Strategi Pembelajaran Afektif

Rahmad Ardiansyah

A.    Strategi Pembelajaran Afektif

Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetai juga bertujuan untuk mencapai dimensi lainya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit di ukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Strategi Pembelajaran Afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan psikomotor. Afektif
berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh sebab itu menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam diri siswa. Dalam batasan tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai kepada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Apabila menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru disekolah kita tidak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan bahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan guru dalam keluarga dan lingkungan sekitar.            

Strategi pembelajaran afektif pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematis, dan pengajar dapat membina dalam menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan tingkat nilai kemampuan masing-masing.  Dalam pengaplikasian terhadap pembelajaran yang diberikan guru, dalam pemberian contoh terhadap yang diberikan guru hendaknya siswa difasilitasi dengan lingkungan yang baik, saya lihat sebagian sekolah, bahwasanya lingkungan sekitar sekolah tidak nyaman untuk melakukan pembelajaran yang afektif, dan juga lingkungan masyarakat, maka dari itu pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan.            

Misalnya ketika anak diajarkan tentang keharusan bersifat jujur dan disiplin, maka sifat tersebut akan sulit diinternalisasi manakala lingkungan diluar sekolah anak banyak melihat prilaku-prilaku ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan. Walaupun guru sekolah begitu keras menekankan pentingnya sikap tertib berlalu lintas.            

Maka sikap tersebut akan sulit diadopsi oleh anak manakala ia melihat begitu banyak orang-orang yang melanggar lalu lintas, demikian juga walaupun disekolah guru-guru menerangkan dan menegaskan perlunya bagi anak untuk bekata sopan dan halus disertai contoh prilaku guru, akan tetapi sifat itu sulit diterima oleh anak manakala diluar sekolah begitu banyak manusia yang berkata kasar dan tidak sopan.

B.     Tingkatan dan Karakteristik Ranah Afektif   

Tingkatan            

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.

1.      Tingkat receiving            
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

2.      Tingkat responding            
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.

3.      Tingkat valuing            
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.

4.      Tingkat organization            
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.

5.      Tingkat characterization            
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

Karakteristik Ranah Afektif            

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik  merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

1.     Sikap           
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan  sebagainya.            

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2.     Minat            
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk:

  • mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
  • mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
  • pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
  • menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
  • mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
  • acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
  • mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
  • bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
  • meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

3.     Konsep Diri            
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.            

Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.

  • Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
  • Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
  • Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
  • Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
  • Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
  • Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
  • Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
  • Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
  • Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
  • Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
  • Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
  • Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
  • Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
  • Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
  • Peserta didik mampu menilai dirinya.
  • Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
  • Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

4.     Nilai            
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.            

Definisi lain tentang nilai, yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

5.     Moral            
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah:

  • Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
  • Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
  • Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
  • Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

C.   Model Strategi Pembelajaran Afektif.

Menurut Wina Sanjaya (2006), ada 3 model strategi pembelajaran yaitu

1. Model Konsiderasi, dikembangkan oleh Mc, Paul yang menekankan bahwa model ini merupakan strategi pembelajaran yg dapat membentuk kpribadian. Salah satu implementasinya yakni mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya. Implementasi model konsideransi guru dapat mengikuti tahapan pembelajaran  seperti dibawah ini :

a)      Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari.
b)      Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melihat bukan hanya dengan tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut.
c)      Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi.
d)     Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respon yang diberikan siswa.
e)      Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa.
f)       Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari sudut pandang (interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g)      Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.

2.      Model Pengembangan Kognitif oleh Lawrence KohlBerg, berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur . Menurut Kohlberg, moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2 tahap, yaitu :
a)      Tingkat Prakonvensional. Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya, pertimbangan moral didasarkan pada pandangannya secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat prakonvesional ini terdiri atas dua tahap, yaitu : tahap pertama  adalah Orientasi Hukum dan Kepatuhan dan tahap kedua Orientasi Instrumental Relatif.
b)      Tingkat Konvensional Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu masyarkat. Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa perilaku itu harus sesuai dengan norma – norma dan aturan yang berlaku dimasyarakat. Pada tingkatan ini mempunyai 2 tahap, yaitu : keselarasan interpersonal serta tahap sistem sosial dan kata hati.
c)      Tingkat Postkonvensional Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma – norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasarkan oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai – nilai yang dimilikinya secara individu. Pada tingkatan ini juga terdiri dari dua tahap, yaitu : tahap kontrak sosial dan tahap prinsip etis yang universal.

