Prasasti Kedukan Bukit mulai ditemukan pada tanggal 29 November tahun 1920 oleh seseorang bernama M. Batenburg di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Kota Palembang – Sumatra Selatan, sedangkan lokasi penemuannya lebih tepat di sekitar Sungat Tatang dimana aliran airnya mengarah ke Sungai Musi. Prasasti ini rupanya mempunyai ukuran cukup kecil dan sampai sekarang masih dijaga dan dilestarikan untuk menjaga identitas aslinya sebagai saksi bisu atas kehidupan yang terjadi di masa lalu.
Ukuran prasasti kedukan bukit sekitar 45 cm x 80 cm dan menggunakan aksara Pallawa serta berbahasa Melayu Kuno. Selain itu, isinya menjelaskan seputar seorang utusan dari Kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang dan mengadakan Sidhayarta atau perjalanan suci dengan memakai sebuah perahu. Ia juga didampingi 2000 pasukan dalam perjalanan tersebut dan mampu menaklukkan kawasan tertentu dan prasasti ini hingga kini masih tersimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta sebagai salah satu benda bersejarah.
Sementara itu, pada baris ke-8 dari prasasti tersebut menampilkan unsur penanggalan tetapi di bagian akhir telah hilang dan seharusnya diisi dengan menggunakan format bulan penemuannya. Berdasarkan informasi yang beredar di situs Telaga Batu bahwa J.G de Casparis dan M. Boechari diisi memakai nama bulan Asada dan penanggalan prasasti itu semakin detail, tepatnya hari ke-5 paro terang bulan Asada atau bertepatan pada tanggal 16 Juni tahun 682 masehi, sedangkan George Coedes menilai bahwa Siddhayatra mempunyai arti khusus tetapi juga bisa sebaliknya.
Melalui prasasti kedukan bukit berhasil memberikan data bahwa Dapunta Hyang yang berangkat dari Minanga mampu menaklukkan wilayah yang merupakan lokasi penempuan prasasti ini, yaitu Sungai Musi di Sumatra Selatan. Kemudian, persamaan bunyi yang ada rupanya menimbulkan spekulasi bila Minanga Tamwan adalah Minangkabau yakni kawasan pegunungan di tepi Sungai Batanghari, namun juga muncul pendapat lainnya mengenai hal tersebut yang berasal dari pihak tertentu dan mengetahui sejarahnya.
Beberapa pihak menilai bahwa Minanga berbeda dengan Melayu maupun dua kawasan tersebut yang mampu ditaklukkan Dapunta Hyang. Sejarawan lainnya berpendapat bila Minanga Tamwan adalah pertemuan antara dua sungai lantaran tawan mempunyai arti pertemuan dari Sungai Kampar Kiri serta Sungai Kampar Kanan di Provinsi Riau, sedangkan lokasi tersebut adalah kawasan yang berada di Candi Muara Tikus.