Ada banyak hal yang simpang siur mengenai keberadaan Sunan Ngudung. Beliau dipercaya sebagai ayah dari Sunan Kudus. Dalam beberapa cerita bahkan menyebutkan bahwa beliau merupakan Senopati di Kerajaan Demak sekaligus imam besar Masjid Demak (1521-1524) yang gugur ketika melawan Kerajaan Majapahit. Beliau memiliki julukan Penghulu Rahamatullah di Undung atau Ngudung sehingga orang – orang menyebutnya sebagai Sunan Ngudung.
Versi lain menyebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah putra dari Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim. Dengan kata lain, beliau masih memiliki hubungan darah dengan Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Sunan Ngudung menikah dengan Nyi Ageng Maloka putri dari Sunan Ampel. Dari perkawinan tersebut lahirlah Raden Amir Haji dengan nama lain Jakfar Shadiq atau Sunan Kudus.
Riwayat menyebutkan, setelah Sunan Ampel meninggal, para santrinya memutuskan untuk menyerang Majapahit. Hal ini disebabkan pada saat itu Brawijaya V selaku raja Majapahit diserang oleh Girindrawardhana, anak dari Wikramawardhana yang meminta haknya atas takhta Majapahit. Brawijaya V akhirnya kalah dan posisi raja Majapahit dipegang oleh Girindrawardhana yang berpusat di Daha Kediri.
Menurut Raden Mas Sahid (nama kecil Sunan Kalijaga), keberadaan raja Majapahit toh tidak menghalangi dakwah Islam. Adipati Demak Bintara, Raden Patah bahkan masih menyerahkan upeti kepada raja Majapahit. Raden Patah yang melihat kekalahan ayahnya Brawijaya V kemudian membalaskan dendam dengan menyerang Majapahit.
Berbondong – bondong santri Sunan Ngudung dan pemimpin agama lainnya untuk menyerang Majapahit. Adik Raden Patah, Adipati Terung, Raden Kusen, menghindar dari tugas Majapahit untuk meredam pemberontak tersbut. Dalam penyerangan kedua, penyerangan hanya dipimpin oleh Sunan Ngudung bersama anaknya Sunan Kudus sesuai dengan keputusan para ulama hingga akhirnya dapat merebut kota Majapahit. Perpindahan kekuasaanpun terjadi dari Majapahit ke Demak.
Kematian Sunan Ngudung
Naskah Babad Demak atau Babad Majapahit lan Para Wali menyebutkan bahwa Sunan Ngudung tewas ketika melakukan penyerangan kepada Kerajaan Majapahit. Perang ini terjadi pada tahun 1478 yang ditujukan untuk menegakkan keadilan karena pada saat itu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi diserang Girindrawardhana yang ditandai dengan candrasengkala Sirna Ilang Kertaning Bumi atau 1440 Saka / 1478 M. Ketika diserang, Brawijaya V melarikan ke Gunung Lawu dan dikabarkan moksa di tempat tersebut bersama pengikutnya.
Sunan Ngudung diangkat sebagai Senopati atau panglima perang menghadapi Raden Kusen, anak tiri dari Raden Patah yang menjabat sebagai adipati Terung (daerah dekat Krian, Sidoarjo). Raden Kusen merupakan seorang muslim namun tetap membela Majapahit karena ketaatannya. Dalam pertempuran tersebut Sunan Ngudung wafat dan jabatan senopati kemudian dijatuhkan kepada Sunan Kudus. Dibawah kepemimpinannya, Sunan Kudus mampu mengalahkan Majapahit.
Tahun Kematian Sunan Ngudung
Menurut prasasti Trailokyapuri, diketahui bahwa Majapahit runtuh bukan karena diserang Kerajaan Demak, melainkan perang saudara antara Bhre Kertabhumi dan Girindrawardhana. Namun, siapa raja Majapahit pada saat itu tidak disebutkan dengan jelas. Pararaton menyebutkan bahwa raja terakir Majapahit adalah Girindrawardhana yang telah mengalahkan raja sebelumnya yaitu Bhre Kertabhumi atau Brawijaya V yang menyelamatkan diri ke Gunung Lawu.
Setelah penyerangan Girindrawardhana inilah, Raden Patah mengumpulkan bala tentara untuk mengalahkan Girindrawardhan yang telah mengalahkan ayahnya, Bhre Kertabhumi atau Brawijaya V. Namun pada serangan pertama tersebut Demak mengalami kekalahan. Para wali kemudian menyarankan agar Raden Patah menyelesaikan pembangunan Masjid Demak terlebih dahulu.
Pada tahun 1418 Demak menyerang Majapahit lagi. Pada penyerangan kali ini pasukan Demak menang dan Majapahit takluk dibawah Kerajaan Demak. Pada tahun 1478 Raden Fatah dilantik menjadi Sultan Demak.
Disisi lain, naskah hikayat Hasanuddin menyebutkan bahwa pada tahun 1524 imam Masjid Demak bernama Rahmatullah tewas ketika memimpin penyerangan ke Majapahit. Tokoh ini kemungkinan besar adalah Sunan Ngudung, sehingga dapat disimpulkan bahwa Sunan Ngudung wafat pada tahun 1524 dan bukan 1478 apabila merujuk naskah babad tersebut.