3. Teknik Mengklarifikasi Nilai dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan yang dianggap proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

Manfaat pembelajaran Afektif

Bahwa pembelajaran ini sangat perlu karena  :
1)      Mengajak siswa untuk mengklarifikasi dan mengungkap dirinya
2)      Membina, meningkatkan serta mengembangkan masalah afeksi melalui cara yang wajar dan sesuai dengan potensi diri yang bersangkutan.
3)      Membawakan dunia emosional/afeksi dalam pembelajaran serta melatih siswa untuk melakoninya sehingga dapat mengalami sendiri.
4)      Melatih dan membina perbaikan kehidupan/sosial (social and life
ajustment).
5)      Membentuk dan mengembangkan sikap – sikap konstruktif positif.
6)      Menanamkan nilai/sistem nilai yang utama/esensial serta melestarikanya.
7)      Membina tata cara pemahaman (understanding) moral dan perilaku
seseorang dengan kajian sistem nilai.
8)      Membina kesadaran akan : perlunya nilai/moral, kebaikan tentang sesuatu (a set of..) nilai dan mendorong keinginan untuk menganut serta
melaksanakannya.
9)       Pembinaan dan pengembangan kepribadian anak (Personaliti/Ego development).            

Dari ungkapan kegunaan dan tujuan di atas jelas kiranya bagi kita terutama para guru bahwa penanaman sikap, moral dan nilai tidak boleh dilaksanakan secara verbalisme melainkan harus meresap pada diri yang bersangkutan.

D.    Kesulitan Dalam Pembelajaran Afektif dan Cara mengatasi Kesulitan dalam Pembelajaran Afektifas

a. Kesulitan

Disamping aspek pembentukan kemampuan intelektual untuk membentuk kecerdasan peserta didik dan pembentukan keterampilan untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik memiliki kemampuan motorik, maka pembentukan sikap peserta didik merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya. Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan dan memberikan keterampilan akan tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap agar anak berperilaku sesuai dengan norma – norma yang berlaku dimasyarakat.Hal ini disebabkan proses pembelajaran dan pembentukan akhlak memiliki beberapa kesulitan.

Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual (kemampuan kognitif). Kedua, sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembisaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh guru, akan tetapi juga faktor – faktor lain. Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dari pembentukan sikap baru dapat dilihat pada rentang waktu yang panjang. Keempat, pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka  pilihan program acara, berdampak pada pembentukan karakter anak. Tidak bisa kita pungkiri, program – program televisi.

b.     Cara mengatasi    

Dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran afektif diatas terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan agar kesulitan-kesulitan tyersebut dapat diminimalisir dan bahkan diatasi dengan baik. Cara-cara mengatasinya adalah :            

Pertama, Pendidikan yang ada selama ini sesuai dengan kurikulum yang digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual anak dari pada kemampuan afektif, akan tetapi kemampuan dalam bersikap pun tidak kalah penting harus dimiliki anak, untuk apa memiliki generasi muda yang pintar akan tetapi perilakunya tidak mencerminkan orang yang memiliki Pendidikan agama dan kewarganegaraan sampai saat ini merupakan pendidikan yang wajib diberikan pada anak didik, karena dengan pendidikan agama dan moral dapat mengontrol perilaku anak agar tidak cepat terjerumus pada perilaku yang buruk tetapi sangat popular, akibat kemajuan zaman dan teknologi. Kesadaran yang harus dimiliki diri anak yang sangat baik ditanamkan sejak dini adalah sesuatu sikap yang sangat tepat dalam memfilter perilaku anak, anak akan memahami cara berperilaku saat anak mampu membedakan mana sikap yang baik dan mana sikap yang buruk bagi dirinya.

            Kedua, Peran dari guru dan orang tua serta lingkungan sangat menentukan perilaku yang akan dikeluarkan atau dicontoh oleh siswa. Guru mampu memberikan pembelajaran yang intelektual dan juga memiliki nilai sikap yang baik, contohya saat guru mengajarkan bagaimananya caranya bersikap pada pengemis, pemulung, orang tua, dan lain sebagainya. Guru pun dapat memberikan praktek melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan masyarakat orang tua yang harus menjadi contoh bagi anaknya, tanamkan ilmu agama dan moral dari anak berusia dini, serta berikan perhatian dan penjelasan yang ringan mengenai akhlaq manusia yang baik, dan kemukakan beberapa contoh suri tauladan seperti akhlaq Nabi Muhammad SAW. Orang tua juga memberikan contoh praktek bersikap yang baik didepan anak-anaknya, agar anak bangga dan mencontohnya.            

Ketiga, Pembentukan sikap bukan untuk dinilai akan tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, apabila pembentukan sikap yang dilakukan guru dan orang tua serta lingkungan berpengaruh baik pada anak maka kehidupan anak akan terjamin aman dan jauh dari kekacauan. Sebaliknya bila pembentukan sikap kurang optimal pada anak maka perilaku anak akan mudah tergantikan dengan perilaku yang datang silih berganti, membuat perilaku anak sulit terkontrol dan berakibat buruk bagi anak tersebut.            

Keempat, Pengaruh kemajuan teknologi dapat diatasi dengan pengawasan yang baik dari orang tua dan guru, berikan pengertian bahayanya kemajuan teknologi dengan menggunakan bahasa yang komunikatif tanpa gaya yang memaksa ataupun nada kasar. Kedekatan orang tua dan anak sangat banyak membantu dalam mengotrol sikap anak dalam menerima kemajuan teknologi yang ada, berikan anak kebebasan yang bertanggung jawab, berikan kepercayaan terhadap anak bahwa anak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya sendiri.

E.     Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif            

Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.yaitu: Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen: (a) sikap, (b) minat, (c) konsep diri, (d) nilai, dan (e) moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen-penilaian afektif, yaitu:

  1. menentukan spesifikasi instrumen
  2. menulis instrumen menentukan skala instrumen
  3. menentukan pedoman penskoran
  4. menelaah instrumen
  5. merakit instrumen
  6. melakukan ujicoba
  7. menganalisis hasil ujicoba
  8. memperbaiki instrumen
  9. melaksanakan pengukuran
  10. menafsirkan hasil pengukuran

1. Spesifikasi instrumen            
Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen: (a) sikap, (b) minat, (c) konsep diri, (d) nilai, dan (e) moral.

a. Instrumen sikap            
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.

b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.

c. Instrumen konsep diri            
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.

d. Instrumen nilai            
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.

e. Instrumen moral            
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu: (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen.           

Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen.

2. Penulisan instrumen            
Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut.

a. Instrumen sikap            
Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner. Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini. Contoh indikator sikap terhadap mata
pelajaran matematika misalnya.

  • Membaca buku matematika
  • Mempelajari matematika
  • Melakukan interaksi dengan guru matematika
  • Mengerjakan tugas matematika
  • Melakukan diskusi tentang matematika
  • Memiliki buku matematika

Contoh pernyataan untuk kuesioner:

  • Saya senang membaca buku matematika
  • Tidak semua orang harus belajar matematika
  • Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
  • Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
  • Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
  • Memiliki buku matematika penting untuk semua peserta didik

b. Instrumen minat            
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek. Contoh indikator minat terhadap pelajaran matematika:

  • Memiliki catatan pelajaran matematika.
  • Berusaha memahami matematika
  • Memiliki buku matematika
  • Mengikuti pelajaran matematika

Contoh pernyataan untuk kuesioner:

  • Catatan pelajaran matematika saya lengkap
  • Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
  • Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran matematika
  • Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
  • Saya senang mengerjakan soal matematika.
  • Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika

c. Instrumen konsep diri            
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran. Contoh indikator konsep diri:

  • Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami
  • Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran
  • Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit
  • Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik

Contoh pernyataan untuk instrumen:

  • Saya sulit mengikuti pelajaran matematika
  • Saya mudah memahami bahasa Inggris
  • Saya mudah menghapal suatu konsep.
  • Saya mampu membuat karangan yang baik
  • Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
  • Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
  • Saya mampu membuat karya seni yang baik
  • Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.

d. Instrumen nilai            
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.            

Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya. Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan.            

Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan. Contoh indikator nilai adalah:

  • Memiliki keyakinan akan peran sekolah
  • Menyakini keberhasilan peserta didik
  • Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
  • Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat

Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:

  • Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan.
  • Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
  • Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
  • Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat.
  • Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
  • Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya.

            Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.

e. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh  indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:

  • Memegang janji
  • Memiliki kepedulian terhadap orang lain
  • Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
  • Memiliki Kejujuran

Contoh pernyataan untuk instrumen moral

  • Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.
  • Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya.
  • Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.
  • Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.
  • Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.
  • Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
  • Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
  • Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya.
  • Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.
  • Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.

3. Skala Instrumen Penilaian Afektif
Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik. Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah

NoPernyataan7654321
1.Saya senang belajar Sejarah
2.Pelajaran sejarah bermanfaat
3.Saya berusaha hadir tiap ada jam pelajaran sejarah
4.Saya berusaha memiliki buku pelajaran Sejarah
5.Pelajaran sejarah membosankan
6.Dst.

Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika

NoPernyataanSSSTSSTS
1.Pelajaran matematika bermanfaat
2.Pelajaran matematika sulit
3.Tidak semua harus belajar matematika
4.Pelajaran matematika harus dibuat mudah
5.Sekolah saya menyenangkan
6.Dst.

Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS: Sangat tidak setuju

Contoh skala beda Semantik: Pelajaran ekonomi

abcdefgh
MenyenangkanMembosankan
SulitMudah
BermanfaatSia-sia
MenantangMenjemukan
BanyakSedikit
Dst.Dst

4. Sistem penskoran            
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat
peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.

5. Telaah instrumen            
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah:
a) butir pertanyaan/pernyataan sesuai dengan indikator,
b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar,
c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias,
d) format instrumen menarik untuk dibaca,
e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan
f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.            

Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen. Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif. Contoh pertanyaan yang bias:            

Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua? Contoh pertanyaan yang tidak bias:            

Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua? Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, yaitu:

  • Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden
  • Pertanyaannya jangan samar-samar
  • Hindari pertanyaan yang bias.
  • Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.

            Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.

6. Merakit instrumen            
Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya.

7. Ujicoba instrumen            
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu
diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat. Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang.

8. Analisis hasil ujicoba            
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan / pernyataan. Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda.  Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik.            

Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.

9. Perbaikan instrumen            
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.

10. Pelaksanaan pengukuran            
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.

11. Penafsiran hasil pengukuran            
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:  Sangat setuju = 4;  Setuju = 3;  Tidak setuju = 2;  Sangat tidak setuju = 1. Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif: Sangat setuju = 1;  Setuju = 2;  Tidak setuju = 3;  Sangat tidak setuju = 4            

Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu. Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan, dengan rentang skor 10 –40.

No.Skor Peseta DidikKategori Sikap/ Minat
1.Lebih besar dari 35Sangat tinggi/Sangat baik
2.28 sampai 35Tinggi/Baik
3.28 sampai 35Rendah/Kurang
4.Kurang dari 20Sangat rendah/Sangat kurang

Keterangan Tabel 1:

  1. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
  2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
  3. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
  4. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang  adalah kurang dari 20.

Tabel 2 Kategorisasi sikap atau minat kelas

No.Skor Rata – Rata KelasKategori Sikap/ Minat
1.Lebih besar dari 35Sangat tinggi/Sangat baik
2.28 sampai 35Tinggi/Baik
3.28 sampai 35Rendah/Kurang
4Kurang dari 20Sangat rendah/Sangat kurang

Keterangan:

  1. Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi jumlah peserta didik di kelas ybs.
  2. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
  3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
  4. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
  5. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang  adalah kurang dari 20.

Pada Tabel 1 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka peserta didik harus berusaha meningkatkan sikap minatnya dengan bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya. Tabel 2 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran.  Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik.

C. Observasi            
Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan demikian informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan lebih tepat.

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Guru Sejarah di SMAN 13 Semarang sekaligus penghobi blog. Lulusan Pendidikan Sejarah UNNES, admin web mgmpsejarahsmg.or.id dan menjadi salah satu penulis LKS di Modul Pembelajaran MGMP Sejarah SMA Kota Semarang.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah