Peradaban Lembah Sungai Indus
Lokasi
Peradaban Lembah Sungai Indus terletak di kota Harappa & kota Mohenjodaro. Diperkirakan bahwa kota Mohenjodaro merupakan ibukota peradaban lembah sungai Indus bagian selatan dan kota Harappa adalah ibukota bagian utara. Kota Mohenjodaro sudah mengenal sistem tata kota. Bangunan di wilayah ini sudah tersusun rapi dengan dibagi atas beberapa blok. Tiap – tiap blok berbentuk persegi panjang dan dibagi oleh lorong – lorong yang sama dan saling berpotongan. Selain itu,di setiap lorong dan jalan telah dilengkapi dengan saluran air,sebagai tempat pembuangan air dari rumah ke sungai. Masyarakat wilayah itu selalu menjaga kebersihan saluran tersebut sehingga saluran tersebut berfungsi dengan baik.
Perkembangan Teknologi
Peradaban Lembah Sungai Indus merupakan peradaban yang cerdas dan maju dalam hal teknologi. Salah satu buktinya adalah dalam bidang agraris. Masyarakat peradaban lembah sungai Indus tahu bahwa daerah mereka mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mata pencaharian utama mereka adalah dalam bidang agraris. Kemudian mereka mulai membuat sistem irigasi dari daerah tepi sungai ke dalam daerah pedalaman. Selain itu,dari poin sebelumnya dijelaskan bahwa masyarakat peradaban lembah sungai Indus telah mengenal sistem tata kota. Dalam bidang kesehatan masyarakat peradaban Lembah Sungai Indus telah memperhatikan kesehatan lingkungannya. Hal tersebut dibuktikan dalam sistem tata kota mereka dimana setiap bangunan rumah dilengkapi dengan jendela yang lebar dan langsung berhubungan dengan udara bebas,sehingga sistem pergantian udara cukup lancar. Kemudian rumah mereka juga dilengkapi dengan saluran limbah rumah tangga dan jamban yang langsung dihubungkan dengan saluran bawah tanah yang menuju sungai. Selain hal diatas tadi peradaban Lembah Sungai Indus juga sudah bisa membuat perhiasan,karya seni, dan senjata.
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut oleh peradaban Lembah Sungai Indus adalah sistem kerajaan,dimana pemimpin dari pemirintahan adalah seorang Raja. Berikut adalah raja – raja yang pernah memimpin kerajaan Maurya yang merupakan kerajaan yang berkuasa pada masa itu :
1) Candragupta Maurya
Setelah berhasil menguasai Persia, pasukan Iskandar Zulkarnaen melanjutkan ekspansi dan menduduki India pada tahun 327 SM melalui Celah Kaibar di Pegunungan Himalaya. Pendudukan yang dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai di daerah Punjab. Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah Iskandar Zulkarnaen meninggal tahun 323 SM, pasukannya berhasil diusir dari daerah Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya dengan ibu kota di Pattaliputra. Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke arah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian dari kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai daerah yang sangat luas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan Lembah Sungai Gangga di sebelah timur.
2) Ashoka
Ashoka memerintah.Kerajaan Maurya dari tahun 268-232 SM. Ashoka merupakan cucu dari Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasainya. Namun, setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul penyesalan dan tidak lagi melakukan peperangan. Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi kemudian menjadi pengikut agama Buddha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Setelah Ashoka meninggal, kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil mempersatukan kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah Kerajaan Gupta dengan Candragupta I sebagai rajanya.
Kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme atau memuja banyak dewa. Dewa-dewa tersebut misalnya dewa bertanduk besar,dan dewa perempuan yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran disebut Dewi
Runtuhnya Peradaban Lembah Sungai Indus
Beberapa teori menyatakan bahwa jatuhnya peradaban Mohenjodaro- Harappa disebabkan karena adanya kekeringan yang diakibatkan oleh musim kering yang amat hebat serta lama. Atau mungkin juga disebabkan karena bencana alam berupa gempa bumi ataupun gunung meletus, mengingat letaknya yang berada di bawah kaki gunung. Wabah penyakit juga bisa dijadikan salah satu alasan punahnya peradaban Mohenjodaro-Harappa. Tetapi, satu hal yang amat memungkinkan menjadi penyebab runtuhnya peradaban Mohenjodaro-Harappa ialah adanya serangan dari luar. Diduga, serangan ini berasal dari bangsa Arya.
Mereka menyerbu, lalu memusnahkan seluruh kebudayaan bangsa yang berbicara bahasa Dravida ini. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan pada kitab Weda. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa bangsa yang dikalahkan itu ialah Dasyu atau yang tidak berhidung. Dugaan tersebut didasarkan atas anggapan bahwa orang-orang yang mereka taklukkan adalah orang-orang yang tidak suka berperang. Hal ini bisa dilihat dari teknologi persenjataan yang kurang baik, misalnya dari kualitas ujung tombak maupun pedang mereka. Bukti-bukti yang lain adalah adanya kumpulan tulang belulang manusia yang terdiri atas anak-anak dan wanita yang berserakan di sebuah ruangan besar dan di tangga-tangga yang menuju tempat pemandian umum ataupun jalanan umum.
