banda, Tjipto Mangunkusumo ke Kupang, dan Douwes Dekker ke Bengkulu. Dalam putusan Gubernur Jendral Idenburg juga tertera, mereka bebas keluar dari Hindia Belanda. Dengan poin tersebut ketiganya sepakat untuk mengasingkan diri ke negeri Belanda. Mereka berangkat ke Belanda pada tanggal 6 September 1913. Hari keberangkatan Tiga Serangkai kemudian diproklamasikan sebagai “Hari Raya Kebangsaan”.
Dengan diasingkannya ketiga pimpinan Indische Partij, maka secara otomatis organisasi ini fakum dan tidak berperan dalam pergerakan nasional. Namun ternyata selama pengasingan di Belanda, Tiga Serangkai sangat berpengaruh terhadap para mahasiswa yang ada di Belanda.
Meskipun usia Indische Partij tergolong pendek, namun semangat dari Indische Partij sangat berpengaruh dari waktu ke waktu. Terlebih tujuan Indische Partij yang menginginkan adanya satu kesatuan penduduk multirasial. Tujuan organisasi ini benar – benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah Belanda.