Drama Calon Arang banyak dipentaskan di Bali, namun tahukah anda sebenarnya cerita Calon Arang berasal dari Jawa. Tepatnya dari daerah Kediri. Cerita Calon Arang bersumber pada lontar bertarikh 1540 M berbahasa Kawi atau Jawa Kuno, dengan kode LOR 5387/5279 yang tersimpan di perpustakaan nasional. Cerita Calon Arang secara turun – temurun dipertahankan dalam tradisi lisan yang menggambarkan adanya kutukan dari Calon Arang, seorang janda jahat tukang teluh (ilmu hitam untuk mencelakakan orang lain). Diceritakan Calon Arang berasal dari desa terpencil bernama Girah. Ia adalah seorang janda dengan anak perempuan yang sangat cantik bernama Ratna Manggali. Berkat kecantikannya, banyak pemuda desa yang terpikat olehnya namun tidak berani meminang karena Calon Arang, ibunya, adalah seoarang janda jahat yang suka menebar teluh.
Dari anggapan warga inilah kemudian Ratna Manggali dianggap sebagai perempuan yang tidak laku. Mendengar gunjingan tersebut, Calon Arang marah dan meneluh seluruh warga Desa Girah. Raja Airlangga sebagai raja dari wilayah Kediri dan Desa Girah kemudian turun tangan dan meminta Mpu Baradah untuk menghabisi Calon Arang sebagai biang keladi dari kekacauan di Desa Girah. Calon Arangpun mati di tangan Mpu Baradah setelah sebelumnya sempat moksa dan menjelma sebagai durga.
Cerita Calon Arang memiliki berbagai versi sebagai contoh di Bali Calon Arang yang dipentaskan menjadi sendratari menjadikan cerita sedikit berubah dari tokoh antagonis menjadi simbol perlawanan kaum perempuan. Dalam sendratari Bali pada pembahasan Calon Arang, memberikan posisi bukan lagi menjadi korban dan dikorbankan, melainkan simbol perlawanan perempuan tanpa mahkota. Pemeran drama sendratari Calon Arang di Bali menampilkan tarian yang luwes dan bertenaga khas Bali. Untuk menambah dramatis penampilan Calon Arang menggunakan topeng berwujud leak dengan kukunya yang menjuntai panjang.
Sendratari Calon Arang tidak hanya sekedar pementasan sendratari, namun didalamnya terkandung nilai perlawanan perempuan yang terobsesi maskulinisme. Calon Arang tidak melulu menjadi tradisi yang sakral dan ajeg, tetapi bisa menjadi tontonan bersifat menghibur.