Bentuk dan sikap fisik yang menggeliat, mengindikasikan adanya serangan, apalagi jika melihat adanya bagian tulang leher yang terbawa ke bagian kepala, ketika kepala itu terlepas dari tubuh. Sejak 1500 SM, peradaban Mohenjodaro-Harappa runtuh, tidak lama setelah bangsa Arya itu memasuki wilayah India lewat Iran. Sejak saat itu, dimulailah masa baru dalam perkembangan kebudayaan India di bagian utara.
Peninggalan Kebudayaan
Ada 2 jenis peninggalan peradaban lembah sungai Indus yang telah ditemukan yaitu :
1) Arca
Di kota Mohenjo-Daro ditemukan arca seseorang pendeta berjanggut. Arca ini memakai pita yang melingkari kepalanya dan berpakaian baju yang dihiaskan dengan gambar-gambar yang menyerupai daun semanggi. Biasanya hiasan ini juga lazim dipakai di daerah msopotamia, Mesir, dan kreta. Arca lain yang ditemukan berbentuk gadis penari yang terbuat dari perunggu. Di kota Harappa ditemukan beberapa arca yang masih sempurna bentuknya dan dua buah Torso (arca yang telah hilang kepalanya). Salah satu Torso mula-mula bertangan empat dan berkepala tiga. Berdiri di atas kaki kanan dengan kiri terangkat. (Patung ini mirip dengan patung Siwa Nataraya dari zaman kesenian Cola, India Selatan).
2) Alat-alat rumah tangga dan Senjata
Penemuan dari kota Mahenjo-Daro dan Harappa menunjukkan bahwa peralatan-peralatan rumah tangga dan alat senjata terbuat dari benda-benda logam seperti perunggu. Penemuan ini membuktikan bahwa lembah ini telah mengenal teknik perundagian. Pengetahuan teknik itu juga tidak diketahui oleh orang banyak. Oleh karena itu, dari sinilah munculnya system perekonomian yang dikenal dengan jual beli yaitu tukar menukar barang.
Peradaban Lembah Sungai Gangga
Lokasi
Peradaban Lembah sungai Gangga terletak di antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Widya-Kedna. Sungai Gangga bermata air di Pegunungan Himalaya dan mengakir ke kota – kota besar seperti delhi, Agra, Patna, Benares, melalui wilayah Bangladesh dan bermuara di teluk Benggala.
Pemerintahan
Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan di Lembah Sungai Indus. Setelah runtuhnya kerajaan Maurya,terjadi peperangan kerajaan – kerajaan kecil yang ingin berkuasa sehingga keadaan pun menjadi kacau. Kemudian keadaan mulai aman stelah munculnya kerajaan – kerajaan baru. Kerajaan – kerajaan tersebut antara lain :
a) Kerajaan Gupta
Kerajaan ini didirikan oleh Raja Candragupta I (320-330 M) dengan pusatnya di lembah sungai Gangga. Pada kerajaan ini Hindu menjadi agama Negara.
Kerajaan Gupta mendapatkan masa keemasannya pada masa pemerintahan Raja Samudra Gupta (cucu Raja Candragupta I). Seluruh lembah sungai Gangga dan lembah sungai Shindu (Indus) yang berhasil dikuasainya. Ibu kota kerajaan ini di kota Ayodhia. Sikap raja ini keras dan kejam serta tidak mengenal kasih sayang kepada musuhnya. Sedangkan kepada rakyatnya, ia dikenal sebagai raja yang murah hati, serta selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Kemudian Raja Samudra Gupta digantikan dengan anaknya Candragupta II (375-415 M). Ketika ia berkuasa, kehidupan rakyatnya makmur dan sejahtra. Banyak gedung-gedung yang didirikan dan banyak ilmu pengetahuan yang semakin meningkat seperti tentang pelayan yang semakin maju dan lain-lain. Oleh demikian raja ini termasuk raja terakhir yang mengalami kemajuan pada kerajaan tersebut.
Ketika ia wafat, kerajaan itu mulai mundur. Berbagai suku bangsa asia tengah melancarkan penyerangan ke kerajaan tersebut. Maka 2 abad, India mengalami masa kegelapan dan baru pada abad ke-7 M tampil seorang raja yang kuat yang bernama Harshawardana.
b) Kerajaan Harsha
Ibu kota kerajaan ini adalah Kanay. Salah seorang rajanya yaitu bernama Harshawardana. Ia adalah seorang pujangga besar. Pada mulanya raja Harsha memeluk agama Hindu, kemudian ia memeluk agama Buddha. Wihara dan Stupa banyak dibangunnya yang berada di tepi sungai Gangga, juga tempat-tempat penginapan dan rumah-rumah sakit yang didirikannya. Setelah ia berkuasa hingga abad ke-11 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang berkuasa. Pada masa itu India mengalami masa kegelapan.
Kepercayaan
Di peradaban ini berkembang dua agama yang berbeda yaitu agama Hindu dan Budha.
Munculnya agama Hindu
Pada dasarnya peradaban dan kehidupan Hindu telah tercantum dalam kitab suci Weda (Weda berarti pengetahuan), juga dalam kitab Brahmana dari Upanisad. Ketiga kita itu menjadi dasar kehidupan orang-orang Hindu. Kitab suci Weda merupakan kumpulan dari hasil pemikiran para pendeta (Resi). Pemikiran-pemikiran para pendeta (Resi) itu dibukukan oleh Resi Wiyasa.
Empat bagian Kitab Weda
Reg-Weda, berisi syair-syair pemujaan kepada dewa-dewa.
- Sama-Weda, memuat nyanyian-nyanyian yang dipergunakan, untuk memuja dewa-dewa.
- Yayur-Weda, memuat bacaan-bacaan yang diperlukan untuk keselamatan.
- Atharwa-Weda, memuat ilmu sihir untuk menghilangkan marabahaya. Keempat buku itu ditulis pada tahun 550 SM dalam bahasa sansekerta.
Ajaran agama Hindu memuja banyak dewa (polytheisme). Dewa utamanya adalah Dewa Brahma sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara (pelindung), Dewa Siwa sebagai dewa penghancur. Di samping itu, juga dipuja dewa-dewa seperti Dewi Saraswati (dewi kesenian), Dewi Sri (kesuburan), Dewa Baruna (dewa laut), Dewa Bayu (dewa Angin), Dewa Agni (dewa api), dan lain-lain.
Sungai Gangga juga dianggap keramat dan suci oleh umat Hindu. Menurut kepercayaan umat Hindu India, “air sungai Gangga” dapat menyucikan diri manusia dan penghapus segala dosa. Begitu pula tulang dan abu orang mati dibuang kedalam sungai Gangga, agar arwah orang yang meninggal dapat masuk surga.
Munculnya agama Buddha
Agama Buddha muncul ketika beberapa golongan menolak dan menentang dengan pendapat kaum Brahmana. Golongan ini dipimpin oleh Sidharta Gautama (531 SM).
Sidharta Gautama ini adalah putra mahkota dari kerajaan Kapilawastu (Suku Sakia). Ia termasuk kasta ksatria. Sejak kecil dia dididik dalam kemewahan istana, namun hidupnya tidak pernah bahagia. Ia merasa menderita berada di lingkungan kemewahan dan kegemerlapan instana. Akhirnya, Sidharta meninggalkan istana untuk mencari kebahagiaan hidupnya. Ia terus mencari pelepasan dari samsara (penderitaan) dan setelah kurang lebih 7 tahun mengalami berbagai cobaan berat, penyesalan dan penderitaan, akhirnya ia mendapat sinar terang di hati sanubarinya dan menjadilah Sidharta Gautama Sang Buddha yang berarti “yang disinari”.
Pertama kali sang Buddha berkotbah di Taman Rusa (Benares). Agama Buddha tidak mengakui kesucian kitab-kitab Weda dan tidak mengakui aturan pembagian kasta di dalam masyarakat. Oleh karena itu, ajaran agama Buddha sangat menarik bagi golongan kasta rendah. Kitab suci agama Buddha bernama “Tripitaka” (Tipitaka). Setelah seratus tahun Sang Buddha wafat, timbul bermacam-macam penafsiran terhadap hakikat ajaran Sang Buddha. Akhirnya, penganut ajaran Buddha terbagi menjadi 2 aliran:
a). Buddha Hinayana
aliran Buddha ini melambangkan ajaran Sang Buddha sebagai kereta kecil yang bermakna sifat tertutup. Penganut aliran ini hanya mengejar pembebasan bagi diri sendiri. Pada aliran ini yang berhak menjadi“Sanggha” adalah para biksu dan biksuni yang berada di Wihara.
b). Buddha Mahayana
aliran ini melambangkan ajaran Sang Buddha sebagai kereta besar yang bermakna sifat terbuka. Penganut ini mengejar pembebasan bagi diri sendiri, tetapi juga bermisi pembebasan bagi orang lain. Pada aliran ini setiap orang berhak menjadi Sanggha Buddha, sejauh sanggup menjalankan ajaran dan petunjuk Sang Buddha.
Sumber :
Su’ud,Abu. 2006. Asia Selatan, Semarang,UPT UNNES Press
http://peradabankuno.wordpress.com/http://twentynov.blogspot.com/
http://rizqankakan.blogspot.com/
http://gerbangilmuduniaku.blogspot.com/
http://ensiklopediapribadi.wordpress.com/