Sejarah Singkat Candi Cetho Karanganyar

Rahmad Ardiansyah

 

Candi Cetho terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Nama “Cetho” berasal dari bahasa Jawa yang berarti jelas. Jelas yang dimaksud bisa berarti posisinya yang diatas gunung yang bisa melihat jelas di ketinggian tanpa terhalang selain itu jelas juga bisa diartikan sebagai tempat penjelasan spiritual atau sebagai tempat pencerahan.

Tempat ini dimanfatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat pemujaan atau tempat ziarah. Candi Cetho ditemukan oleh Van de Vlies pada tahun 1842. Candi ini diperkirakan berusia tidak jauh berbeda dari Candi Sukuh yang berdekatan dengan Candi Cetho. Kompleks candi ketika ditemukan pertama kali berupa reruntuhan 14 teras atau punden berundak memanjang dari barat ke arah timur. Pada tahun 1970, Sudjono Humardani seorang asisten Suharto merekonstruksi candi ini, meskipun konsep punden berundak tetap dipertahankan. Beberapa obyek yang ada sekarang yang dianggap tidak original diantaranya gapura pada bagian komplek, bangunan pertapaan dari kayu, patung – patung Sabdapalon, Nayagenggong, Brawijaya V, Phallus, serta bangunan berbentuk kubus yang berada di punden. Pada masa pemerintahan Bupati Rina Iriani, ia menempatkan arca Dewi Saraswati pemberian dari Kabupaten Gianyar dan ditempatkan di bagian timur komplek candi terletak di punden lebih tinggi dari bangunan kubus. Apabila dilihat sekilas Candi Cetho mirip dengan Chichen Itza atau bangunan suci bangsa Maya.

Kompleks Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkat berundak. Terdapat dua arca penjaga yang bertempat sebelum gapura besar berbentuk candi bentar. Aras pertama yang terletak di belakang gapura merupakan halaman candi, aras kedua juga berupa halaman dan aras ketiga terdapat petilasan dari Ki Ageng Krincingwesi, yang dianggap leluhur dari masyrakat Dusun Ceto. Di dinding gapura sebelah kanan terdapat sebuah inskripsi yang bertuliskan aksara Jawa Kuno yang berbunyi Pelling Padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku. Arti dari tulisan tersebut adalah fungsi dari candi menyucikan diri atau ruwat dan penyebutan tahun gapura adalah 1397 Saka (1475 M).

Pada teras ke tujuh ada sebuah tatanan batumendatar pada permukaan tanah yang berbentuk kura – kura raksasa, surya Majapahit. Kura – kura melambangkan penciptaan alam sedangkan arca penis merupakan penggambaran penciptaan manusia. Ada juga penggambaran hewan seperti mimi, katak serta ketam. Di aras yang ke delapan terdapat sebuah arca phallus atau kuntobimo pada sisi utara serta arca Prabu Brawijaya V yang digambarkan dalam bentuk Mahadewa. Pemujaan terhadap arca – arca ini merupakan wujud dari rasa syukur atas kesuburan tanah yang di berikan pada manusia. Yang terakhir aras ke sembilan atau aras yang tertinggi adalah tempat untuk memanjatkan doa. Pada aras ke sembilan ini terdapat sebuah batu berbentuk kubus.

Peta Candi Cetho

Bagikan:

Tags

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Kota Semarang dan kontributor Modul Pembelajaran MGMP Sejarah Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah