Pasca Portugis menemukan wilayah Maluku, perdagangan rempah-rempah di wilayah Nusantara oleh bangsa Barat semakin meluas. Dalam waktu singkat, Kota Lisabon, Portugis, berkembang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di wilayah Eropa. Hal ini menguntungkan Inggris dapat karena Inggris dapat mengambil keuntungan besar dalam perdagangan rempah-rempah sebab Inggris diperbolehkan membeli rempah-rempah secara bebas dan dengan harga murah di Lisabon. Rempah-rempah tersebut kemudian diperdagangkan di Eropa Barat, bahkan sampai di Eropa Utara. Namun karena Inggris terlibat konflik dengan Portugis sebagai bagian dari Perang Delapan Puluh Tahun, Inggris mulai kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah dari Lisabon. Hal ini memaksa Inggris untuk berusaha mencari sendiri negara penghasil rempah-rempah.
Mulai abad ke-17 M pedagang dari Inggris telah berdagang sampai ke daerah India. Pedagang – pedagang tersebut mendarat di India Timur dan mendirikan kongsi dagang bernama East India Company (EIC) pada tahun 1600. Daerah operasi EIC di India pusatnya di Kalikut, India. Dari kota inilah kemudian Inggris meluaskan wilayahnya ke Asia Tenggara. Para pedagang Inggris ini pada abad ke18 M sudah banyak berdagang di Indonesia dan menjadi saingan VOC (Belanda), bahkan sejak Belanda menjadi sekutu Prancis, Inggris selalu mengancam kedudukan Belanda di Indonesia. Di bawah kepemimpinan Jenderal Lord Minto (berkedudukan di Kalkuta) dibentuk sebuah ekspedisi Inggris untuk merebut daerah-daerah kekuasaan Belanda di Indonesia.